Gustav tak bergeming tetap mengikutiku dengan membawakan kantong belanjaku. Kami naik lift bersama. Di dalam lift terlihat beberapa orang yang berbisik-bisik melihat ke arah kami. Pasti mereka membicarakan kekembaran kami. Kami sangat mirip, hanya berbeda sedikit pada warna rambut. Rambutku agak hitam kepirang-pirangan, sementara Gustav lebih pirang dari warna rambutku.
Ketika lift terbuka di lantai kamarku berada, aku pun belok kanan menuju kamar diikuti Gustav di sampingku. Tiba-tiba Gustav berhenti dan membuka pintu sebuah kamar sebelum sampai ke kamarku. Aku pun bingung, "ini kamarku sekarang, aku  telah minta pindah kamar di sebelah kamarmu Morgan, agar kita selalu dekat selama di sini." Morgan pun menggeret tanganku masuk ke kamar itu.
"Walaupun kamu tidak mau mengakui kita saudara kembar dari satu ibu dan satu ayah, tetapi aku akan terus mengakuimu sebagai saudaraku sampai kapan pun." Gustav terus menyerocos. Gustav mempersilahkanku duduk. Kemudian dia menuju kulkas dan mengeluarkan dua kaleng bier. Kemudian mengunjukkan satu kaleng ke  tanganku. "Mari kita rayakan malam ini, aku telah membeli beberapa kaleng bier untuk menemani malam kita," katanya.
"Maaf, aku tidak minum bier. Ibuku mengajarkanku untuk tidak meminum alkohol karena kami Muslim." Lalu lanjutku, "Kamu minum saja sendiri, aku akan ke kamarku. Selamat menikmati bier mu dan selamat beristirahat." Aku pun bangkit dan bersiap ke kamarku.
Tangan Gustav pun menahanku, seraya bermohon, "Morgan, please forgive my mistake. I really don't know if you don't drink alcohol. Please be with me while we are here, even if you don't want to acknowledge me as your brother. Let me be happy to find my twins, even if it's just for a moment."
Aku pun tak sampai hati mendengar permohonan Gustav, walau hatiku sedang galau setelah mendengarkan suara kerinduan dan isak tangis Ibuku di telepon tadi.
Bersambung...
Â