Banyak budaya menarik di negeri tercinta Indonesia yang terdiri dari beragam suku, adat, dan agama. Antara lain pada saat panen, banyak ragam seremoni yang diadakan masyarakat menyambut suka cita menerima anugerah panenan hasil kerja mereka menanam sebelumnya.
Pada masyarakat Natuna dahulu, panen adalah masa-masa menikmati kegembiraan dan kebersamaan. Mulai dari menyabit padi yang telah "masak" dari tangkainya, menjemurnya, dan puncaknya menumbuk padi menjadi beras dengan lesung alu dalam momen pesta panen.
Â
Kegiatan menumbuk padi dilakukan secara bersama-sama dan disela-sela menumbuk lesung dengan alu, mereka saling berbagi cerita disertai canda tawa tentang pengalaman hidup. Menumbuk padi di lesung alu ini dilakukan tidak asal tumbuk, tetapi menimbulkan suara musi berirama yang dapat dinikmati dengan baik. Beraneka lagu dimainkan saat menumbuk bersama pada lesung alu.
Di samping itu, sebagian ibu-ibu akan memasak berbagai penganan untuk dinikmati Bersama. Beragam penganan khas akan muncul dalam kebersamaan tersebut, antara tabel mando (pizza ala Natuna yang terbuat dari seafood dan sagu bulir), kernas (nugget ala Natuna yang terbuat dari campuran ikan yang dihaluskan dengan sagu butir), lempar (terbuat dari ketan dan ubi kayu parut berisi abon ikan pedas yang dibungkus daun pisang), dilengkap dengan sagu sangrai, ubi (singkong) goreng serta kopi dan teh hangat.
Seiring berjalannya waktu kegiatan lesung alu digantikan dengan alat-alat mesin canggih untuk menggiling padi dan hasil pangan lainnya. Untuk mempertahankan kegiatan lesung  alu,  masyarakat tempatan mengubah fungsi lesung alu yang awalnya dipergunakan untuk menumbuk padi menjadi kesenian tradisi daerah yang yang dipertunjukan pada perayaan atau penyambutan pejabat tinggi atau rombongan wisatawan khusus.
Dalam permainan lesung alu dibutuhkan 7 orang pemain, yaitu 3 orang dibagian dalam dan 4 orang dibagian luar. Hasil rangkaian suara dalam permainan lesung dan alu ini diambil dari suara kicauan burung, sehingga dalam permainan ini lebih identik dengan kicauan burung.
Alu adalah alat untuk menumbuk padi yang dibuat dari kayu Ulin atau Belien dalam bahasa Natuna. Bentuk kepala alu beragam ada yang persegi empat, enam, atau delapan yang digunakan menumbuk di lesung. Lesung adalah dasaran penumbuk padi yang ukurannya besar, berbentuk balok persegi panjang yang bagian tengahnya dicekungi cukup dalam. Lesung berbentuk bulat dan diberi lobang tempat padi, pada bagian atasnya ukurannya tidak sama. Perbedaan ukuran ini menjadi tangga nada, kalau lesung itu dibunyikan (di tumbuk ke lesung).
Warna dan ragam hias pada lesung mengikuti warna asli yang ada pada bahan kayu pembuat lesung. Lesung tidak perlu di cat, karena apabila dicat ada mengubah nada yang akan keluar dari lesung dan alu tersebut.
Lesung dan alu mengandung lambang dan makna. Lesung melambangkan perempuan dan alu menlambangkan laki-laki. Lesung alu melambangkan bersatunya perempuan dan laki-laki sebagai pasangan sejati. Kepala dan bentuk (pangkal dan ujung) alu yang berbentuk persegi mengandung makna sebagai berikut: segi empat mengandung makna empat penjuru mata angin; segi enam mengandung makna enam penjuru mata angin; dan segi delapan mengandung maana delapan penjuru mata angin.
Dalam memilih bahan harus dipilih kayu ulin (belien). Kayunya harus yang sudah tua dan tidak ada cacatnya dengan khusus menebang pohon untuk mendapatkan kayu yang sesuai. Kemudian kayu tersebut dibelah-belah menjadi balok dengan ukuran rata-rata 8 cm dan panjang 3 cm. Pekerjaan berikutnya adalah membakal, yakni membuat bentuk dasar dari lesung. Untuk lesungnya dibuat bakal sebesar pohon kelapa dengan ukuran rata-rata penampang 30 cm dan tinggi 45 cm.
Setelah selesai membakal, diteruskan dengan membuat lesung dan alu menurut ukuran dan bentuk sebenarnya. Alu dibuat sebanyak tujuh batang dengan ukuran yang berbeda. Ketujuh alu tersebut juga mempunyai nama-nama tersendiri seperti Tum, Gan, Tau, Ginja, Nyangde, Lugom, dan Lunuk. Selisih alu yang paling kecil dengan yang paling besar sekitar 50 cm. Perbedaan besar persegi antara satu dengan yang lainnya antara 0,5 cm-1 cm.
Lesung alu dimainkan oleh 7 (tujuh) orang yang masing-masing memegang sebuah lesung kemudian menumbukkannya ke dalam lubang lesung dan ada yang hanya menumbuk dibibir lesung. Tiga orang menumbuk ke dalam lubang lesung dan empat orang menumbuk dibibir lesung. Menumbuk bisa dilakukan oleh laki-laki atau perempuan, dan yang harus dikuasai adalah tahu penempatan dan menumbuk lesungnya, supaya lesung tidak beradu dan serasi bunyinya.
Orang-orang menumbuk lesung dengan alu akan tahu dapat gilirannya dan tahu berapa keras hentakkan yang harus dilakukan sehingga serasi dengan hentakkan yang lainnya. Dari besar kecilnya lesung serta dari tempat menumbukkan lesung itulah keluar bunyi suara serasi, Â Semakin kompak kelompok yang menumbukkan alu ke lesung, maka bunyinya akan semakin merdu. Pekerjaan itu dilakukan bergilir. Biasanya menumbuk lesung dan alu dilakukan oleh lelaki sama lelaki, perempuan sama perempuan tapi bisa juga campuran laki-laki dan perempuan.
Menarik bukan atraksi lesung alu yang dahulu kala dilakukan pada masa panen, dan memperkaya ragam budaya negeri tercinta Indonesia. Namun sayang, seiring berjalannya waktu dan semakin canggihnya teknologi, maka atraksi lesung alu ini semakin berkurang, dan para pelakunya semakin tua. Hanya sedikit generasi muda yang tertarik untuk meneruskannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H