Menjelang Idul Fitri banyak hal yang dilakukan umat Islam untuk menyambutnya. Masing-masing daerah punya tradisi unik dalam.Â
Masyarakat Melayu Riau mempunyai tradisi Lampu Colok dalam memeriahkan malam-malam terakhir Ramadhan hingga malam Idul Takbiran.
Colok dalam bahasa Melayu berarti  alat penerang. Masyarakat Melayu memberi nama colok itu dengan sebutan "pelite" atau "pelito" yakni sejenis lampu teplok yang menggunakan sumbu kompor memakai minyak tanah sebagai bahan bakar penerangnya.Â
Colok merupakan lampu tradisonal yang biasa dipakai untuk menerangi kegelapan di daerah pedesaan di jaman belum adanya penerangn listrik. Bahan lampu colok ini bisa terbuat dari bambu, seperti obor.Â
Dalam perkembangannya, lampu colok juga terbuat dari kaleng atau botol bekas minuman yang dibuat seperti lampu senter. Setelah itu di isi dengan minyak tanah untuk menyalakan sumbu yang terpasang di tengahnya.
Dahulu, colok sehari-hari digunakan sebagai alat penerangan yang diletakkan didepan pintu rumah, dan berguna menemani disaat anak-anak pergi mengaji dan belajar didalam kegelapan malam, penerangan colok ini sangat berguna disaat aktivitas masyarakat berada diluar terutama bagi nelayan yang akan pergi melaut.Â
Sampai saat ini (sebelum pandemi) pada malam Takbiran, anak-anak yang ikut mengaji di Masjid akan berkeliling kampung, pawai membawa lampu colok.
Seiring dengan berjalannya waktu, sebagai bentuk penghormatan terhadap tradisi turun temurun, masyarakat Melayu menjelang penghujung bulan Ramadhan menggunakan penerangan colok ini sebagai hiasan didepan rumah.
Terutama dalam menghadapi malam lailatul qadar, yang puncaknya akan menyalakan lampu colok di seluruh pelosok kampung pada malam ke-27.
Lampu colok memiliki romansa tersendiri bagi masyarakat Melayu. Dari cerita turun temurun dikisahkan bahwa lampu colok dahulu merupakan sarana penerang jalan bagi masyarakat yang ingin membayar Fitrah tiap malam 27 Ramadan ke masjid atau ke rumah masyarakat yang menghimpun zakat fitrah (Pak Lebai).
Dalam rangka melestarikan budaya Lampu Colok dalam akhir Ramadhan dan menyambut perayaan Idul Fitri, maka sejak era 2000'an pemerintah daerah di beberapa Kabupaten dan Kota di Riau menyelenggarakan Festival Lampu Colok.
Masyarakat setiap kampung akan membuat Lampu Colok dari botol-botol bekas yang diisi minyak dan sumbu, kemudian disusun rapi menyerupai bentuk masjid. Sinar nyala api berbentuk ornamen-ornamen yang menyerupai masjid tersebut membuat seluruh mata tertuju dan takjub.
Festival Lampu Colok ini biasanya dipertandingkan antar Kecamatan. Festival lampu Colok merupakan khasanah warisan budaya tempo dulu yang bertahan hingga sekarang.Â
Dan Kini Festival Lampu Colok telah menjadi agenda wisata bagi beberapa daerah, seperti di Kota Pekanbaru, Dumai, dan Kabupaten Bengkalis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H