Pembatasan akibat pandemi Covid-19 sudah mereda, membuat banyak insan bergegas kembali ke pengalaman sebelum terjadinya pandemi yang paling mereka rindukan, seperti: mempelajari sesuatu yang baru, meluangkan waktu untuk perawatan diri, menyemangati tim tuan rumah, atau mengunjungi teman dan keluarga.
Namun, mengapa masih banyak tempat kerja tetap kosong?
Semua insan tahu bahwa tempat yang dirancang untuk hiburan, keramahtamahan, dan koneksi memiliki tujuan yang jelas yang selaras dengan tujuan hidup dan keinginan untuk pemenuhan pribadi. Di samping itu, ada "mengapa" yang jelas di balik keberadaan tempat hiburan tersebut. Pada akhirnta, data menunjukkan bahwa sebagian besar para penikmat hiburan telah kembali ke tempat hiburan mendekati tingkat pra-pandemi.
Sementara itu, pergeseran tektonik dalam pola kerja telah menantang tujuan perkantoran. Perjalanan ke tempat kerja setiap hari pernah menjadi norma, tetapi produktivitas yang berkelanjutan selama pandemi COVID-19 membuktikan bahwa banyak tugas dapat dilakukan dari jarak jauh atau dengan kata lain tidak perlu diselesaikan di kantor. Kondisi tersebut membuat banyak insan bertanya, "Mengapa repot-repot harus ke kantor?"
Oleh karena itu, menarik para pekerja kembali ke tempat kerja atau ke kantor akan membutuhkan tujuan baru yang menciptakan makna dan kegunaan untuk pekerjaan tatap muka.
Berdasarkan hasil penelitian McKinsey, terdapat 82 persen pekerja percaya bahwa penting bagi perusahaan mereka untuk memiliki tujuan. Tujuan dapat membentuk strategi perusahaan, melibatkan pelanggan dan komunitas, dan mengarahkan pilihan pada saat-saat yang tepat. Lebih dari dua pertiga pekerja mengatakan tujuan mereka ditentukan oleh pekerjaan mereka. Mereka juga begitu terinspirasi oleh perusahaan dengan tujuan yang kredibel, sebanyak 93 persen pekerja mengatakan bahwa mereka cenderung merekomendasikan perusahaan itu kepada orang lain.
Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan perusahaan itu penting, terutama menghadapi next normal pasca pandemi. Hal tersebut menjawab pertanyaan mendasar tentang "mengapa", yaitu pertanyaan yang sekarang diharapkan oleh para pekerja untuk dipenuhi oleh para pemimpin mereka sehubungan dengan tempat kerja yang membuat mereka puas dan engagement terhadap organisasi perusahaan.
Jika kta telaah lebih dalam, rencana "Kembali ke Kantor" telah menjadi berita utama sejak pertengahan 2020. Namun, pernyataan tersebut sering gagal mencapai hasil yang diinginkan para pemimpin, sehingga yang berlaku saat ini adalah bekerja secara hybrid, berbasis tim, atau preskriptif. Dan, ketika banyak para pekerja lambat untuk kembali secara sukarela, perusahaan menggunakan mandat yang tidak efektif, sehingga memperburuk keadaan seperti terjadinya pengunduran diri pekerja yang merupakan talent handalan dan tren quite quitting di kalangan pekerja muda (Gen Z dan Gen Y berusia di bawah 35 tahun).
Sebenanya yang terjadi adalah para pekerja pergi karena mereka tidak tahu mengapa harus tetap tinggal di perusahaan yang sekarang, dan belum jelas mau bepergian kemana. Untuk mengatasi hal tersebut, dan untuk mengubah kantor menjadi keunggulan kompetitif, para eksekutif harus fokus membuat tempat kerja mereka penting dan mengukur kesuksesan mereka.
Para eksekutif perusahaan harus merancang dan mengaktifkan kantor yang mendorong hubungan manusia, dan menciptakan pengalaman otentik yang disesuaikan dengan pola pikir keramahtamahan. Selain itu, membuat hari kerja yang lebih berharga dan memuaskan dapat memperjelas manfaat berkumpul dengan rekan kerja, yang pada gilirannya membantu mencegah keletihan keputusan saat pekerja bertanya, "Apakah saya pergi ke kantor besok atau tidak?"
Tujuan yang perlu dibangun untuk tempat kerja pascapandemi adalah membangun kembali koneksi pekerja dan modal sosial. Banyak contoh bagaimana perusahaan membayangkan kembali tujuan tempat untuk keunggulan kompetitif. Misalnya, salah satu perusahaan layanan kesehatan mengambil pendekatan berbasis hasil untuk kembali ke kantor dengan memperjuangkan otonomi pekerja untuk menentukan kapan kehadiran langsung akan mendorong hasil terbaik untuk bisnis, mengubah ruang kantor menjadi alat yang menambah nilai bagi pengalaman insan perusahaan  mereka.
Contoh lainnya, seorang pemimpin perbankan global membangun lingkungan kerja yang unik dan menyenangkan yang terpisah dari kantor pusat perusahaannya dan menonjolkannya dalam kampanye perekrutan yang sedang berlangsung. Selain itu, ada pula sebuah perusahaan investasi menciptakan pusat---laboratorium pemikiran dan ruang komunitas---yang dirancang untuk mendukung inovasi ilmu hayati.
Menghadapi kondisi tersebut, pendekatan yang lebih radikal sedang diambil untuk tempat-tempat yang tidak lagi melayani tujuan aslinya. Misalnya, perusahaan asuransi global yang berbasis di Amerika menyumbangkan gedung kantor yang tidak lagi mereka perlukan ke universitas terdekat dengan menata ulang sebagai pusat inovasi ekuitas kesehatan, menciptakan nilai "triple bottom line" bagi perusahaan, komunitas lokal, dan kemaslahatan bumi.
Dengan demikian, tempat kerja pascapandemi harus dinilai seberapa jelas mereka mencerminkan tujuan, prinsip, dan prioritas organisasi serta mereka yang bekerja di sana. Jika tidak, para talent akan mencari di tempat lain, sehinga pihak perusahaan yang mencapai keseimbangan yang tepat, yang akan berkembang.
MERZA GAMALÂ
- Pengkaji Sosial Ekonomi Islami
- Author of Change Management & Cultural Transformation
- Former AVP Corporate Culture at Biggest Bank Syariah
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI