Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Berpengalaman di dunia perbankan sejak tahun 1990. Mendalami change management dan cultural transformation. Menjadi konsultan di beberapa perusahaan. Siap membantu dan mendampingi penyusunan Rancang Bangun Master Program Transformasi Corporate Culture dan mendampingi pelaksanaan internalisasi shared values dan implementasi culture.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mungkinkah Sektor Publik Mengadopsi "Agile Culture" Seperti Sektor Private

30 Mei 2022   09:12 Diperbarui: 30 Mei 2022   09:21 637
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image: Mal Pelayanan Publik Kota Pekanbaru yang mengadopsi Agile Culture ke dalam birokrasi pelayanan masyarakat (by Merza Gamal)

Berdasarkan pengalaman sektor swasta, penerapan beberapa instrument Agile Culture akan dapat berdampak signifikan pada produktivitas pemerintah. Bahkan, prinsip-prinsip tertentu yang gesit (agility), seperti bekerja untuk mencapai tujuan dan hasil utama dalam tinjauan triwulanan, bahkan mungkin tampak dibuat khusus untuk mengatasi kendala-kendala yang biasa terjadi di pemerintah.

Agile Culture dapat membantu pemerintah pusat memprioritaskan proyek-proyek strategis. Pemerintah pusat umumnya mengalokasikan sumber daya untuk tujuan strategis melalui proses anggaran. Tetapi karena proses ini biasanya tahunan, jeda antara investasi dalam inisiatif dan dampak menciptakan kekosongan informasi.

Konsep dasar Agile Culture yang diadopsi dari metode perusahaan, seperti tujuan dan hasil utama (OKR=Objective and Key's Results) dan tinjauan bisnis triwulanan (QBR=Quarterly Business Reviews) akan dapat mengubah perencanaan dan alokasi sumber daya untuk pemerintah pusat.

Image: Prinsip Agile Culture bisa diadopsi lembaga pemerintahan (File by Merza Gamal)
Image: Prinsip Agile Culture bisa diadopsi lembaga pemerintahan (File by Merza Gamal)

Secara struktural, proses alokasi sumber daya tahunan lebih menyukai proyek yang sudah berjalan daripada proyek baru yang menjanjikan. Dinamika ini dapat membatasi penciptaan nilai karena prosesnya sering kali menekankan kepatuhan terhadap persyaratan pendanaan daripada hasil.

Selain itu, pemerintah secara tradisional memantau indikator kinerja utama (KPI) untuk melacak kemajuan dalam pengelolaan program. Pergeseran ke pengelolaan secara eksplisit berdasarkan hasil melalui OKR dapat membantu pemerintah menerjemahkan prioritas strategis mereka ke dalam tujuan yang lebih spesifik untuk dikerjakan oleh lembaga dan tim.

Misalnya, untuk mengukur peningkatan kemudahan berusaha di suatu wilayah, pemangku kepentingan dapat beralih dari menggunakan KPI agregat tahunan, seperti skor indeks, kepada menetapkan tujuan untuk menyederhanakan proses memulai bisnis. 

Salah satu hasil kuncinya adalah mengurangi jumlah birokrasi, dan mengurangi waktu rata-rata yang diperlukan (service level agremement) untuk mengeluarkan lisensi atau perizinan. Misalnya, Pemerintah Kota Pekanbaru dengan Mal Pelayanan Publik Kota Pekanbaru yang menghimpun 32 instansi untuk 173 jenis pelayanan dalam satu tempat  dan merupakan salah satu Mall Pelayanan Publik Terbaik di Indonesia yang di resmikan oleh Menteri PAN RB, pada tahun 2019.

KPI yang biasanya digunakan dalam proses alokasi anggaran tahunan, sementara OKR adalah metrik yang dapat diukur dalam jangka waktu yang relatif singkat, biasanya triwulan. Tinjauan yang lebih sering dapat memberikan fleksibilitas kepada agensi untuk bereksperimen, menguji, dan mengadaptasi berbagai metode untuk menentukan dan mencapai OKR yang mereka tetapkan untuk diri mereka sendiri.

Pemerintah pusat dapat menggunakan irama tinjauan triwulanan untuk menilai kemajuan menuju OKR dan mengalokasikan kembali sumber daya sesuai kebutuhan. Diskusi tinjauan juga memungkinkan pemerintah pusat untuk beralih dari melacak pencapaian yang telah direncanakan sebelumnya menjadi menilai hasil.

Untuk lembaga (didefinisikan sebagai entitas pemerintah yang berdiri sendiri dengan misi yang berbeda), kolaborasi lintas fungsi memiliki potensi besar. Sebagian besar lembaga terstruktur di sekitar keahlian fungsional atau sektor, tetapi departemen tidak dapat mencapai tujuan penuh organisasi mereka tanpa kolaborasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun