Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Berpengalaman di dunia perbankan sejak tahun 1990. Mendalami change management dan cultural transformation. Menjadi konsultan di beberapa perusahaan. Siap membantu dan mendampingi penyusunan Rancang Bangun Master Program Transformasi Corporate Culture dan mendampingi pelaksanaan internalisasi shared values dan implementasi culture.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Inspirasi Ibu Kartini: Antara Buku "Habis Gelap Terbitlah Terang" dan "Terjemahan Al Quran" Berbahasa Jawa

21 April 2022   09:00 Diperbarui: 21 April 2022   10:55 1712
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini, 21 April 2022 adalah peringatan Hari Kartini. Sejak saya masih kecil, peringatan Hari Kartini, identik dengan saatnya menggunakan kebaya dan lomba-lomba kewanitaan di sekolah dan kantor, bahkan lomba masak Bapak-bapak. Seringkali peringatan tersebut kehilangan makna sebagaimana apa yang diperjuangkan oleh Kartini.

Banyak orang, bahkan para perempuan yang mengadakan perayaan hari Kartini tersebut tidak mengenal siapa Kartini dan apa saja yang diperjuangkan Ibu Kartini selama hidupnya yang tidak panjang (beliau meninggal dalam usia muda, 25 tahun).

Kebanyakan orang hanya tahu Kartini dikenal karena Buku "Habis Gelap Terbitlah Terang" yang merupakan kumpulan surat-surat beliau kepada sahabat-sahabatnya di Belanda. 

Oleh karena itu setelah masa Orde Baru, peringatan Hari Kartini sempat digugat banyak orang, yakni mengapa harus Ibu Kartini yang diperingati, bukan para pejuang perempuan lain yang nyata-nyata berjuang di medan perang seperti Laksamana Hayati, Cut Nyak Dien, Christina Martha Tiahuhu. Atau HR Rasuna Said dan Dewi Sartika yang membuka kesempatan perempuan Indonesia mendapat pendidikan sama dengan pria.

Buku "Habis Gelap Terbitlah Terang" merupakan pemikiran Kartini di masa-masa awal sebelum beliau mempelajari dan memahami Islam dengan lebih seksama. 

Setelah Kartini wafat,  J.H. Abendanon yang menjabat sebagai Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan Hindia Belanda mengumpulkan dan membukukan surat-surat yang pernah dikirimkan R.A Kartini pada teman-temannya di Eropa.

Dalam salah satu surat bertanggal 6 November 1899, Kartini menyampaikan kegelisahan dan  curahan hati kepada sahabat penanya, Stella Zeehandelaar yang dikutip dari buku Habis Gelap Terbitlah Terang, yakni: "Mengenai agamaku, Islam, aku harus menceritakan apa? Islam melarang umatnya mendiskusikan ajaran agamanya dengan umat lain. Lagi pula, aku beragama Islam karena nenek moyangku Islam. Bagaimana aku dapat mencintai agamaku, jika aku tidak mengerti dan tidak boleh memahaminya?"

"Aku pikir, adalah gila orang diajar membaca tapi tidak diajar makna yang dibaca. Itu sama halnya engkau menyuruh aku menghapal bahasa Inggris, tapi tidak memberi artinya. Aku pikir, tidak jadi orang saleh pun tidak apa-apa, asalkan jadi orang baik hati. Bukankah begitu Stella?"

Kegelisahan Kartini atas keputusan ulama melarang penerjemahan Al Quran berlanjut sampai beberapa tahun kemudian. Dia lalu mengirimkan surat lagi kepada Nyonya Abendanon. Dalam surat tertanggal 15 Agustus 1902, dia menuliskan tak mau lagi mempelajari Al Quran.

"Dan waktu itu aku tidak mau lagi melakukan hal-hal yang tidak tahu apa perlu dan manfaatnya. Aku tidak mau lagi membaca Al Quran, belajar menghapal perumpamaan-perumpamaan dengan bahasa asing yang tidak aku mengerti artinya."

"Jangan-jangan, guruku pun tidak mengerti artinya. Katakanlah kepada aku apa artinya, nanti aku akan mempelajari apa saja. Aku berdosa. Kitab ini terlalu suci, sehingga kami tidak boleh mengerti apa artinya."

Dalam kegelisahannya terhadap Al Quran, Kartini bertemu seorang ulama dari Darat, Semarang, Jawa Tengah. Ulama itu adalah Kiai Sholeh Darat. Keduanya bertemu dalam acara pengajian di rumah Bupati Demak Pangeran Ario Hadiningrat, paman Kartini. Saat itu, Kiai Sholeh sedang memberikan pengajaran tentang tafsir surat Al Fatihah, surat pembuka dalam Alquran. Satu hal yang sangat baru ditemui dan didengar Kartini. (Sumber: https://www.liputan6.com/)

Begitu pengajian usai, Kartini segera menemui pamannya. Ia menyampaikan keinginan bertemu Kiai Sholeh untuk berguru, bahkan sampai mendesak pamannya untuk menemani dirinya menemui sang ulama. Usahanya tak sia-sia. Pamannya yang terenyuh melihat Kartini pun mengantarnya.

"Kiai, perkenankan saya bertanya bagaimana hukumnya apabila seorang berilmu, namun menyembunyikan ilmunya?" tutur Kartini membuka dialog dengan Kiai Sholeh Darat setelah berbasa-basi lazimnya orang Jawa.

Kiai Sholeh malah balik bertanya, "Mengapa Raden Ajeng mempertanyakan hal ini? Kenapa bertanya demikian?"

Dijawab oleh Kartini, "Kiai, selama hidupku baru kali ini saya berkesempatan memahami makna surat Al Fatihah, surat pertama dan induk Al Quran. Isinya begitu indah, menggetarkan sanubariku."

Kartini lalu menyampaikan rasa syukurnya kepada Allah diberi kesempatan memahami Al Fatihah. Kyai Sholeh tertegun. Kiai kharismatik itu tak kuasa menyela.

"Namun, saya heran mengapa selama ini para ulama melarang keras penerjemahan dan penafsiran Al Quran ke dalam bahasa Jawa. Bukankah Al Quran adalah bimbingan hidup bahagia dan sejahtera bagi manusia?" ucap Kartini.

Dialog berhenti, Kiai Sholeh tak bisa berkata apa-apa kecuali bertasbih, "Subhanallah."

Kartini telah menggugah kesadaran Kiai Sholeh untuk melakukan pekerjaan besar, menerjemahkan Al Quran ke dalam Bahasa Jawa.

Image:  KH. Sholeh Darat,  Pelopor Penerjemahan Al Quran Pegon (Berbahasa Jawa) pada Masa Kolonial (aswajamuda.com)
Image:  KH. Sholeh Darat,  Pelopor Penerjemahan Al Quran Pegon (Berbahasa Jawa) pada Masa Kolonial (aswajamuda.com)

Setelah pertemuan itu, Kiai Sholeh menerjemahkan ayat demi ayat, juz demi juz. Sebanyak 13 juz terjemahan diberikan sebagai hadiah perkawinan Kartini. Kartini menyebutnya sebagai kado pernikahan yang tidak bisa dinilai manusia.

Surat yang diterjemahkan Kiai Sholeh adalah Al Fatihah sampai Surat Ibrahim. Kartini mempelajarinya secara serius, hampir di setiap waktu luangnya. Sayangnya, Kartini tidak pernah mendapat terjemahan ayat-ayat berikutnya karena Kiai Sholeh meninggal dunia sebelum bisa menyelesaikan terjemahan surat-surat lainnya.

Tafsir Al Fatihah sang kiai ditulis menjadi kitab berjudul, Faid Ar Rahman. Inilah kitab tafsir Al Quran perdana di Tanah Air yang ditulis dalam bahasa Jawa dengan aksara Arab atas dorongan Kartini terhadap kegalauannya tidak bisa memahami Al Quran yang berbahasa Arab.

Image:  Tafsir Faidh al Rahman (Foto Blog Ridlofalaky)
Image:  Tafsir Faidh al Rahman (Foto Blog Ridlofalaky)

Saat ini, kebanyakan orang hanya memahami pemikiran Kartini tidak secara lengkap, yakni hanya  sepotong surat pemikiran di masa-masa awal tanpa dilengkapi pemikiran Kartini pada masa-masa akhir, karena pada akhirnya dia mampu menerima kebenaran agamanya tanpa kehilangan esensi dari apa yang dia pertanyakan.

Kartini pula yang meminta supaya Al Quran diterjemahkan sehingga memudahkan untuk dipelajari bagi mereka yang tidak mengenyam pendidikan pesantren.

Namun demikian, perlu pula kita pikirkan untuk memperjuangkan agar ada Hari Rohana Kudus, Hari Dewi Sartika, Hari Cut Nya Dien, Hari Laksamana Malahayati, Hari Christina Martha Tiahuhu, dan Hari Pejuang Perempuan lainnya. 

Pada akhirnya nanti ada Hari Perempuan Indonesia yang tidak mengacu pada satu tokoh seolah-olah menafikan kehadiran tokoh-tokoh perempuan lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun