Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Berpengalaman di dunia perbankan sejak tahun 1990. Mendalami change management dan cultural transformation. Menjadi konsultan di beberapa perusahaan. Siap membantu dan mendampingi penyusunan Rancang Bangun Master Program Transformasi Corporate Culture dan mendampingi pelaksanaan internalisasi shared values dan implementasi culture.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Inspirasi Ibu Kartini: Antara Buku "Habis Gelap Terbitlah Terang" dan "Terjemahan Al Quran" Berbahasa Jawa

21 April 2022   09:00 Diperbarui: 21 April 2022   10:55 1712
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image:  KH. Sholeh Darat,  Pelopor Penerjemahan Al Quran Pegon (Berbahasa Jawa) pada Masa Kolonial (aswajamuda.com)

"Jangan-jangan, guruku pun tidak mengerti artinya. Katakanlah kepada aku apa artinya, nanti aku akan mempelajari apa saja. Aku berdosa. Kitab ini terlalu suci, sehingga kami tidak boleh mengerti apa artinya."

Dalam kegelisahannya terhadap Al Quran, Kartini bertemu seorang ulama dari Darat, Semarang, Jawa Tengah. Ulama itu adalah Kiai Sholeh Darat. Keduanya bertemu dalam acara pengajian di rumah Bupati Demak Pangeran Ario Hadiningrat, paman Kartini. Saat itu, Kiai Sholeh sedang memberikan pengajaran tentang tafsir surat Al Fatihah, surat pembuka dalam Alquran. Satu hal yang sangat baru ditemui dan didengar Kartini. (Sumber: https://www.liputan6.com/)

Begitu pengajian usai, Kartini segera menemui pamannya. Ia menyampaikan keinginan bertemu Kiai Sholeh untuk berguru, bahkan sampai mendesak pamannya untuk menemani dirinya menemui sang ulama. Usahanya tak sia-sia. Pamannya yang terenyuh melihat Kartini pun mengantarnya.

"Kiai, perkenankan saya bertanya bagaimana hukumnya apabila seorang berilmu, namun menyembunyikan ilmunya?" tutur Kartini membuka dialog dengan Kiai Sholeh Darat setelah berbasa-basi lazimnya orang Jawa.

Kiai Sholeh malah balik bertanya, "Mengapa Raden Ajeng mempertanyakan hal ini? Kenapa bertanya demikian?"

Dijawab oleh Kartini, "Kiai, selama hidupku baru kali ini saya berkesempatan memahami makna surat Al Fatihah, surat pertama dan induk Al Quran. Isinya begitu indah, menggetarkan sanubariku."

Kartini lalu menyampaikan rasa syukurnya kepada Allah diberi kesempatan memahami Al Fatihah. Kyai Sholeh tertegun. Kiai kharismatik itu tak kuasa menyela.

"Namun, saya heran mengapa selama ini para ulama melarang keras penerjemahan dan penafsiran Al Quran ke dalam bahasa Jawa. Bukankah Al Quran adalah bimbingan hidup bahagia dan sejahtera bagi manusia?" ucap Kartini.

Dialog berhenti, Kiai Sholeh tak bisa berkata apa-apa kecuali bertasbih, "Subhanallah."

Kartini telah menggugah kesadaran Kiai Sholeh untuk melakukan pekerjaan besar, menerjemahkan Al Quran ke dalam Bahasa Jawa.

Image:  KH. Sholeh Darat,  Pelopor Penerjemahan Al Quran Pegon (Berbahasa Jawa) pada Masa Kolonial (aswajamuda.com)
Image:  KH. Sholeh Darat,  Pelopor Penerjemahan Al Quran Pegon (Berbahasa Jawa) pada Masa Kolonial (aswajamuda.com)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun