Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Berpengalaman di dunia perbankan sejak tahun 1990. Mendalami change management dan cultural transformation. Menjadi konsultan di beberapa perusahaan. Siap membantu dan mendampingi penyusunan Rancang Bangun Master Program Transformasi Corporate Culture dan mendampingi pelaksanaan internalisasi shared values dan implementasi culture.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Menghentikan Ketidakadilan Berbasis Identitas pada Perusahaan

19 April 2022   08:21 Diperbarui: 19 April 2022   08:22 447
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagi perusahaan sebagai akibat dari pandemi, beralih ke campuran pekerja virtual dan pekerja lokal (bekerja secara hybrid), yang melakukannya dengan baik maka akan menghadirkan peluang. Jika para pemimpin bisnis dapat menggunakan momen ini untuk meningkatkan kepercayaan dan kinerja tim yang mereka andalkan dengan menghilangkan interaksi yang menyebabkan beberapa pekerja---baik virtual atau di tempat---merasa kurang beruntung, diperlakukan tidak adil, dikucilkan, diminimalkan, atau dikecilkan.

Eksekutif perusahaan wajib mengambil tindakan untuk menghentikan segala bentuk ketidakadilan berbasis identitas. Keanekaragaman, kesetaraan, dan inklusi sekarang diakui sebagai lebih dari sekadar suntikan insan perusahaan minoritas ke dalam perusahaan, tetapi sebagai cara untuk memanfaatkan kekuatan unik dari tenaga kerja multiras, seimbang gender, dan saling berhubungan.

Dengan memperkenalkan proses seperti FTIL (Forging Team Inclusiveness Loop) yang dirancang oleh Sabah Alam Hydari, seorang pelatih kepemimpinan dan transformasi tim (penasihat anak perusahaan McKinsey, Aberkyn), para pemimpin dapat lebih efektif membantu tim mereka memecah silo yang diciptakan oleh orang lain dan, melalui kontak antarkelompok yang berfokus pada kegiatan non-kerja, menumbuhkan rasa memiliki, keaslian, dan makna bagi semua anggota tim.

FTIL direpresentasikan secara struktural sebagai tanda tak terhingga untuk melambangkan sifat fleksibel dan mudah beradaptasi dari proses sinergis (pameran). Strukturnya juga menunjukkan bahwa tidak ada awal atau akhir dari proses kerja untuk menciptakan ikatan yang kuat, penerimaan, dan keadilan di antara tim dan pemimpin.

Lingkaran inklusivitas terdiri dari empat bagian. Namun, sebelum memulai proses FTIL, seorang fasilitator (yang mungkin berasal dari dalam atau luar organisasi tetapi biasanya bukan anggota atau pemimpin tim yang bersangkutan) harus membuat penilaian penting: Apakah ada keamanan psikologis yang cukup untuk melakukan proses di mana peserta mengungkapkan aspek rentan dari kehidupan batin mereka? Untuk membuat penilaian ini, dan untuk melanjutkan proses, fasilitator perlu memainkan peran ganda---sebagai bagian dari proses dan sebagai orang yang memegang sekaligus menampung ruang. Peran ganda ini tidak selalu mudah, dan memerlukan navigasi yang terampil dari lanskap batin seseorang, karena keadaan batin fasilitator akan mempengaruhi kemampuan untuk menciptakan kondisi keamanan dan penahanan yang dibutuhkan proses.

Fase Pertama; Menjelajahi identitas tersembunyi (Exploring hidden identity)

Fase pertama dari proses FTIL melibatkan penjelajahan banyak identitas. Psikolog sosial telah menguraikan bagaimana pemahaman dan apresiasi terhadap identitas dan peran yang berbeda dapat menjadi penting untuk koneksi dan integrasi. Koneksi dan integrasi dalam tim atau organisasi (atau bahkan masyarakat secara keseluruhan) mungkin kurang ketika kita tidak secara sadar menyadarinya. berbagai karakteristik dan keterampilan yang dimiliki oleh rekan-rekan kita, selain dari identitas profesional mereka. Mengenali aspek-aspek yang berbeda ini dapat membantu memanusiakan para pemimpin, khususnya dalam situasi di mana para pemimpin menyembunyikan aspek-aspek berbeda dari diri mereka sendiri karena takut akan prasangka. Tapi bagaimana kita mendorong berbagi identitas tersembunyi?

Mulailah dengan menciptakan ruang yang aman secara psikologis untuk melakukannya. Metode yang efektif untuk menghasilkan lingkungan yang aman dan menyenangkan adalah melalui penggunaan seni. Gambar dapat memberikan akses ke materi bawah sadar dan membuatnya tersedia untuk eksplorasi guna mendorong keterbukaan, pembelajaran, dan penyembuhan. Seni berhubungan dengan sisi kreatif yaang menyebabkan beberapa momen introspeksi.

Gambar dapat membantu tim membagikan identitas tersembunyi mereka. Misalnya, seseorang anggota tim dalam sebuah workshop FTIL dapat mempresentasikan karya seni yang berkaitan dengan identitas agamanya, sementara seorang lainnya merasa nyaman, untuk pertama kalinya, berbagi keyakinan agamanya dengan rekan-rekannya. Menjelajahi identitas individu mereka memungkinkan anggota tim untuk terhubung satu sama lain dengan cara baru.

Fase Kedua; Menjelajahi narasi (Exploring narratives)

Fase kedua dari proses FTIL melibatkan eksplorasi pengalaman melalui storytelling. Cerita adalah alat yang ampuh untuk mengurangi hambatan dan mendorong berbagi dengan cara yang aman dan nyaman---bahkan dalam lingkungan profesional. Narasi individu sering menyoroti pengalaman serupa dan berbagi emosi, seperti ketakutan, kecemasan, kegembiraan, dan harapan. Berbagi cerita dapat memanfaatkan arketipe yang tertanam dalam dalam ketidaksadaran kolektif kita. Ini dapat membantu meningkatkan empati, meningkatkan toleransi, dan pada akhirnya menciptakan rasa kesamaan dalam tim.

Selain itu, mendongeng memiliki manfaat restoratif bagi pendongeng---di luar manfaat bagi tim---terutama ketika peserta meluangkan waktu untuk berdiskusi, merenungkan, dan menegaskan cerita yang telah dibagikan. Karena beberapa orang mungkin merasa khawatir tentang berbagi, kebutuhan untuk menciptakan ruang yang aman secara psikologis bagi para peserta menjadi semakin penting.

Anggota tim diminta untuk mengingat momen yang menantang atau membanggakan dalam hidup mereka, idealnya tidak terkait dengan pekerjaan. Setiap individu menggunakan latihan ini untuk memanfaatkan kenangan yang rentan, berani, dan menginspirasi. Sangat menyentuh untuk mendengar perjalanan pribadi setiap orang, merasakan kemanusiaan di dalam ruangan. Salah satu anggota tim, seorang ayah yang bercerai, dengan sedih berbagi momen ketika putrinya memanggilnya dan dengan gembira mengumumkan bahwa dia telah mendapatkan peran utama dalam drama sekolah. Dia adalah panggilan pertamanya, dan pada saat itu ketakutannya tentang kurangnya koneksi mereka terangkat. Saya mengamati mata anggota tim paling senior kedua melembut dan menjadi berkaca-kaca setelah mendengar cerita rekan ini. Kelompok itu telah terhubung pada tingkat yang baru dan lebih dalam.

Dengan mengenali kecemasan dan tanggung jawab bersama, kita dapat menciptakan perubahan dalam cara kita memandang kemanusiaan kita sendiri dan kesamaan yang kita miliki dengan orang lain.

Fase Ketiga; Menjelajahi yang lain (Exploring otherness)

Mungkin fase proses FTIL yang paling rumit dan penting melibatkan penjelajahan keberbedaan. Langkah ini meminta peserta untuk berada pada posisi paling rentan saat mereka mengungkapkan rasa keberbedaan mereka sendiri. Itu juga mengundang kejujuran tentang saat-saat ketika kita memperlakukan orang seolah-olah mereka adalah orang lain.

Peluang untuk pertumbuhan, pemahaman, dan integrasi dalam tim berasal dari pengakuan dan pemeriksaan secara kolektif pengalaman hidup di mana individu merasa dihakimi atau diasingkan karena beberapa aspek identitas mereka. Keterbukaan dapat menciptakan kesadaran akan bias yang mendasari dan dampak negatif dari stereotip. Hal ini tidak hanya dapat membantu kita memahami perasaan dan tanggapan kita sendiri dalam situasi seperti itu, tetapi juga dapat menciptakan pemahaman penting tentang persamaan dan perbedaan dalam pengalaman menjadi orang lain.

Melalui cerita-cerita yang berkesan di antara anggota tim akan terdapat keserupaan pengalaman dan dapat dihubungkan. Keterbukaan dan berbagi menciptakan pemahaman tentang dampak bias bawah sadar dan bagaimana tidak ada yang benar-benar aman darinya.

Setelah bercerita, kemudian semua anggota tim diminta untuk menghilangkan bias mereka sendiri dengan mengingat saat ketika mereka memperlakukan orang lain secara berbeda, misalnya: menilai anggota tim baru di tempat kerja sebelum bertemu dengan mereka; mengingat permusuhan terhadap anak yang berbeda di sekolah; mengalami ketakutan atau kekhawatiran tentang orang-orang, baik di tempat kerja atau dalam kehidupan pribadi seseorang, karena penampilan mereka; mengundang anggota tertentu ke dalam tim karena mereka mengingatkan kita pada kita dan mengabaikan mereka yang sulit dihubungi; ingin bekerja dengan orang-orang karena usia atau jenis kelamin mereka. Dengan mengungkap prasangka tentang hal-hal seperti usia, ras, jenis kelamin, atau penampilan fisik, tampilan bias di masa depan dapat dikurangi.

Fase Keempat; Simbol Bersama (A shared symbol)

Tahap terakhir dari proses lingkaran inklusif menampilkan latihan yang lebih organik. Fase ini, mengeksplorasi spontanitas, membutuhkan pendekatan fisik, intuitif, atau sensorik, yang menciptakan ruang baru yang meditatif, reflektif, energik, dan/atau menantang.

Tujuan akhir workshop FTIL adalah agar tim dapat menciptakan identitas dan tujuan bersama. Oleh karena itu, para peserta workshop sebagai anggota tim diminta untuk bekerja sama menciptakan simbol yang mencerminkan identitas tim dan visi kolektif mereka.

Mereka akan berdebat dan berkolaborasi; setuju dan tidak setuju;  berubah pikiran beberapa kali. Pada akhirnya, mereka menciptakan burung beraneka warna dengan lebar sayap yang besar. Burung fantastis ini mewakili kemampuan kolektif tim untuk mengambil pandangan tingkat tinggi dari pasar mereka sambil juga "mendarat" pada aspek yang ditargetkan secara tepat dari pasar yag mereka tuju. Hal tersebut merupakan perayaan keragaman tim dan kebersamaan yang mereka rasakan meskipun ada ruang geografis di antara anggota. Mereka terbang bersama untuk mencapai tujuan kinerja mereka. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa, setidaknya dalam jangka pendek, tim menjadi lebih dekat.

Untuk mengevaluasi lebih lanjut hasil dari proses, dilakukan survei untuk menilai perasaan memiliki dan komunitas dan mengedarkannya sebelum dan sesudah lokakarya. Pasca-FTIL, skor tim jauh lebih tinggi untuk masing-masing metrik penting berikut: mengenal satu sama lain, merasa seperti sebuah tim, bersedia untuk mendukung satu sama lain, memiliki tujuan bersama, dan memahami diri sendiri.

Hasil seperti ini dapat meningkatkan komunikasi dan kolaborasi dalam tim dan memiliki efek positif pada budaya di seluruh perusahaan---semuanya menjadi sangat penting selama krisis Covid-19, dengan begitu banyak tim yang bekerja dari jarak jauh namun menginginkan hubungan pribadi dengan rekan kerja mereka.

Pada akhirnya, menjelajahi keberbedaan kita dapat membantu kita menemukan kesamaan kita.

MERZA GAMAL 

  • Pengkaji Sosial Ekonomi Islami
  • Author of Change Management & Cultural Transformation
  • Former AVP Corporate Culture at Biggest Bank Syariah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun