Ramadhan telah lewat 24 hari. Malam ini kita memasuki hari ke-25. Mari kita evaluasi puasa kita, apakah lisan kita ikut berpuasa dari mengucapkan dan menyampaikan keburukan.
Satu ketika, sahabat Mu'adz bin Jabal ra. bertanya kepada Nabi SAW tentang keburukan lisan atau ucapan. "Wahai Rasulullah, apakah kita diazab karena apa yang kita ucapkan?"
Nabi SAW menjawab, "Bagaimana engkau ini wahai Mu'adz, bukankah seseorang tertelungkup dalam neraka di atas wajahnya karena sebab lisannya?" (HR At-Tirmidzi)
Menurut Syaikh Dr. Ahmad Farid dalam kitab Tazkiyyatun Nafs, hadits dari Mu'adz bin Jabal ra. tersebut secara zahir menunjukkan bahwa yang paling banyak menjerumuskan manusia ke dalam neraka adalah keburukan lisannya.
Mengapa demikian? Sesungguhnya, dengan lisanlah maksiat perkataan dilakukan, semisal perkataan yang mengandung kesyirikan. Padahal, syirik adalah dosa terbesar di sisi Allah Ta'ala.
Lewat lisan masuk pula perkataan tentang Allah SWT tanpa disertai ilmu, kesaksian atau sumpah palsu, sihir, dusta, menuduh wanita berzina, ghibah, adu domba (naminah), termasuk pula menyakiti hati sesama.
Maka, karena keburukan lisanlah seseorang bisa terhalang dari kematian husnul khatimah. Karena keburukan lisan pula seseorang mendapati kebangkrutan di akhirat, padahal dia mati dengan membawa pahala shalat pada malam hari dan shaum pada siang hari.
Maka, karena keburukan lisan pulalah seseorang terhalang dari mendapatkan pahala dan aneka kemuliaan ibadah puasa pada bulan Ramadhan. Nabi SAW bersabda:
"Siapa tidak meninggalkan perkataan dusta dan malah mengamalkannya, niscaya Allah tidak membutuhkan rasa lapar dan haus (dari puasa yang dilakukannya)." (HR Al-Bukhari, No. 1903)
Mungkin dua nasihat berikut bisa sebagai pengingat diri agar kita lebih serius lagi dalam memenjarakan lisan dari keburukan.
Dalam Bahrud-Dumu', Ibnul Jauzi rahimahullh menuliskan, "Siapa menjaga lisannya di dunia karena Allah, niscaya Allah akan memberinya kemampuan untuk mengucapkan syahadat ketika dia wafat dan bertemu dengan-Nya.
Dan, siapa membiarkan lisannya mencela kehormatan kaum Muslim dan mengikuti aib-aib mereka, niscaya Allah akan menahan lisannya dari mengucapkan syahadat ketika dia wafat."
Umar bin Abdul Aziz rahimahullh pun menasihatkan, "Kami mendapati pada kaum salaf bahwa mereka tidak memandang suatu ibadah itu dari puasa dan shalat semata. Akan tetapi, (mereka memandang) bagaimana berhentinya seseorang menjatuhkan kehormatan manusia.
Seseorang yang tegak shalat pada malam harinya dan puasa pada siang harinya, akan tetapi dia tidak menjaga lisannya, niscaya akan bangkrutlah dia di akhirat." (At-Tamhd, 17:443)
Semoga lisan kita ikut berpuasa dari membicarakan dan menyampaikan hal-hal  yang buruk agar puasa kita kehilangan makna. Dengan menjalankan ibadah Ramadhan dengan tulus dan khusyuk, semoga dapat melatih lisan kita lebih baik dari sebelumnya.
Wallahualam bishowab.
Terus Semangat!!!
Tetap Semangat...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H