Tulisan ini merupakan intisari tausyah-tausyah sahabat saya yang setiap pagi sharing inspirasi melalui WA japri kepada saya.
Siapa yang tidak senang dengan limpahan nikmat dari Allah Ta'ala? Sesungguhnya, dengan hadirnya beragam nikmat dari-Nya kita bisa merasakan kegembiraan, kelapangan, terpenuhinya aneka kebutuhan, dan beragam hal menyenangkan lainnya.
Namun, ada yang jauh lebih penting dari sekadar mendapatkan nikmat, yaitu bagaimana kita bisa bersyukur atas nikmat tersebut. Sesungguhnya, tanpa hadirnya syukur, nikmat akan cepat hilangnya dan berganti menjadi musibah.
Maka, Imam Al-Ghazali mengatakan, "Nikmat itu liar. Maka, ikatlah dia dengan syukur!" (Ihy' Ulmuddn)
Hal itu pula yang dinasihatkan Ali bin Abi Thalib ra. kepada Jabir bin Abdullah ra., "Wahai Jabir, jika seseorang mendapatkan banyak nikmat (entah itu nikmat ilmu, harta, kedudukan, kesehatan dan lainnya), niscaya akan semakin banyak orang yang butuh kepadanya. Maka, siapa menunaikan kewajibannya, niscaya Allah akan melanggengkan nikmat tersebut untuknya. Namun sebaliknya, siapa lalai dengan kewajibannya itu, niscaya Allah akan mencabut nikmat darinya." (Al-Mustathraf)
Demikian halnya dengan Imam Hasan Al-Bashri ra. Beliau mengingatkan bahwa setiap nikmat yang dikaruniakan Allah Ta'ala kepada kita senantiasa akan membawa cobaan dan ujian.
"Allah Azza wa Jalla akan senantiasa menganugerahkan nikmat kepada hamba-Nya. Lalu, Allah akan melihat apa yang diperbuat sang hamba dengan nikmat tersebut. Jika dia memperlakukan nikmat itu dengan baik terhadap sesamanya, niscaya Allah akan menambahnya. Namun sebaliknya, Dia akan mengambil semua nikmat yang telah dianugerahkan kepadanya," demikian ujaran beliau (Tanbh Al-Mughtarn)
Maka, tidak mengapa kita berdoa agar mendapatkan kucuran nikmat dari Allah Ta'ala sesuai dengan apa yang kita butuhkan. Namun, yang tidak kalah penting adalah kita memohon kepada Allah Ta'ala agar kita diberi kemampuan untuk senantiasa bersyukur atas karunia dariNya, apapun bentuknya (QS An-Naml, 27:19).
Sesungguhnya, kemampuan untuk bersyukur menjadi tangga penyokong bagi hadirnya keutamaan lain terkait syukur ini. Apakah itu?
Dalam 'Uddatush Shbirn, Al-Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah mengatakan bahwa, "Syukur yang paling utama adalah engkau bersyukur karena engkau mampu bersyukur. Ketahuilah, kemampuan untuk bersyukur adalah taufik dari Allah Ta'ala bahwa engkau mampu bersyukur atas nikmatnya kesyukuran itu sendiri."
Syukur akan selalu menempatkan seseorang di jalan yang benar, lurus, dan baik. Syukur juga akan membuat seseorang selalu optimistis menjalani kehidupan. Orang yang bersyukur takkan pernah iri hati dengan apa yang diraih orang lain, karena ia sepenuhnya sadar, dirinya juga mendapatkan bagiannya sendiri dari Allah Azza wa Jalla.
Rasulullah SAW pernah memberikan ilustrasi perihal orang yang bersyukur: Dua hal apabila dimiliki oleh seseorang maka dia dicatat oleh Allah Azza wa Jalla sebagai orang yang bersyukur dan sabar. Dalam urusan ibadah dia melihat kepada yang lebih tinggi, lalu menirunya dan berusaha melampauinya. Dalam urusan dunia, dia melihat ke bawah kepada orang yang rezekinya tampak lebih sedikit, lalu bersyukur kepada Allah bahwa dia masih diberi kelebihan dibanding orang itu. (HR. at-Tirmidzi)
Semoga Allah Azza wa Jalla mengaruniakan hidayah-Nya kepada kita, sehingga tetap istiqamah senantiasa beryukur dan beristighfar untuk meraih ridha-Nya. Dan Ramadhan ini akan semakin melatih kita untuk mensyukuri segala nikmat yang telah kita peroleh di dunia ini.
Aamiin Ya Rabb
Wallahua'lam bishawab
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H