Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Apa pun yang Terjadi, Indonesia Tanah Airku (Bagian ke-8)

29 November 2022   06:43 Diperbarui: 29 November 2022   06:57 322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image: Apa Pun yang Terjadi, Indonesia Tanah Airku (Bagian ke-8) - Dokpri

Saat makan malam di hari Rabu, 11 September 1991, Gustav dan Vera memberitahuku, bahwa Jumat malam kami akan dijemput oleh supir Papa mereka untuk menuju Stuttgart. Aku sampaikan kepada mereka bahwa aku punya rencana, akhir pekan mau keliling Kampus Ayah dan Ibuku. Ibu sering bercerita tentang kampusnya saat kuliah kedokteran di Jerman dan tempat Ibu bertemu dan menikah dengan Ayah di Heidelberg. Aku ingin juga menjelajahi tempat kenangan kedua orangtuaku.

Gustav bilang, "besok sore after office hour kita langsung saja jalan-jalan ke Fakultas Kedokteran, masih satu kawasan dengan IFEU (Institut fr Energie- und Umweltforschung Heidelberg) tempat kita magang, Vera kan juga kuliah di sana." Lalu Gustav pun bertanya, "besok sore, Vera jadwal di Hospital?". Vera lalu menyahut, "besok, jam 5 sore aku sudah free." Vera tinggal pada sebuah dorm di Kawasan Universitas Ruprecht Karl Heidelberg.  Universitas Heidelberg ini merupakan universitas tertua di Jerman yang didirikan pada tahun 1386 oleh raja-raja Pfalz, dan juga merupakan universitas ketiga yang didirikan di dalam wilayah kekaisaran Romawi setelah Universitas Wina dan Universitas Karls Praha.

Kemudian, Kamis sore aku dan Gustav memisahkan diri dari peserta magang lainnya. Mereka pulang dengan minivan yang disediakan pihak Deutsche Bank. Semula aku mengira, akan berjalan kaki menuju rumahsakit tempat Vera internship karena kata Gustav dekat. Ternyata sudah ada mobil Papa nya Gustav menjemput kami. "Papa mengirim mobil dengan supirnya ke sini, karena Morgan mau jalan-jalan  mengelilingi  Kawasan Universitas Ruprecht Karl Heidelberg malam ini. Seharusnya mobil baru datang besok sore menjemput kita," terang Gustav sambal menyilahkan aku masuk ke dalam mobil sedan buatan Jerman itu.

Mobil yang aku tumpangi itu, di Indonesia termasuk mobil mewah. Aku berpikir pastilah Papanya Gustav dan Vera bukan orang biasa. Tapi aku segan untuk menanyakan hal tersebut, karena berbeda dengan orang Indonesia yang ingin tahu segalanya tentang pribadi orang lain, di Eropa sepertinya tabu untuk menanyakan masalah-masalah pribadi.

Sepertinya bagi Gustav dan Vera yang telah meyakini aku sebagai saudaranya, tidaklah masalah aku menanyakan tentang keluarga. Tetapi, sampai saat ini aku masih yakin sebagai anak ibuku di Indonesia, bukan bagian dari keluarga Gustav di Jerman. Aku masih meyakini, Aku dan Gustav kebetulan saja mirip, dan Gustav kehilangan saudara kembarnya sejak bayi,

Malam itu kami pun mengelilingi Kawasan Universitas Ruprecht Karl Heidelberg yang sangat luas. Pantas saja, Papanya Gustav mengirimkan mobil dari Stuttgart untuk kami menyusurinya. Saat kami menyusuri Kawasan Heidelberg University, Gustav bercerita, menurut ibunya, Papa kandung Gustav tamat Sekolah Kedokteran dan menjadi dokter menjelang tahun 1960 dan bekerja di Rumahsakit Universitas sambil memperdalam ilmu penyakit dalam.

Pada tahun 1963 ibunya Gustav menikah dengan Ayahnya, dan Gustav lahir pada 28 Juni 1964 bersama saudara kembarnya. Saat itu, ibunya merasa Ayah Gustav sangat sibuk dan seperti tidak ada waktu untuk berbagi mengasuh dua anak kembar yang masih bayi. Ibu Gustav pun pulang ke rumah orangtuanya di Stuttgart dengan membawa kedua bayi kembar tersebut. Tak lama kemudian Ayah Gustav datang menjemput Ibu Gustav, tetapi Ibunya bersikeras tidak mau ikut, dan minta cerai.

Akhirnya mereka benar-benar bercerai, dan Ayah Gustav membawa satu bayi itu bersamanya ke Heidelberg. Ibu Gustav menikah masih usia muda, baru selesai menamatkan sekolah menengah keperawatan, sementara Ayah Gustav sudah berusia di atas 30 tahun ketika menikah.

Mungkin karena perbedaan usia yang cukup jauh, di mana Ayah sibuk sebagai dokter yang juga sedang mendalami ilmu penyakit dalam, sementara ibunya ketika itu masih ingin menikmati masa mudanya. Ditambah dalam usia muda mempunyai bayi kembar yang cukup menyita perhatian, akhirnya mereka bercerai. Setelah bercerai mereka tidak berkomunikasi sama sekali. Hingga suatu waktu setelah menikah lagi, dan Vera lahir, ibunya Gustav seakan tersadar bahwa dia masih mempunyai satu anak lagi.

Ketika ibunya mencari keberadaan Ayah Gustav di Universitas Heidelberg, ternyata ayahnya sudah tidak lagi bertugas di sana. Dan ibunya tidak menemukan lagi jejak ayahnya, yang pernah terdengar secara samar hanyalah, Ayah Gustav pindah ke luar negeri.

Aku mencoba mencocok-cocokan cerita Gustav yang dia dengar dari ibunya dengan cerita yang kudengar dari ibuku.

Menurut ibuku, Ayahku satu alamamater dengan ibu di Fakultas Kedokteran Heidelberg. Ibuku mulai kuliah tahun 1958, Ayah baru menyelesaikan kuliah dan sedang mengikuti internship untuk menjadi dokter. Ayah merupakan salah satu mentor Ibu saat kuliah. Dan ketika Ibu selesai kuliah, ibu ikut membantu penelitian-penelitian Ayah mengenai penyakit menular yang terjadi di Asia. Mereka menjalin hubungan cinta dan menikah pada akhir tahun 1964 di Heidelberg. Kemudian mereka pulang dan lahirlah aku di Jakarta pada tanggal 28 Januari 1965.

Dari dua cerita itu, dapat kutangkap Ayahku dan Ayah Gustav, menyelesaikan kuliah kedokteran menjelang tahun 1960. Ayahku dan Ayah Gustav sama-sama memperdalam ilmu penyakit dalam setelah menjadi dokter umum. Apakah Ayahku dan Ayah Gustav adalah orang yang sama? Jika sama, kemana bayi kembar yang dibawa Ayah Gustav? Sementara tahun kelahiranku dengan Gustav berbeda satu tahun, tapi anehnya bisa kami dilahirkan di tanggal yang sama?

Apakah ibu menyembunyikan sesuatu tentang diriku? Pertanyaan itu kembali muncul di benakku. Akan tetapi, dokumen yang pernah kulihat tentang aku dan ayahku berbeda dengan cerita Gustav. Ayah Gustav bernama Nicolaus Ehrlichmann, warganegara Jerman, sementara nama ayahku bernama Jatmiko Rachman warganegara Indonesia beragama Islam.

Apakah Ibu bersama Ayah mengadopsi anak koleganya di Fakultas Kedokteran yang bercerai dengan ibunya Gustav? Kemudian membawa anak itu ke Indonesia? Lalu mengganti identitas anak itu? Bukankah di Indonesia hal demikian rentan untuk dilakukan, hanya sekedar untuk mendapatkan dokumen identitas? Pikiran-pikiran buruk itu berkelebat dalam otakku.

Ah.. aku jadi pusing memikirkannya. Aku pun akhirnya banyak diam, bimbang dengan pikiran-pikiranku sendiri, antara menyakini cerita Ibu bahwa aku adalah anak kandungnya, dengan cerita-cerita Gustav dan perasaan-perasaanku yang semakin hari semakin dekat dengannya. Aku merasakan ada suara-suara hati jika kami adalah dua orang yang pernah berada dalam satu rahim seorang ibu.

Sesampai kembali di hotel, aku sampaikan kepada Gustav, aku mau sendiri malam ini. Sampai bertemu besok pagi untuk berangkat ke IFEU besok pagi, tempat aku magang proyek rehabilitasi lingkungan. Tampaknya, Gustav memaklumi perasaanku, dan tidak memaksa seperti kebiasaannya saat bersamaku sejak aku bersedia dianggap sebagai saudara kembarnya yang hilang.

Setelah turun dari mobil, aku langsung bergegas ke lift meninggalkan Gustav yang masih berbicara dengan supirnya. Pas pintu lift terbuka, kulihat Gustav mengejarku dan berkata agar tidak lupa menyiapkan segala sesuatu untuk besok malam, after office hour kami akan ke Stuttgart berakhir pekan di rumah Papa dan Mama...

Bersambung...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun