Dengan hormat,
Redaksi Kompasiana Yang Terhormat,
Tiba saatnya kita berpisah secara paksa.
Ya mungkin tempat saya bukan di Kompasiana . Saya ingin bisa jadi pengarang puisi, cerpen, novel dari kecil, tapi tak berkesampaian karena saya terlalu bodoh untuk mengarang merangkai kata. Tulisan saya sebagian besar adalah hasil pembelajaran, sehingga wajar saja mengutip pendapat atau pelajaran dari berbagai sumber dan itu bisa saja dianggap menjiplak. Tapi tidak adilnya begitu lebih 20% dicap sebagai plagiat.
Saya sudah 5 kali dituduh mesin otomatis sebagai plagiat karena menurut mesin isi tulisan saya mencapai 25% mirip tulisan orang lain.
Peristiwa pertama, saya memposting tulisan saya tentang Masjid di Banjarmasin. Dulu tulisan itu pernah dimuat di Detik.com tahun 2014, tetapi saya lihat sudah dihapus karena pembaruan platform Detik.com. Pas saya ke Banjarmasin lagi, saya muat tulisan tersebut dengan versi baru dan dilengapi photo-photo baru.Â
Ternyata di takedown di Kompasiana dengan alasan plagiarism. Setelah saya selidiki lebih lanjut, ternyata tulisan saya iti memang telah dihapus, tapi diganti dengan postingan baru dengan nama penulis Redaksi/reporter detik.com. Jadi saya plagiat terhadap tulisan sendiri.
Peristiwa kedua dan keempat adalah karena adanya rubrik THR (Tebar Hikmah Ramadan) selama Ramadhan dan awal Syawal, maka saya ikutan menulis hikmah Ramadhan dan Idul Fitri. Tentu saja yang namanya hikmah saya menulis berdasarkan dalil, dan saya mengutip Al Quran dan hadis.Â
Nah yang 2 artikel tersebut, saya mengutip hadis yang panjang, sehingga menurut mesin mencapai 25% dan saya pun kembali dicap plagiator dan kedua artikel itu pun di takedown.
Peristiwa ketiga, pas peringatan Waisak, saya memuat artikel tentang sisa-sisa kejayaan Budha di Riau dengan Candi Muara Takus. Saya pun mengutip detil sejarah dari 4 situs yang ada di komplek candi tersebut dari Website Perpustakaan Nasional dengan photo baru dari saya. Ternyata kutipan itu mencapai 25% dari tulisan dan saya pun kembali dituduh sebagai plagiator.
Terakhir tadi malam (3 Mei 2022) saya membuat tulisan komitmen dari 50 pelaku bisnis dunia yang berjanji akan membangun Ekonomi Hijau untuk menggapai Net Zero 2050, dan saya pun mengutip berita The New York Time perkataan Ketua WEF yang memimpin kesepakatan tersebut di Pertemuan Tahunan WEF 2022 di Davos, Swiss akhir Mei lalu. Ternyata kutipan itu lagi-lagi mencapai 25% tulisan, dan akhirnya saya pin diblokir resmi menjadi plagiator Kompasiana.
Saya sebenarnya sudah bergabung di Kompasiana sejak adanya Kompasiana, tapi password nya hilang. Dan tahun 2011-2015 saya buka account baru dan cukup aktif menulis tentang perbankan & Ekonomi Syariah serta objek wisata hasil saya menjelajah Nusantara yang lebih banyak saya tulis di detik.com.Â
Kemudian karena minat menulis menurun dan saya disibukkan oleh pembangunan Rumah Sakit dan pembenahan sistem Yayasan Pendidikan di Riau, saya pun vakum menulis di Kompasiana hingga saya kembali kehilangan password. Dan pada Oktober 2020 setelah waktu menulis saya cukupbanyak, maka saya buat lagi account baru, dan mulai aktif lagi posting di Kompasiana. Awalnya saya tak pernah tahu ada K-Reward, jadi niat saya tulus saja untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman yang pernah saya dapat untuk orang banyak.
Padahal jika saya diluaran untuk sharing, biasanya saya mendapatkan Rp2-5 Jt untuk sekali sharing dengan waktu sekitar 1 jam, tanpa saya menetapkan target. Jika saya menjadi narasumber workshop per hari saya rata2 mendapatkan >Rp 10 jt.
Tapi begitulah kenyataannyaa, setiap niat baik kita belum tentu dianggap baik oleh orang lain, bahkan kita bisa saja tersandung dan membuat nama baik kita rusak. Akhirnya saya pun mengalami pembunuhan karakter di Kompasiana. Semoga Allah mengampuninya.
Bahkan sebelum saya di block oleh Redaksi Kompasiana, tulisan terkait pemahaman Pancasila (https://www.kompasiana.com/merzagamal6905/6296c52bbb4486639f07cb62/dulu-kami-belajar-pmp-mengikuti-penataran-p-4-dan-hapal-36-butir-butir-pancasila) pun tak dihargai oleh Redaksi untuk sekedar masuk Pilihan sejak saya turun level jadi centang hijau dari centang biru. Padahal tanpa label pilihan saja yang artinya akan terbenam bersama ribuan postingan hari itu bisa mencapai viewer lebih dari 3.500 pembaca dalam 1 hari.
Saya hanya bisa berdoa, semoga Tuhan senantiasa meridhoi dan memberkahi setiap derap langkah  dalam semua aktivitas Redaksi Kompasiana dan menjadi manfaat bagi bangsa dan negeri tercinta Indonesia.
Wassalam
Note: Artikel terakhir saya di Kompasiana, sebelum artikel terakhir yang di takedown mesin otomatis Kompasiana dan kemudian secara sadis account saya diblokir dan karakter saya dibunuh oleh Redaksi Kompasiana:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H