Mohon tunggu...
Mery Indriana
Mery Indriana Mohon Tunggu... Administrasi - swasta

penyuka senja

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Memutus Mata Rantai Benih Terorisme

10 Maret 2016   08:05 Diperbarui: 10 Maret 2016   08:09 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="beritagar.id"][/caption]Deradikalisasi umumnya ditujukan kepada para terpidana terorisme, di dalam lembaga pemasyarakatan. Upaya ini ditempuh agar para terpidana, tidak lagi melakukan tindak pidana terorisme, setelah masa hukumannya sudah habis. Program ini penting dilakukan, mengingat tidak sedikit juga terpidana teroris kembali melakukan tindakan teror setelah bebas dari penjara. Memang, masih banyak hal yang harus dibenahi dalam program deradikalisasi ini. Karena mengembalikan teroris ke jalan yang benar, tidak mudah karena menyangkut keyakinan seseorang.

Program deradikalisasi di dalam lembaga pemasyarakatan ini sudah ada yang mengurusnya. Yaitu badan nasional penanggulangan terorisme (BNPT). Namun, untuk mencegah terorisme tidak cukup melalui deradikalisasi di dalam lapas. Benih terorisme sudah mulai menyebar di masyarakat. Di wilayah inilah, perlu kerjasama semua pihak, termasuk diri kita sebagai warga negara, diharapkan juga aktif mencegah benih terorisme di masyarakat.  Karena semua orang berpotensi terkena virus terorisme.

Lalu, bagaimana mengantisipasinya? Keluarga para teroris, menurut saya adalah salah satu yang perlu mendapatkan perhatian serius. Memang, tidak semua keluarga teroris pasti akan mengikuti paham yang sama, namun tidak sedikit pula para keluarga teroris juga terkena virus kekerasan ini. Jika seorang suami yang radikal, seringkali mereka mengajak anak dan istrinya untuk ikut menjadi radikal. Mungkin kita bisa lihat, bagaimana terjadinya perkampungan Gafatar di Kalimantan beberapa waktu silam, rata-rata semuanya keluarga. Kita juga bisa lihat, WNI yang ditangkap akan ke Suriah, rata-rata juga keluarga dan mengajak anak-anaknya ikut serta.

Yang perlu diingat, keluarga teroris ini juga manusia. Mereka mempunyai hak yang sama. Karena itu, masyarakat tidak boleh seenaknya memperlakukan secara sewenang-wenang. Seperti layaknya  menyadarkan pelaku terorisme di lapas, memberi pemahaman kepada keluarga teroris ini juga tidak mudah. Karena, bisa jadi pengaruh-pengaruh radikal masih terus hilir mudik di kesehariannya. Berbagai pendekatan pun harus diupayakan. Termasuk pendekatan ekonomi, agar mereka mampu mencari nafkah sendiri agar bisa lepas dari lingkungan yang mengusung paham radikalisme keagamaan.

Di luar itu, ada juga kelompok ormas keagamaan yang menurut saya bisa berpotensi menjadi teroris. Dakwah-dakwahnya masih sering disusupi unsur kebencian. Perilaku kekerasan masih sering kita jumpai, ketika mereka melakukan sweeping, atau ketika merespon kelompok minoritas keagamaan. Bahkan, tak jarang mereka melakukan ajakan, agar memerangi kelompok yang dianggap kafir. Kelompok ini, seharusnya juga harus mendapatkan penyadaran, seperti halnya pelaku terorisme. Mereka juga perlu dilakukan deradikalisasi. Karena program ini bertujuan untuk meluruskan ke jalan yang benar.

Aksi main hakim sendiri, masih sering ditunjukkan kelompok ini. Apa jadinya jika mereka memegang senjata atau bom, semua orang yang dianggap bersalah mungkin akan langsung ditembak. Sementara kita tinggal di negara yang berdasarkan hukum. Ada hukum yang berlaku. Tidak boleh main hakim sendiri, atas nama apapun. Tidak bisa menerapkan hukum main penggal atau main bunuh seperti yang terjadi di Suriah. Hanya karena alasan tidak suka, nyawa bisa melayang.

Kelompok lain yang perlu mendapat perhatian adalah masyarakat umum. Lho kok bisa? Bukannya mereka tidak melakukan tindak kekerasan? Memang, tapi masyarakat umum juga berpotensi bisa menjadi radikal jika setiap hari mendengarkan pemahaman radikalisme, kekerasan dan terorisme. Ingat, beberapa waktu lalu media memberitakan penyebaran propaganda ISIS masih marak di masjid-masjid. Bahkan di Jakarta sekalipun, praktek semacam ini juga terjadi.

Jika paham radikal kekerasan ini terus dibiarkan, dan tidak dilawan dengan pesan damai, dikhawatirkan akan memberi ruang bagi paham kekeran ini tumbuh subur. Ingat, budaya Indonesia, agama-agama yang ada di Indonesia, satupun tidak ada yang mengenal kekerasan. Karena itulah, deradikalisasi harus menyentuh kepada siapa saja dan dimana saja. Karena semua orang dimuka bumi ini, berpotensi melakukan tindak kekerasan.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun