Beberapa tahun yang lalu, masih sulit membayangkan bahwa suatu saat di Indonesia, orang tak lagi membawa uang tunai di dompet atau di kantong mereka.Â
Pandemi COVID-19 yang selama 2 tahun membatasi kegiatan orang di luar rumah, telah membuat kegiatan online mejadi andalan.Â
Bukan hanya kegiatan bekerja dan sekolah saja yang dilakukan secara online, tetapi juga mencari semua kebutuhan hidup dilakukan dengan belanja online.
Belanja secara online berarti juga melakukan pembayaran secara online. Ketika pembayaran online melonjak, orang yang selama ini tidak mempunyai sarana pembayaran online, mau tidak mau harus membuka plaftform transaksi online.Â
Dampaknya, dompet digital menjadi pilihat utama untuk transaksi online. Dompet digital telah menjadi bagian penting dari lanskap konsumen Asia Tenggara, termasuk Indonesia yang memungkinkan akses keuangan bagi jutaan orang yang sebelumnya dikecualikan karena tidak punya akses ke mobile banking. Penyerapan teknologi yang nyaman ini merevitalisasi ekosistem pembayaran.
Dompet digital menjadi titik akses untuk perdagangan, nonton dan main game, serta sarana loyalitas dan charity. Dompet digital telah muncul sebagai "aplikasi super" atau superstore keuangan dan pusat konektivitas finansial di segala transaksi.
Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers, pada hari Kamis (20/10/2022) menyampaikan fakta terbaru mengenai behaviour atau kebiasaan masyarakat Indonesia yang semakin jarang melakukan transaksi melalui menggunakan uang tunai, baik uang kertas dan logam.Â
Hal tersebut dapat dirasakan dengan meningkatnya transaksi ekonomi dan keuangan digital yang ditopang oleh meningkatnya akseptasi dan preferensi masyarakat dalam berbelanja daring (online), perluasan, dan kemudahan sistem pembayaran digital. serta akselerasi digital banking.
Saat ini masyarakat di Indonesia banyak yang lebih senang melakukan transaksi ekonomi dan keuangan secara digital.Â
BI mencatat, nilai transaksi uang elektronik pada Kuartal III-2022 tercatat tumbuh 35,79% (year on year/yoy), dan untuk keseluruhan tahun 2022 diproyeksikan meningkat 32,27% (yoy) hingga mencapai Rp 404 triliun.
Semakin canggihnya layanan transaksi keuangan digital, membuat kantor cabang bank ikut menyusut. Berdasarkan data Bank Indonesia (BI) tercatat sebanyak 36.111 unit kantor cabang bank umum per Juni 2022.Â
Artinya, jumlah kantor bank berkurang dibandingkan Juni 2021 yang berjumlah 47.401 unit. Dalam satu tahun terakhir, bank sudah menutup 11.290 unit jaringan kantor cabangnya.
Selain berkurangnya kantor bank, data BI juga menunjukkan berkurangnya jumlah ATM di Indonesia berkurang dari 106.901 mesin pada 2018 menyusut hingga 99.262 mesin pada akhir September 2021.Â
Pengurangan mesin ATM juga diikuti dengan semakin langkanya kartu ATM yang beredar di pasar.Â
Bank Indonesia mencatat total kartu ATM yang beredar di pasar pada tahun 2020 mencapai 9,51 juta kartu. Namun pada akhir 2021 total kartu ATM yang beredar tinggal 4,75 juta kartu atau berkurang setengahnya.
Namun, ternyata berkurangnya uang tunai yang beredar dan semakin banyaknya penggunaan dompet digital bukan hanya dirasakan di dunia perdagangan, tetapi juga dalam dunia amal.Â
Seperti di masjid, yang biasa kotak amal atau lebih dikenal sebagai kencelengan masjid  juga sudah tidak butuh uang tunai.Â
Sebagai gantinya, pada kotak kencelengan atau tempat-tempat strategis ditempeli stiker QRIS untuk jamaah bisa ikut beramal.Â
Bahkan, untuk masuk toilet Masjid pun sekarang tersedia QRIS untuk membantu biaya operasional dan perawatan kebersihan.
Jika dahulu kencelengan yang beredar di dalam masjid dan kotak amal yang ada di pintu masjid penuh dengan uang recehan.
Maka saat ini kotak-kotak itu sudah tak berisi penuh lagi karena jamaah sudah men-scan QRIS yang ada dan tinggal memencet jumlah dana yang mau disedekahkan atau diinfakkan, setelah itu tinggal pencet tombol oke untuk transfer dana.
Jadi, apa yang disinyalir oleh Bank Indonesia sebagai Bank Sentral dan berbagai pihak serta pengamat keuangan, bahwa akan terjadi kiamat uang tunai, tampaknya akan menjadi kenyataan yang tidak lama lagi.Â
Masjid yang sebagai tempat ibadah dan rasanya tidak mungkin untuk tidak menerima sedekah uang tunai berupa uang recehan, ternyata saat ini sudah tidak butuh uang tunai lagi.Â
Sudah banyak jamaah, terutama generasi milenial dan Gen Z yang memang ke mana-mana tidak membawa uang tunai lagi, melakukan sedekah dan infak cukup dengan men-scan QRIS masjid dan menekan tombol oke untuk memindahkan dananya ke "kenclengan" masjid.
MERZA GAMALÂ
- Pengkaji Sosial Ekonomi Islami
- Author of Change Management & Cultural Transformation
- Former AVP Corporate Culture at Biggest Bank Syariah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H