Profesor Abbie J. Shipp, Ketua Departemen Manajemen & Kepemimpinan di Texas Christian University, dan Associate Editor di Academy of Management Review bersama Profesor Karen Jansen, melakukan penelitian organisasi tentang waktu subjektif, meliputi: pengalaman individu dan/atau sosial di masa lalu, sekarang, dan masa depan.
Waktu subjektif mencerminkan bagaimana orang memandang, menafsirkan, dan perjalanan mental melalui waktu, menggunakan ingatan dan prakiraan untuk memahami masa kini. Sedangkan waktu objektif berfokus pada jam dan kalender sebagai ukuran waktu di luar individu. Hasil penelitian tersebut mengajari Kita, bahwa obsesi untuk mengatur waktu objektif mengaburkan tiga pelajaran penting dari waktu subjektif, yakni sebagai berikut:
- 1. Tidak Ada Waktu Objektif Tanpa Interpretasi Subyektif tentangnya;
- 2. Acara Subyektif Sama Pentingnya dengan Jam Objektif;
- 3. Makna Subyektif Lebih dari Jadwal Objektif.
Ketiga pelajaran yang didapat dari penelitian Profesor Abbiie J. Shipp dan Prof Karen Jansen tersebut, akan Kakek Merza ulas dalam artikel lainnya.
Dalam kenyataan yang ada selama ini, yakni ketika seorang insan memilih bagaimana menghabiskan waktu mereka, mereka sering mengabaikan makna dan lebih memikirkan nilai ekonomi waktu. Penekanan pada waktu sebagai komoditas membuat orang menganggap waktu lebih langka.
Dengan memahami kelangkaan waktu secara objektif, membuat para eksekutif  secara ketat berfokus pada tugas kerja sebagai aktivitas yang harus dikelola berdasarkan manajemen waktu. Manajemen waktu yang hanya peduli terhadap waktu objektif, mengarahkan orang untuk memprioritaskan hasil dan manfaat kerja yang dapat diukur. Dan, kemudian melupakan penggunaan waktu yang paling berdampak dan memberi energi, yakni ketika Kita memandang waktu sebagai pilihan simbolis antara yang bermakna dan yang tidak bermakna. Individu yang menyadari hal tersebut, akhirnya menyebabkan mereka beralih dari kegiatan yang bermakna seperti menjadi sukarelawan bagi orang banyak.
Dalam ajaran Islam, seorang Muslim yang mampu mengelola waktu dengan baik, maka akan memperoleh optimalisasi dalam kehidupannya. Namun, apabila tidak mampu, maka seseorang tidak akan mampu mengelola sesuatu apapun karena waktu merupakan modal dasar bagi kehidupan seorang Muslim yang bertaqwa, sebagaimana firman Allah SWT: "Sesungguhnya pada pertukaran malam dan siang itu dan pada yang diciptakan Allah di langit dan di bumi, benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan-Nya) bagi orang-orang yang bertaqwa." (QS. Yunus: 6)
MERZA GAMALÂ
- Pengkaji Sosial Ekonomi Islami
- Author of Change Management & Cultural Transformation
- Former AVP Corporate Culture at Biggest Bank Syariah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H