Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Gonjang-ganjing Hubungan AS-China Sejak Donald Trump Menjadi Presiden

5 Agustus 2022   20:42 Diperbarui: 8 Agustus 2022   12:16 1254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping bertemu di Balai Agung Rakyat China di Beijing, Kamis (9/11/2017). (AFP/Nicolas Asfouri via kompas.com)

Setelah sekian lama hubungan diplomatik Amerika Serikat dan Republik Rakyat Tiongkok beku, pada 27 Februari 1972 disepakati Komunike Bersama Amerika Serikat dan Republik Rakyat Tiongkok yang disebut juga sebagai Komunike Shanghai 1972. 

Komunike tersebut melahirkan Dokumen yang menyatakan bahwa kepentingan seluruh bangsa bagi Amerika Serikat dan Tiongkok bekerja menuju normalisasi hubungan mereka. 

Pada tahun 1978 disepakati Komunike Bersama Pendirian Hubungan Diplomatik, dan pada tahun 1982 dilakukan Komunike Ketiga. 

Komunike pertama yang dipublikasikan pada 1972 menegaskan bahwa Republik Rakyat Tiongkok merupakan satu-satunya pemerintah yang sah di China dan Taiwan merupakan salah satu provinsi di China.

Akan tetapi, sejak terpilihnya Donald Trump sebagai presiden AS pada November 2016, masa empat dekade lebih stabilitas hubungan AS-China menunjukkan tanda-tanda berakhirnya hubungan mesra AS-China. Sejak saat itu, terjadi penurunan hubungan sepanjang masa dengan hampir tidak ada jeda.

Ilustrasi Hubungan AS-China (Source: VCG - Global Time, 2 Agustus 2022)
Ilustrasi Hubungan AS-China (Source: VCG - Global Time, 2 Agustus 2022)

Lima tahun telah berlalu dengan dua presiden AS, hubungan AS-China seakan sedang jatuh bebas. Prediktabilitas telah digantikan oleh ketidakpastian. Kepercayaan telah menguap. 

Sulit untuk memprediksi seperti apa hubungan kedua negara tersebut setelah pemilihan kongres AS pada November, atau setelah pemilihan presiden berikutnya pada 2024.

Kunjungan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat AS Nancy Pelosi ke Taiwan pada Selasa malam (2 Juli 2022) menyimpulkan kondisi sifat hubungan AS-China saat ini yang sangat bermuatan dan sangat tidak stabil. Para pengamat menyatakan secara luas, kunjungan tersebut digambarkan sebagai provokatif dan berbahaya. 

Pemerintahan Biden dianggap memberikan lebih banyak tipu muslihat dalam menjauhkan diri dengan menekankan hal itu adalah pilihan pribadinya dan terus melubangi prinsip satu China yang menjadi landasan hubungan China-AS.

Para pejabat dan pakar China memperingatkan bahwa semua konsekuensi dari langkah yang sangat berbahaya dan provokatif ini akan ditanggung oleh Washington, dan kunjungan semacam itu juga akan selamanya mengubah situasi lintas Selat Taiwan dan memberikan dampak destruktif pada hubungan China-AS yang sudah sulit.

Kunjungan Nancy Pelosi selaku Ketua DPR-AS menunjukkan situasi yang sangat berbahaya. Hubungan AS-China telah kehilangan semua prediktabilitas, yang sebelumnya hubungan kedua negara didasarkan pada saling pengertian dan saling menghormati yang mapan dan mendalam.

Ilustrasi kunjungan Ketua DPR AS, Nancy Pelosi ke Taiwan (Cartoon: Carlos Latuff-Global Time, 2 Agustus 2022)
Ilustrasi kunjungan Ketua DPR AS, Nancy Pelosi ke Taiwan (Cartoon: Carlos Latuff-Global Time, 2 Agustus 2022)

Beberapa jam sebelum waktu kedatangan Pelosi yang direncanakan di Taiwan, Anggota Dewan Negara dan Menteri Luar Negeri China Wang Yi menekankan posisi serius China. 

Wang Yi memperingatkan bahwa beberapa politisi AS yang egois bermain api pada pertanyaan Taiwan akan menjadi musuh bagi 1,4 miliar orang Cina, dan tidak akan bertemu dengan akhir yang baik. 

Wang juga mengatakan AS telah melanggar janjinya dan berkhianat dalam masalah Taiwan, dengan mengatakan bahwa perilaku seperti itu di bawah penghinaan. (Global Time, 2 Agustus 2022)

Image: Halaman depan surat kabar yang melaporkan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat AS Nancy Pelosi  di Taiwan, 2 Agustus 2022. (Sumber: REUTERS/Ann Wang)
Image: Halaman depan surat kabar yang melaporkan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat AS Nancy Pelosi  di Taiwan, 2 Agustus 2022. (Sumber: REUTERS/Ann Wang)

China tentu tidak akan membiarkan kunjungan Pelosi menjadi contoh buruk bagi sekutu AS lainnya untuk memainkan kartu Taiwan. 

Pejabat senior China berulang kali sudah memperingatkan tentang konsekuensi serius dari perjalanan tersebut, tidak hanya pada hubungan lintas-Selat tetapi juga hubungan China-AS, yang telah memburuk selama beberapa tahun terakhir karena  kesalahpahaman Washington dalam menilai Beijing.

Kedatangan Ketua DPR-AS ini telah memicu tanggapan marah dari China pada saat ketegangan internasional sudah meningkat oleh invasi Rusia ke Ukraina. China menganggap Taiwan bagian dari wilayahnya dan tidak pernah meninggalkan penggunaan kekuatan untuk membawanya di bawah kendalinya.

Di sisi lain, Amerika Serikat memperingatkan China agar tidak menggunakan kunjungan Pelosi tersebut sebagai dalih untuk melakukan aksi militer terhadap Taiwan. "Kunjungan delegasi kongres kami ke Taiwan menghormati komitmen teguh Amerika untuk mendukung demokrasi Taiwan yang semarak," kata Pelosi dalam sebuah pernyataan tak lama setelah mendarat. 

"Solidaritas Amerika dengan 23 juta orang Taiwan lebih penting hari ini daripada sebelumnya, karena dunia menghadapi pilihan antara otokrasi dan demokrasi." (Reuters, 3 Agustus 2022)

Dalam sebuah opini Washington Post yang dirilis setelah mendarat, Pelosi menjelaskan kunjungannya, memuji komitmen Taiwan terhadap pemerintahan yang demokratis sambil mengkritik China karena secara dramatis meningkatkan ketegangan dengan Taiwan dalam beberapa tahun terakhir. 

"Kami tidak bisa berdiam diri saat PKC mengancam Taiwan dan demokrasi itu sendiri," kata Pelosi, merujuk pada Partai Komunis China. (Washington Post, 3 Agustus 2022)

Pelosi juga mengutip "tindakan brutal" China terhadap perbedaan pendapat politik di Hong Kong dan perlakuannya terhadap Muslim Uyghur dan minoritas lainnya, yang dianggap Amerika Serikat sebagai genosida.

Hubungan AS-China yang mulai terurai setelah 2016 sejak Trump menjadi presiden, pertanyaan tentang kedaulatan Taiwan tidak dapat dihindari akan menjadi isu hangat. 

Bagi China, tidak ada yang lebih penting daripada pengembalian wilayah yang hilang dan penyatuan kembali Republik Rakyat Tiongkok. (Martin Jacques opini@globaltimes.com.cn, 2 Agustus 2022)

China telah menunjukkan kesabaran yang besar sejak pendudukan ilegal pulau itu oleh Chiang Kai-shek pada tahun 1949. 

Mao menjelaskan kepada Kissinger (Menlu AS saat itu) bahwa China akan bersabar asalkan kebijakan Satu China dipatuhi dengan ketat oleh AS dan pemerintah Taiwan tidak mendeklarasikan kemerdekaan.

Selama lima tahun terakhir AS telah melanggar pemahaman ini dengan meningkatkan penjualan senjata ke Taiwan, meningkatkan patroli militer di kawasan itu, dan memberikan dukungan diplomatik ke pulau itu melalui kunjungan politisi AS. 

Kunjungan Pelosi, Ketua DPR AS, akan menaikkan bar provokasi, sebab sejak tahun 1997, seorang Amerika dengan statusnya yang tinggi tidak pernah mengunjungi pulau itu.

Jika Pelosi sudah berkunjung, apa atau siapa selanjutnya? Sebuah pola akan terus terbentuk. Ketika hubungan antara China dan AS menjadi semakin tidak dapat diprediksi, Taiwan sejauh ini telah menjadi sumber ketegangan dan konflik yang paling berbahaya.

Bahkan, Rusia yang sedang terkunci dalam konfrontasi dengan Barat atas invasi Ukraina, juga mengutuk kunjungan Pelosi ke Taiwan. Juru bicara kementerian luar negeri Maria Zakharova menyebut Amerika Serikat sebagai "provokator negara". (Fortune, 3 Agustus 2022)

MERZA GAMAL 

  • Pengkaji Sosial Ekonomi Islami
  • Author of Change Management & Cultural Transformation
  • Former AVP Corporate Culture at Biggest Bank Syariah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun