Setelah pertemuan itu, Kiai Sholeh menerjemahkan ayat demi ayat, juz demi juz. Sebanyak 13 juz terjemahan diberikan sebagai hadiah perkawinan Kartini. Kartini menyebutnya sebagai kado pernikahan yang tidak bisa dinilai manusia.
Surat yang diterjemahkan Kiai Sholeh adalah Al Fatihah sampai Surat Ibrahim. Kartini mempelajarinya secara serius, hampir di setiap waktu luangnya. Sayangnya, Kartini tidak pernah mendapat terjemahan ayat-ayat berikutnya karena Kiai Sholeh meninggal dunia sebelum bisa menyelesaikan terjemahan surat-surat lainnya.
Tafsir Al Fatihah sang kiai ditulis menjadi kitab berjudul, Faid Ar Rahman. Inilah kitab tafsir Al Quran perdana di Tanah Air yang ditulis dalam bahasa Jawa dengan aksara Arab atas dorongan Kartini terhadap kegalauannya tidak bisa memahami Al Quran yang berbahasa Arab.
Saat ini, kebanyakan orang hanya memahami pemikiran Kartini tidak secara lengkap, yakni hanya  sepotong surat pemikiran di masa-masa awal tanpa dilengkapi pemikiran Kartini pada masa-masa akhir, karena pada akhirnya dia mampu menerima kebenaran agamanya tanpa kehilangan esensi dari apa yang dia pertanyakan.
Kartini pula yang meminta supaya Al Quran diterjemahkan sehingga memudahkan untuk dipelajari bagi mereka yang tidak mengenyam pendidikan pesantren.
Namun demikian, perlu pula kita pikirkan untuk memperjuangkan agar ada Hari Rohana Kudus, Hari Dewi Sartika, Hari Cut Nya Dien, Hari Laksamana Malahayati, Hari Christina Martha Tiahuhu, dan Hari Pejuang Perempuan lainnya.Â
Pada akhirnya nanti ada Hari Perempuan Indonesia yang tidak mengacu pada satu tokoh seolah-olah menafikan kehadiran tokoh-tokoh perempuan lainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H