Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Berpengalaman di dunia perbankan sejak tahun 1990. Mendalami change management dan cultural transformation. Menjadi konsultan di beberapa perusahaan. Siap membantu dan mendampingi penyusunan Rancang Bangun Master Program Transformasi Corporate Culture dan mendampingi pelaksanaan internalisasi shared values dan implementasi culture.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Krisis Ekonomi dan Etika Moral Keagamaan

4 November 2021   05:55 Diperbarui: 4 November 2021   05:59 455
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perwujudan kapitalisme uang telah menimbulkan "kegairahan irasional" sebagaimana yang disampaikan oleh Alan Greenspan (Mantan Gubernur Bank Sentral Amerika) dalam bukunya. Joseph E. Stiglitz (2003) menyatakan "kegairahan irasional" akan berdampak besar terhadap terjadinya pengelembungan ekonomi.

Gelembung perekonomian senantiasa berbahaya, karena apabila meletus akan menimbulkan kerusakan sesudahnya. Biaya yang ditimbulkan oleh gelembung perekonomian mempunyai cakupan yang sangat besar, bukan hanya dikeluarkan pada selama masa gelembung terjadi, tetapi lebih banyak lagi yang harus dikeluarkan untuk menanggung akibat yang ditimbulkan pada saat gelembung tersebut meletus.

Sistem ekonomi yang tidak disertai etika moral keagamaan telah menyebabkan krisis yang tiada habisnya. Oleh karena itu, untuk mewujudkan suatu kondisi ideal, dimensi moral harus dikembalikan dalam sebuah sistem ekonomi yang berlaku, meskipun hal itu saja tidak cukup.

Kurangnya ceramah ruhani bukan penyebab utama kerusakan moral, ketiadaan keadilan dan kesejahteraan umum di dunia saat ini (Chapra, 2001). Kutbah dan ceramah ruhani telah cukup banyak dilakukan, namun diperlukan pula penciptaan suatu lingkungan yang sesuai dan strategi untuk mewujudkannya.

Lingkungan yang ideal akan dapat dicapai apabila setiap orang baik sebagai anggota masyarakat atau dunia usaha, maupun sebagai bagian dari organisasi pemerintahan rela mengorbankan kepentingan pribadi demi memenuhi kemaslahatan sosial di lingkungan keluarga, dalam dunia usaha, hidup bermasyarakat, atau di dalam bidang pemerintahan. Selama maksimalisasi kekayaan dan konsumsi adalah satu-satunya tujuan, maka pengorbanan itu menjadi kehilangan arti.

Penulis: MERZA GAMAL 

  • Pengkaji Sosial Ekonomi Islami
  • Author of Change Management & Cultural Transformation
  • Former AVP Corporate Culture at Biggest Bank Syariah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun