Lesung dan alu mengandung lambang dan makna. Lesung melambangkan perempuan dan alu menlambangkan laki-laki. Lesung alu melambangkan bersatunya perempuan dan laki-laki sebagai pasangan sejati. Kepala dan bentuk (pangkal dan ujung) alu yang berbentuk persegi mengandung makna sebagai berikut: segi empat mengandung makna empat penjuru mata angin; segi enam mengandung makna enam penjuru mata angin; dan segi delapan mengandung maana delapan penjuru mata angin.
Dalam memilih bahan harus dipilih kayu ulin (belien). Kayunya harus yang sudah tua dan tidak ada cacatnya dengan khusus menebang pohon untuk mendapatkan kayu yang sesuai. Kemudian kayu tersebut dibelah-belah menjadi balok dengan ukuran rata-rata 8 cm dan panjang 3 cm. Pekerjaan berikutnya adalah membakal, yakni membuat bentuk dasar dari lesung. Untuk lesungnya dibuat bakal sebesar pohon kelapa dengan ukuran rata-rata penampang 30 cm dan tinggi 45 cm.
Setelah selesai membakal, diteruskan dengan membuat lesung dan alu menurut ukuran dan bentuk sebenarnya. Alu dibuat sebanyak tujuh batang dengan ukuran yang berbeda. Ketujuh alu tersebut juga mempunyai nama-nama tersendiri seperti Tum, Gan, Tau, Ginja, Nyangde, Lugom, dan Lunuk. Selisih alu yang paling kecil dengan yang paling besar sekitar 50 cm. Perbedaan besar persegi antara satu dengan yang lainnya antara 0,5 cm-1 cm.
Lesung alu dimainkan oleh 7 (tujuh) orang yang masing-masing memegang sebuah lesung kemudian menumbukkannya ke dalam lubang lesung dan ada yang hanya menumbuk dibibir lesung. Tiga orang menumbuk ke dalam lubang lesung dan empat orang menumbuk dibibir lesung. Menumbuk bisa dilakukan oleh laki-laki atau perempuan, dan yang harus dikuasai adalah tahu penempatan dan menumbuk lesungnya, supaya lesung tidak beradu dan serasi bunyinya.
Orang-orang menumbuk lesung dengan alu akan tahu dapat gilirannya dan tahu berapa keras hentakkan yang harus dilakukan sehingga serasi dengan hentakkan yang lainnya. Dari besar kecilnya lesung serta dari tempat menumbukkan lesung itulah keluar bunyi suara serasi, Â Semakin kompak kelompok yang menumbukkan alu ke lesung, maka bunyinya akan semakin merdu. Pekerjaan itu dilakukan bergilir. Biasanya menumbuk lesung dan alu dilakukan oleh lelaki sama lelaki, perempuan sama perempuan tapi bisa juga campuran laki-laki dan perempuan.
Menarik bukan atraksi lesung alu yang dahulu kala dilakukan pada masa panen, dan memperkaya ragam budaya negeri tercinta Indonesia. Namun sayang, seiring berjalannya waktu dan semakin canggihnya teknologi, maka atraksi lesung alu ini semakin berkurang, dan para pelakunya semakin tua. Hanya sedikit generasi muda yang tertarik untuk meneruskannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H