Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Transformasi Budaya Perusahaan Berbasis Taksonomi Bloom

18 Juli 2022   07:21 Diperbarui: 18 Juli 2022   07:55 2467
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak perusahaan melakukan transformasi budaya dalam mengejar tujuan mereka. Institusi perusahaan yang berupaya hadir sejagat raya (mendunia), misalnya, dapat memupuk budaya satu tim. 

Perusahaan yang merencanakan pertumbuhan organik membutuhkan budaya yang berpusat pada pelanggan. Keberlanjutan (sustainability) sama seperti tujuan strategis lainnya. Dengan demikian, dibutuhkan budaya yang mendukung strategi keberlanjutan.

Budaya Perusahaan (Corporate Culture) merupakan implementasi dari shared values (nilai-nilai yang dispekati bersama) pada setiap sisi kehidupan dalam berorganisasi yang dijabarkan melalui behaviors, symbols, dan systems.

Budaya Perusahaan merupakan asumsi dan kepercayaan dasar yang dimiliki bersama oleh semua insan perusahaan. Budaya Perusahaan terkadang terimplementasi secara tanpa disadari. 

Budaya Perusahaan pada dasarnya mendefinisikan pandangan organisasi tentang dirinya dan lingkungannya. Meskipun perbedaan budaya tercermin dalam perusahaan, masing-masing perusahaan juga memiliki nilai-nilai budaya individu yang memodifikasi nilai budaya lokal atau nasional.

Proses internalisasi dan implementasi Shared Values menjadi Corporate Culture (Budaya Perusahaan) tidak bisa terjadi secara serta merta, tetapi melalui sebuah proses yang memakan waktu dan tenaga.

Proses pembudayaan harus tertanam melalui pemahaman nilai secara kognitif, berlanjut ke afektif, hingga menyatu dalam psikomotorik individu setiap insan dalam sebuah organisasi.

Proses ini mengacu kepada teori taksonomi yang berarti klasifikasi berhirarki dari sesuatu atau prinsip yang mendasari klasifikasi. Teori taksonomi biasanya digunakan dalam dunia pendidikan dan dikenalkan oleh seorang psikolog bernama Benjamin Samuel Bloom pada tahun 1956, dan dikenal sebagai Taksonomi Bloom.

Proses pembudayaan yang mengacu kepada Taksonomi Bloom melalui tiga pentahapan, yaitu:

Tahap Pertama, Kognitif

Ranah kognitif meliputi fungsi memproses nilai-nilai yang tercantum dalam shared values menjadi informasi, pengetahuan dan keahlian mentalitas bagi seluruh insan perusahaan. Ranah kognitif menggolongkan dan mengurutkan keahlian berpikir yang menggambarkan tujuan pembangunan budaya perusahaan yang diharapkan.

Tahap Kedua, Afektif

Ranah afektif meliputi fungsi yang berkaitan dengan sikap dan perasaan, sehingga nilai-nilai yang ada dalam shared values terinternalisasi dalam perilaku (behavior) insan perusahaan. Seluruh insan perusahaan terampil menerapkan nilai-nilai perusahaan menjadi karya sebagai hasil belajar afektif (yang baru tampak dalam bentuk kecenderungan-kecenderungan berperilaku).

Tahap Ketiga, Psikomotorik

Ranah psikomotorik berkaitan dengan fungsi manipulatif dan kemampuan fisik, sehingga shared values yang telah terinternalisasi dalam perilaku sudah menjadi nilai-nilai dalam kehdipan sehari-hari insan perusahaan. Ranah psikomotor merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu, sehingga values yang telah terimplementasi dalam berperilaku dapat menjadi budaya perusahaan.

Prinsip Taksonomi diciptakan oleh Benjamin Samuel Bloom yang dibuat berdasarkan lima prinsip dalam belajar. Adapun beberapa prinsip belajar tersebut diterapkan dalam pembudayaan adalah sebagai berikut:

1. Kematangan Jasmani dan Rohani

Kematangan jasmani maksudnya adalah usia para insan perusahaan sudah dewasa dan kondisi fisik cukup kuat untuk melaksanakan kegiatan pembudayaan. Sedangkan kematangan rohani maksudnya adalah kemampuan insan perusahaan secara psikologis untuk mengikuti kegiatan pembudayaan.

2. Kesiapan

Seorang insan perusahan harus memiliki kesiapan ketika hendak melakukan kegiatan internalisasi dan implementasi nilai menjadi budaya perusahaan. Kesiapan ini mencakup kesiapan fisik, mental, motivasi, minat, serta perlengkapan proses pembudayaan.

3. Memahami Tujuan

Setiap insan perusahaan harus memiliki pemahaman mengenai arah tujuan melakukan kegiatan internalisasi dan implementasi nilai budaya perusahaan serta apa manfaat yang akan diperoleh. Dengan pemahaman tersebut maka insan perusahan akan lebih siap dalam kegiatan pembudayaan.

4. Memiliki Kesungguhan

Kegiatan pembudayaan harus disertai dengan kesungguhan agar hasil yang diperoleh dapat memuaskan sehingga tidak membuang-buang waktu dan tenaga.

5. Mengulang-ulang dan Evaluasi

Dengan melakukan pengulangan maka materi-materi internalisasi shared values akan terimplementasi dalam perilaku insan perusahaan akan meresap dalam psikomotorik sehingga menjadi budaya perusahaan yang utuh. Dan, untuk mencapai hal tersebut perlu dilakukan serangkaian evaluasi.

Budaya Perusahaan berfungsi memecahkan masalah dasar organisasi untuk bertahan di lingkungan eksternal dan mengintegrasikan proses internal yang memastikan kelangsungannya. Karena struktur organisasi dan sikap serta persepsi orang merupakan artefak kunci dari suatu budaya, keduanya harus diubah sebelum transformasi budaya menyeluruh perusahaan dapat terjadi. Proses Taksonomi Bloom sangat membantu terlaksananya transformasi budaya perusahaan di suatu institusi.

Biasanya, transformasi dimulai pada tahap formatif sebagai kekuatan pertumbuhan positif yang membutuhkan pembangunan, berkembang menjadi model budaya yang kompleks dan beragam, dan akhirnya pada titik pematangan, sering menjadi tidak berfungsi. Pada titik inilah pemimpin, sering beralih ke berbagai model perubahan sebagai sarana mempertahankan perusahaan.

Peran pemimpin dalam formasi budaya telah bergeser saat ini. Namun demikian, perubahan mendasar yang bertujuan dan mendasar dalam organisasi jarang terjadi di perusahaan yang sustainable (berkelanjutan) dan di bawah kepemimpinan yang efektif. Oleh karena itu, kepemimpinan budaya perlu dinilai lebih jelas mengingat lingkungan internal dan eksternal organisasi yang berubah dengan cepat.

MERZA GAMAL 

  • Pengkaji Sosial Ekonomi Islami
  • Author of Change Management & Cultural Transformation
  • Former AVP Corporate Culture at Biggest Bank Syariah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun