Agar kondisi kesehatan mental para pekerja tidak semakin turun, pengusaha harus memeriksa tingkat kesadaran kesehatan mental di setiap unit bisnisnya dan menekankan metode pendidikan, pelatihan staf, dan aksesibilitas sumber daya. Di satu sisi, Pengusaha Asia menghadapi kesulitan unik seputar stigma mengingat keterkaitan nilai-nilai keluarga dan budaya tempat kerja.
Sistem kepercayaan tradisional yang menghubungkan penyakit mental dengan "kurangnya ketahanan, kegagalan pengendalian diri, atau kurangnya dukungan keluarga" membuat kurangnya pemanfaatan layanan kesehatan mental. Pekerja jarang berpikir bahwa ketidakseimbangan kimia, trauma, atau faktor lain yang mempengaruhinya, tidak perlu membawa rasa malu untuk memanfaatkan layanan kesehatan mental.
Stigma mungkin secara khusus diperparah oleh norma budaya di Asia tentang "wajah" yang tidak mendorong pengungkapan emosi secara terbuka. Misalnya, dalam survei tahun 2020 di Singapura, hampir 90 persen karyawan mengindikasikan bahwa mereka tidak akan mencari bantuan untuk kondisi kesehatan mental karena stigma.7 (Garen Staglin, "Tantangan bagi pemberi kerja di Asia--Pasifik: Stigma dan kerja berlebihan ," Forbes, 9 Februari 2021.)
Keterbukaan yang kurang juga dapat mengakibatkan rendahnya tingkat kepercayaan ketika harus mengungkapkan tantangan kesehatan mental kepada manajer. Melatih staf untuk mengenali tanda-tanda tekanan mental dan menawarkan cara untuk campur tangan secara diam-diam bisa menjadi pendekatan yang efektif untuk memberikan dukungan sambil tetap peka terhadap norma-norma budaya yang penting.
Berdasarkan pengalaman dan analisis survei McKinsey, tiga pertanyaan telah muncul sebagai yang paling penting untuk dijawab oleh para pemimpin di kawasan ini. Bagaimana organisasi mengatasi perilaku beracun di tempat kerja? Bagaimana para pemimpin menyediakan sumber daya yang tepat untuk melayani kebutuhan karyawan? Dan terakhir, bagaimana para pemimpin meningkatkan pengukuran dan kemampuan mendengarkan organisasi?
Untuk itu, sudah saatnya para pengusaha dan eksekutif perusahaan harus mulai menciptakan tempat kerja di mana para pekerja bisa berkembang dengan tiga tindakan utama berikut:
- Mengatasi perilaku beracun secara efektif: Ambil langkah berani dan tidak nyaman untuk melihat secara jujur perilaku beracun di tempat kerja;
- Sumber daya yang tepat untuk melayani kebutuhan pekerja: Gabungkan dukungan tingkat dasar dan yang disesuaikan untuk insan perusahaan;
- Peningkatan pengukuran dan kemampuan mendengarkan organisasi: Tingkatkan kualitas pengukuran dan ambil tindakan holistik.
Dengan melakukan tiga tindakan di atas, akan menunjukkan bahwa inilah saatnya bagi para eksekutif perusahan sebagai pemimpin untuk mengatasi kelelahan dan kesehatan mental karyawan dengan menciptakan lingkungan di mana insan perusahaan makmur dan ingin tetap tinggal untuk bekerja sehingga tidak pergi ke tempat lain.
MERZA GAMALÂ
- Pengkaji Sosial Ekonomi Islami
- Author of Change Management & Cultural Transformation
- Former AVP Corporate Culture at Biggest Bank Syariah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H