Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Berpengalaman di dunia perbankan sejak tahun 1990. Mendalami change management dan cultural transformation. Menjadi konsultan di beberapa perusahaan. Siap membantu dan mendampingi penyusunan Rancang Bangun Master Program Transformasi Corporate Culture dan mendampingi pelaksanaan internalisasi shared values dan implementasi culture.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Untukmu Sahabatku

7 Mei 2022   14:34 Diperbarui: 7 Mei 2022   14:38 432
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image: Kenangan Persahabatan di masa remaja akhir 70'an-awal 80'an (by Merza Gamal untuk ilustrasi)

Untukmu Sahabatku,

Teriring salam hangat dan persahabatan, kuhaturkan ucap syukur ke hadirat-Nya atas berkah dan karunia yang berlimpah. Mudah-mudahan engkau masih ingat akan diriku, sahabatmu di masa remaja yang mungkin tidak lagi dekat denganmu setelah kau menjadi orang sukses.

Dulu kita sahabat begitu dekat, teman begitu akrab, setiap hujan yang turun membasahi bumi, kita menarikan jari-jari di antara tetes-tetes air, membasahi tubuh kita, dan juga air mata yang ikut jatuh, tanpa ada yang bisa membedakan mana air mata dan mana tetesan hujan.

Dulu kita seperti angin, bertiup ke sana kemari, menggoyangkan pepohonan dan bunga-bunga, di taman ataupun di pelataran rumah orang. Kita mengirimkan pesan-pesan perdamaian bahwa hidup masih ada dan layak untuk diperjuangkan. Laksana matahari yang bersinar, kita merajut impian, menggapai cita-cita, yang sangat mungkin berbeda.

Sahabat, engkau sudah menapaki impianmu masa remajamu, kini masa tua pun tiba, jalanmu sudah terlihat mulai goyah, jabatan tak lagi jaya, menatap orang pun tak lagi gagah, kegelapan pun mulai menerpa.

Lihatlah, sahabat, ke atas. Apakah cahaya matahari yang begitu kuat tak sanggup menyinari gelapnya hatimu? Apakah tatapan mataku yang bersinar ini tak jua mampu menembus pekatnya murammu...???

Lihatlah sahabat, lihatlah dengan mata hatimu, engkau begitu terberkati cahaya ilahiyah. Bersyukurlah.

Sahabat, masihkah engkau teringat saat kita remaja melantunkan kalimat-kalimat indah, yang tersusun begitu rapi, berisi pesan-pesan penuh kedamaian dan keindahan? Bukankah kita coba selami maknanya dan kita coba simpan setiap hurufnya dalam memori kita?

Sehingga, saat panggilan-Nya datang, engkau lah yang akan ku minta melangkah ke depan, mengangkat kedua tanganmu dan memimpinku menghadap-Nya. Bukankah kalimat itu pula yang selalu kita ucapkan, puja dan puji pada Allah kita? Masihkah engkau ingat semua peristiwa penuh keagungan itu.

Jika, engkau terlupa, sahabat, izinkanlah aku mengulang kembali saat-saat itu. Mudah-mudahan, engkau akan mulai mengingat semua itu, meski tidak harus seindah dulu, tak harus seharu dulu, dan tak harus seperti dulu. Sahabat, bukankah Dia berfirman kepada para pembantu-Nya akan menciptakan kita sebagai khalifah, khalifah sahabat. Kita semua adalah khalifah, sahabat.

Kita sama dengan Abu Bakar, Umar Ibn Al Khattab, Usman Ibn Affan bahkan menantu Rasulullah, iya menantu dan keponakan beliau, Ali Ibn Abi Thalib. Apa engkau tidak bangga sahabat? Kita khalifah bagi diri kita, sedangkan mereka, karena pendidikan yang tinggi akan budi pekerti dan juga strategi duniawi yang mumpuni, mereka tak hanya menjadi khalifah bagi diri mereka sendiri, tapi juga ummat ini. Tapi, tetap sahabat, kita juga khalifah...

Sahabat, bukankah peran khalifah adalah melayani: melayani kehidupan, melayani kemanusiaan, melayani orang-orang tertindas dan membebaskan mereka dari belenggu ketidakberdayaan semu hingga kedudukan manusia menjadi setara baik di hadapan Tuhan, apalagi di hadapan manusia; melayani orang-orang yang lemah, hingga mereka menjadi kuat dan mampu menunjukkan kalau mereka layak dihargai baik sebagai makhluk Tuhan juga sebagai manusia ; melayani orang-orang yang didzalimi hingga keadilan yang menjadi hak setiap orang dapat terciptakan dan terbagikan merata; melayani orang-orang yang kuat hingga ia tidak memandang lemah orang lain; melayani orang yang kaya dan miskin hingga bukan materi lagi yang jadi ukuran kesuksesan, apalagi ukuran kehidupan.

Sahabat, tentunya engkau lebih mengerti dan memahami apa tujuan kita diciptakan bukan? Untuk apa kita dilahirkan ke muka bumi ini dalam keadaan tak berbaju dan begitu polos, engkau juga tentu lebih memahami kenapa engkau dan aku tidak diciptakan sama, engkau begitu putih sedangkan aku agak hitam, dan di sana sebagian saudara kita memiliki warna kulit yang jauh lebih gelap dari pada kita, tetapi bukan itu, sahabat, yang menjadi dasar dalam kita memandang dan menentukan kebijakan bukan? Semua itu hanya fana, semua itu pun hanya titipan, jauh di lubuk hati terdalam, saat kebaikan yang ditumbuhkan, saat perilaku yang saling menghargai menjadi bagian dari kehidupan, itulah saat di mana manusia mencapai derajat paling tinggi, ummat terbaik yang pernah dilahirkan.

Sahabat, semua itu bukanlah impian, semua itu pernah tergariskan dalam tinta emas sejarah, dan semua itu tidak mustahil untuk kita ciptakan lagi bukan? bukankah Tuhan pun sudah memastikan, bahwa hidup ini laksana roda, ia berputar, terkadang di atas tak jarang di bawah, akan tetapi ia tidak berputar dengan sendirinya bukan?

Ia berputar karena ada tenaga, ada motivasi, ada energi dan ada cita-cita yang mengarahkannya hingga bergerak mencapai tujuan, bukankah hidup kita dan ummat ini pun demikian, seperti roda, dan tugas kita adalah menggerakan seluruh potensi dalam diri dan ummat ini agar menjadi seimbang dan kuat, saat di atas kita tidak terlupa dan mesti mensyukuri dan sesaat kita di bawah dan terpuruk seperti saat ini tidak membuat kita putus asa dan meninggalkan harapan akan kebaikan dan usaha-usaha kemanusiaan, tidak sahabat, justru tugas kitalah untuk tetap berjuang-dan berjuang, menjadi khalifah bagi diri sendiri, umat ini dan manusia.

Sahabat, kini engkau purna bakti dalam tugas jabatanmu, tetapi bukan berarti tidak ada lagi kesempatan untuk berperan bagi umat ini, aku mengetahui dengan keyakinanku yang mendalam, dalam lubuk hatimu, engkau akan tetap sahabat yang dulu ku kenal, yang selalu memperjuangkan keadilan dan terlaksananya tata kehidupan yang berpihak pada kemanusiaan.

Karena itu sahabat, mari kita berjuang, mari goreskan pena, mari langkahkan kaki, mari kerahkan tenaga, mari putar otak kita, di usia pension kita. Mari... dan setiap goresan, langkah, pengerahan dan perputaran otak kita akan tercatat, tidak hanya oleh malaikat akan tetapi oleh mereka-mereka yang merasakan manfaat dari perjuangan kita, seluruh umat manusia.

Sahabat, mungkin kita tidak akan dikenang layaknya Rasulullah, Abu Bakar, Umar, Usman, Ali atau para tokoh sahabat lainnya, akan tetapi cukuplah kita dipandang dan dikagumi oleh yang Maha Terkasih, Allah. Adakah kebanggan yang lebih membanggakan selain dibanggakan oleh Yang Maha Membanggakan, tidak ada kan, sahabat...???

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun