Tempat terbaik untuk berinvestasi di masa inflasi menurut para investor  adalah komoditas. Harga komoditas mencerminkan permintaan bahan baku yang dibutuhkan untuk ekspansi ekonomi. Pola tersebut berlaku untuk hampir semua komoditas. Harga melonjak ketika stimulus ekonomi mencerminkan ekonomi global yang telah tertusuk oleh pandemi Covid-19.Â
Invasi Rusia membuat harga lebih tinggi lagi. Kenaikan terbesar terjadi pada pupuk. Didorong oleh kelangkaan gas alam, komponen utama dalam pembuatan pupuk, dan oleh meningkatnya permintaan dari petani, harga pupuk naik tajam.
Perang di Ukraina yang menyebabkan kenaikan harga pupuk telah mendorong harga bahan makanan pokok jauh lebih tinggi. Harga pangan telah naik ke level tertinggi sejak tahun 2021, Â atau sejak Kantor Pangan & Pertanian PBB memulai indeksnya.Â
Harga-harga saat ini jauh lebih tinggi dibandingkan lonjakan sebelumnya pada 2008 dan 2011, yang dipicu oleh gejolak krisis keuangan global. Dalam dekade sejak itu, harga telah sangat moderat, dan berubah tajam lebih tinggi pada tahun 2021, dengan hambatan rantai pasokan, kekeringan, dan kekuatan lain sedang bekerja. Perang di Ukraina telah mengangkat harga pangan ke tingkat yang sama sekali baru.
Dari komponen inflasi, dua efek paling kritis terhadap ekonomi global adalah upah dan daya beli masyarakat. Upah riil telah datar selama bertahun-tahun di ekonomi OECD terbesar.Â
Upah riil bergerak sangat tinggi tepat sebelum pandemic. Pengetatan pasar tenaga kerja memberi pekerja keunggulan dalam negosiasi akibat pandemi yang secara radikal mengubah persamaan.
Ketika ekonomi stabil dan meningkat, upah riil mulai merangkak lebih tinggi lagi. Namun, inflasi yang merajalela menahan pertumbuhan tersebut, naik begitu cepat sehingga mengurangi daya beli masyarakat. Misalnya, pekerja di Inggris saat ini telah melihat kompensasi nyata mereka turun sekitar 8 persen tahun-ke-tahun.
Ketika harga melonjak, dan menunjukkan sedikit tanda-tanda mereda, risikonya adalah inflasi menjadi mengakar dan bank sentral harus menaikkan suku bunga lebih tegas untuk memperlambat permintaan.Â
Oleh karena itu, banyak analis menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi mereka. Misalnya, dalam Economic Outlook OECD, proyeksi pertumbuhan PDB riil di Turki sekarang sekitar delapan poin persentase lebih rendah dari proyeksi sebelumnya; dan Argentina hampir sama. Proyeksi untuk Inggris sekarang 7,4 poin persentase lebih rendah.Â
Namun, dengan permintaan minyak yang tinggi, proyeksi pertumbuhan PDB riil Arab Saudi sekarang sekitar 6 poin persentase lebih tinggi. Sementara itu, proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2022 berada pada kisaran 5,2 hingga 5,8 persen.