Mohon tunggu...
Mery Sitorus
Mery Sitorus Mohon Tunggu... Lainnya - Freelance

Suka membaca komik dan artikel ringan . Dan aku ini wanita loh..karna Bondol sering di kira cowok ...🤭

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dan Perspektif Otentik Penulis

4 Juli 2023   09:37 Diperbarui: 4 Juli 2023   09:43 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sewaktu melihat event di kompasiana tentang Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia ,jujur itu sulit untuk saya. Tapi saya juga merasa tertantang untuk menulis artikel tentang catatan dan harapan dari kita sebagai rakyat indonesia terhadap Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.

Pertama kita bahas dulu catatan Mahkamah Konstitusi itu .

Menurut mkri.go.id , Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia itu :

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia adalah lembaga (tinggi) negara yang baru yang sederajat dan sama tinggi kedudukannya dengan Mahkamah Agung (MA). Menurut ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasca Perubahan Keempat (Tahun 2002), dalam struktur kelembagaan Republik Indonesia terdapat (setidaknya) 9 (sembilan) buah organ negara yang secara langsung menerima kewenangan langsung dari Undang-Undang Dasar. Kesembilan organ tersebut adalah (i) Dewan Perwakilan Rakyat, (ii) Dewan Perwakilan Daerah, (iii) Majelis Permusyawaratan Rakyat, (iv) Badan Pemeriksa Keuangan, (v) Presiden, (vi) Wakil Presiden, (vii) Mahkamah Agung, (viii) Mahkamah Konstitusi, dan (ix) Komisi Yudisial. Di samping kesembilan lembaga tersebut, terdapat pula beberapa lembaga atau institusi yang datur kewenangannya  dalam  UUD,  yaitu  (a)  Tentara  Nasional  Indonesia,  (b)  Kepolisian Negara Republik Indonesia, (c) Pemerintah Daerah, (d) Partai Politik. Selain itu, ada pula lembaga yang tidak disebut namanya, tetapi disebut fungsinya, namun kewenangan dinyatakan akan diatur dengan undang-undang, yaitu: (i) bank central yang tidak disebut namanya "Bank Indonesia",  dan (ii) komisi  pemilihan  umum  yang juga bukan nama karena  ditulis  dengan  huruf  kecil.  Baik  Bank  Indonesia  maupun  Komisi  Pemilihan Umum yang sekarang menyelenggarakan kegiatan pemilihan umum merupakan lembaga- lembaga independen yang mendapatkan kewenangannya dari Undang-Undang.

Karena  itu,  kita  dapat  membedakan  dengan  tegas  antara  kewenangan  organ negara berdasarkan perintah Undang-Undang Dasar (constitutionally entrusted power), dan kewenangan organ negara yang hanya berdasarkan perintah Undang-Undang (legislatively entrusted power), dan bahkan dalam kenyataan ada pula lembaga atau organ yang  kewenangannya  berasal  dari  atau  bersumber  dari  Keputusan  Presiden  belaka. Contoh yang terakhir ini misalnya adalah pembentukan Komisi Ombudsman Nasional, Komisi  Hukum Nasional, dan sebagainya. Sedangkan contoh lembaga-lembaga yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang, misalnya, adalah Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Komisi  Penyiaran Indonesia, Pusat Pelaporan dan  Analisa Traksaksi Keuangan (PPATK).

Dari uraian di atas, Mahkamah Konstitusi dapat dikatakan mempunyai kedudukan yang sederajat dan sama tinggi dengan Mahkamah Agung. Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung sama-sama merupakan pelaksana cabang kekuasaan kehakiman (judiciary) yang merdeka dan terpisah dari cabang-cabang kekuasaan lain, yaitu pemerintah (executive) dan lembaga permusyawaratan-perwakilan (legislature). Kedua mahkamah ini sama-sama berkedudukan hukum di Jakarta sebagai ibukota Negara Republik Indonesia. Hanya struktur kedua organ kekuasaan kehakiman ini terpisah dan berbeda sama sekali satu sama lain. Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga peradilan tingkat pertama dan terakhir tidak mempunyai struktur organisasi sebesar Mahkamah Agung yang merupakan puncak sistem peradilan yang strukturnya bertingkat secara vertikal dan secara horizontal mencakup lima lingkungan peradilan, yaitu lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan tata usaha negara, lingkungan peradilan agama, dan lingkungan peradilan militer.

Meskipun tidak secara persis, Mahkamah Agung dapat digambarkan sebagai puncak peradilan yang berkaitan dengan tuntutan perjuangan keadilan bagi orang per orang ataupun subjek hukum lainnya, sedangkan Mahkamah Konstitusi tidak berurusan dengan orang per orang, melainkan dengan kepentingan umum yang lebih luas. Perkara- perkara yang diadili di Mahkamah Konstitusi pada umumnya menyangkut persoalan- persoalan kelembagaan negara atau institusi politik yang menyangkut kepentingan umum yang luas ataupun berkenaan dengan pengujian terhadap norma-norma hukum yang bersifat umum dan abstrak, bukan urusan orang per orang atau kasus demi kasus ketidak- adilan secara individuil dan konkrit. Yang bersifat konkrit dan individuil paling-paling hanya yang berkenaan dengan perkara impeachment terhadap Presiden/Wakil Presiden. Oleh karena itu, pada pokoknya, seperti yang biasa saya sebut untuk tujuan memudahkan pembedaan,  Mahkamah  Agung  pada hakikatnya adalah  'court  of  justice', sedangkan Mahkamah Konstitusi adalah 'court of law'. Yang satu mengadili ketidakadilan untuk mewujudkan  keadilan,  sedangkan  yang  kedua  mengadili  sistem  hukum  dan  sistem keadilan itu sendiri.

1.Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia akan memberikan putusan terhadap  Institusi politik yang menyangkut kepentingan umum yang luas ,contoh nya : tentang hasil pemilihan umum 

Kalau boleh penulis berikan saran ide tentang Pemilu itu supaya lebih konkrit ,cepat dalam penghitungan nya, irit kertas dan irit anggaran nya juga ,lebih baik menggunakan Zoom dan langsung memberikan hasil suara nya. Jadi walaupun rakyat indonesia yang di luar negri atau yang sedang kerja bisa langsung memilih melalui link Zoom Pemilu itu. 

Dan peserta pemilu juga bisa melihat pilihan nya itu melalui nomer registrasi nya, dan hanya peserta pemilu itu yang tahu pilihan nya itu (karena kan Pemilu itu asas nya rahasia), dan panitia tidak bisa mengganti pilihan nya itu, karena sistim lock, dan di hargai setiap keputusan peserta pemilu itu.

2. Pengujian terhadap norma-norma hukum yang bersifat umum dan abstrak, bukan urusan orang per orang atau kasus demi kasus ketidak- adilan secara individuil dan konkrit,  contoh nya seperti  : Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) cacat secara formil. Untuk itu, Mahkamah menyatakan bahwa UU Cipta Kerja inkonstitusionalitas bersyarat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun