Waktu---baik itu  waktu objektif ("jam") atau pun pengalaman subjektif waktu---merupakan konsep penting untuk memahami bagaimana individu, tim, dan organisasi berkembang, tumbuh, belajar, dan berubah. Namun sebagian besar penelitian manajemen dan tinjauan literatur biasanya menekankan waktu objektif dengan mengesampingkan waktu subjektif.
Berbagai peretasan untuk mengatur waktu lebih efisien diperlukan memang dibutuhkan oleh sebagian orang agar lebih disiplin dan terstruktur dalam menjalankan roda kehidupannya. Â Akan tetapi, bagi sebagian orang lainnya, manajemen waktu adalah penghalang bagi efektivitas dan produktivitas sejati.
Seorang professor dari M.J. Neeley, Abbie J. Shipp yang merupakan Ketua Departemen Manajemen & Kepemimpinan di Texas Christian University, dan Associate Editor di Academy of Management Review, serta memperoleh gelar PhD dalam perilaku organisasi dari University of North Carolina, telah melakukan penelitian yang berfokus pada pengalaman subjektif dan psikologis waktu, termasuk lintasan pengalaman kerja (misalnya, fit, kepuasan, dan kelelahan), sifat perjalanan waktu dan perhatian mental, dan bagaimana pandangan individu tentang waktu berdampak pada kinerja, kesejahteraan, dan koordinasi dalam organisasi.
Profesor Abbie J. Shipp awalnya nerupakan pendukung manajemen waktu yang efisien, hingga kemudian menemukan bahwa perencanaannya yang cermat terhadap waktu malah memiliki dampak negatif pada kesehatannya. Orang luar melihat sosok beliau dengan karir yang sukses, keluarga bahagia, namun beliau merasakannya seperti menjalani mimpi. Banyak orang tidak tahu, bahwa sesungguhnay beliau berjuang dengan insomnia kronis, kekurangan gizi, saraf terjepit di lehernya, dan ketidakseimbangan hormon yang jahat. Hingga akhirnya, beliau menemukan bahwa, ironisnya, manajemen waktu yang harus disalahkan terhadap penyakit yang sempat beliau alami.
Akibat penderitaan yang dialaminya dengan tingkat kesehatan yang semakin menurun, beberapa dokter mendesak beliau untuk memperlambat ritme manajemen waktunya yang selama ini dianggap efisien. Catatan medis, menuturkan bahwa daftar penyakit yang dialami Profesor Abbie semuanya menunjuk pada tekanan mental dan manifestasi ketegangan dalam tubuh beliau.
Akan tetapi, Profesor Abbie membantah dengan menyatakan, "Tapi saya tidak bekerja berjam-jam seperti orang lain - saya benar-benar efisien!" Namun sesuatu terjadi kemudian pada Januari 2019, yang membuat beliau tersentak, karena beliau sama sekali tidak bisa menulis dan  tidak bisa berpikir. Beliau menatap kosong ke komputernya dan takut tidak bisa melakukan pekerjaan yang dicintainya, pekerjaan yang telah dikerjakannya selama bertahun-tahun, ternyata terlalu berat dan terasa tidak berarti bagi kehidupannya saat itu. Upaya efisiensi dan produktivitas yang dilakukannya selama ini, malah telah menghancurkan diri sendiri dalam prosesnya.
Kemudian dalam proses penyembuhannya, beliau bersama Profesor Karen Jansen meneliti dan kemudian beralih ke manajemen waktu subjektif. Dan setelah itu, Prof Abbie menemukan lebih banyak kegembiraan dalam pekerjaannya, dan kesehatannya mulai membaik.
Penelitian yang dilakukan Profesor Abbie J. Shipp bersama Profesor Karen Jansen dan kemudian menjadi bahasan di Harvard Business Review, menawarkan tiga pelajaran yang mengungkapkan mengapa metode manajemen waktu tradisional yang selama ini kita lakukan ternyata dapat menghambat dan mempersulit kehidupan kita.
Pelajaran yang didapat dari penelitian Profesor Abbiie J. Shipp dan Prof Karen Jansen tersebut adalah bahwa waktu subjektif mencerminkan bagaimana orang memandang, menafsirkan, dan perjalanan mental melalui waktu, menggunakan ingatan dan prakiraan untuk memahami masa kini. Sedangkan, waktu objektif berfokus pada jam dan kalender sebagai ukuran waktu di luar individu. Hasil penelitian tersebut mengajari bahwa obsesi untuk mengatur waktu objektif mengaburkan tiga pelajaran penting dari waktu subjektif, yakni sebagai berikut:
- Tidak Ada Waktu Objektif Tanpa Interpretasi Subyektif;
- Acara Subyektif Sama Pentingnya dengan Jam Objektif;
- Makna Subyektif Lebih dari Jadwal Objektif.
Pertama, sifat objektif waktu sepenuhnya terkait dengan waktu subjektif, namun kita tidak mengenali fakta ini. Kebanyakan individu percaya bahwa rapat harus dijadwalkan pada jam atau setengah jam, atau bahwa hari kerja berlangsung dari jam 8 sampai jam 5. Namun hal tersebut adalah konstruksi sosial yang dapat dilonggarkan dalam beberapa situasi. Jika seseorang membutuhkan pertemuan 20 menit, mengapa mengikat kalender selama 30 menit? Atau jika seseorang perlu istirahat lebih lama di sore hari untuk menyegarkan diri, siapa yang peduli jika itu tidak dijadwalkan saat istirahat makan siang biasa? Pertanyaan-pertanyaan seperti itu menantang pandangan yang terlalu sempit tentang manajemen waktu dan mendorong untuk melepaskan skema temporal atau "aturan waktu", yaitu pandangan tetap tentang kapan sesuatu harus terjadi atau berapa lama hal itu harus berlangsung. Perlu disadari bahwa waktu tidak seobjektif yang kita kira. Waktu terutama merupakan interpretasi subjektif, membuat manajemen waktu tidak lengkap kecuali jika kita juga menyoroti konstruksi subjektif dari waktu yang kita jalani dan ciptakan.