Sebagaimana kita ketahui, mimpi sarat dengan bahasa simbol, bahasa sandi, bahasa isyarat ataupun bahasa kiasan yang sulit dimengerti. Wolfgang Bock bahkan menyebut mimpi sebagai bahasa sandi Tuhan. Apapun istilah yang digunakan kita sederhanakan dengan sebutan bahasa simbol untuk menyederhanakan pembahasan.
Teori Jung mengajarkan bahwa mimpi merupakan gambar yang harus dipahami secara simbolis dan pola dasar insting yang mendorong terbukanya sebuah simbol (Hisyam, 2010:12. 'Tarot Psikologi'). "Simbol adalah bahasa mimpi. Dalam mimpi, ketidaksadaran terungkap dalam simbol-simbol dan kunci untuk memahami mimpi, yaitu pengetahuan tentang simbol." (Boa, 1992 dalam Hisyam, 2010:14).
Mimpi yang sarat dengan bahasa simbol akan menimbulkan suatu pertanyaan dalam benak kita; mengapa mimpi menggunakan bahasa simbol? Mengapa tidak diungkap secara langsung oleh mahkluk suci yang memberi petunjuk ataupun pikiran alam bawah sadar kita?
Sulit untuk menjawab pertanyaan menyelidik tersebut, seakan mahkluk suci sang pemberi mimpi tidak berkenan secara langsung memberitahu apa yang akan terjadi maupun apa yang harus dilakukan, meski hal ini ada kalanya terjadi tetapi sangat jarang kita alami. Untuk menjawab persoalan tersebut saya mencoba mencari sumber terpercaya, selain itu juga mencoba menggali berdasarkan pengalaman pribadi.
Awalnya saya beranggapan bahwa mimpi menggunakan bahasa simbol akibat kita tidak mampu berkomunikasi dengan mahkluk gaib, mahkluk suci pemberi mimpi. Sebagaimana kita berkomunikasi dengan orang bisu dan tuli, kita mesti menggunakan gerak tangan agar orang tuli dan bisu mampu memahami apa yang hendak kita sampaikan. Meskipun kita pandai berbicara atau menggunakan bahasa halus sekalipun, orang tuli dan bisu tidak akan mampu memahami apa yang kita bicarakan. Namun dengan gerak tangan maka orang tuli dan bisu akan mengerti maksud kita. Perbandingannya; anggaplah kita yang normal sebagai mahkluk gaib, sedangkan orang tuli dan bisu itu orang yang mimpi.
Bisa dikatakan mimpi layaknya rambu-rambu lalu lintas penuh dengan bahasa simbol, baik berupa gambar maupun tulisan. Seseorang akan cepat paham dengan rambu-rambu lalu lintas dibandingkan membaca tulisan yang panjang saat mengendarai kendaraan atau mendengar kata-kata saat dipenuhi suara bising kendaraan. Bersyukur apabila sedang diam di perempatan jalan, bagaimana bila sedang berjalan cepat berkendaraan?Â
Tentu kita membutuhkan simbol yang bisa kita pahami dalam waktu singkat. Demikian pula halnya dengan mimpi, kita bisa memahami dan mengerti dengan maksud yang disampaikan mahkluk suci sang pemberi mimpi maupun pikiran alam bawah sadar dengan bahasa simbol pada saat sedang tidur. Sebagaimana diketahui, menurut penelitian bahwa mimpi terjadi dalam waktu singkat meski dalam mimpi waktu seolah-olah berlangsung lama.
Anggapan di atas mulai menemukan titik terang setelah membaca buku Psikologi Yoga, di mana dalam buku tersebut juga mengupas sepintas tentang mimpi yang ditulis oleh tokoh spiritual India, P.R Sarkar atau lebih dikenal Shrii Shri Ananda Murti. Beliau membagi pikiran menjadi tiga lapisan; pikiran sadar, alam bawah sadar, dan pikiran tak sadar atau pikiran kausal. Mimpi merupakan pengalaman pikiran alam bawah sadar maupun pikiran kausal yang maha tahu yang kemudian diterima oleh pikiran sadar untuk ditafsirkan.
Shrii Shri Ananda Murti menyatakan bahwa... ketika seseorang berada dalam keadaan tidur yang dalam, pertanda suatu bencana besar atau berita-berita baik atau buruk dapat muncul dalam pikiran bawah sadar melalui mimpi. Pikiran kausal yang penuh pengetahuan atau pikiran tak sadar ini tidak mampu mengungkapkan mahapengetahuannya karena goyahnya pikiran sadar dan pikiran bawah sadar, dan karena ketidakmampuannya sendiri untuk berekspresi.
Namun pikiran kausal ini dapat membangunkan penglihatan-penglihatan dan pertanda kejadian-kejadian masa lalu, masa sekarang atau masa depan dalam pikiran sadar atau bawah sadar seseorang yang sedang tidur dalam, tentu ini dapat melibatkan atau mengesankan orang itu secara mendalam sekali. Derasnya aliran getaran bersumber dari pikiran tak sadar dan menggetarkan pikiran bawah sadar juga merupakan sejenis mimpi. Mimpi-mimpi demikian bukannya tanpa arti karena bersumber dari pikiran kausal yang mahatahu. Ini disebut sebagai "penglihatan supramental".
Hal tersebut dapat dimaknai bahwa mimpi menggunakan bahasa simbol akibat ketidakmampuan pikiran sadar menerima informasi dari alam bawah sadar maupun pikiran tak sadar atau pikiran kausal yang mahatahu akibat goyahnya pikiran sadar. Dengan demikian Shrii Shri Ananda Murti berpandangan bahwa petunjuk dalam mimpi datang dari pikiran kausal yang mahatahu. Sedangkan pandangan umum mimpi cenderung dianggap datang dari petunjuk Hyang Kuasa maupun leluhur.
Pandangan demikian cukup meyakinkan bagi kita bahwa mimpi merupakan bagian dari kerja pikiran alam bawah sadar dan pikiran kausal. Akan tetapi berdasarkan pengalaman pribadi pandangan seperti itu tidak sepenuhnya benar karena dalam keadaan tertentu mimpi melibatkan mahkluk gaib ataupun makluk suci seperti leluhur, dewa, bahkan Tuhan. Ada beberapa kasus mimpi saya berupa sabda dari dewa hyang alit, bahkan Bhatara Hyang Guru (Tuhan).
Reaksi terhadap Mimpi
Saya pernah menangis setelah terbangun dari mimpi. Mimpinya tidak sedih, hanya saja seakan bisa merasakan kehadiran saudara yang telah tiada, telah menjadi dewa hyang alit; meninggal waktu kecil dan sudah diupacarai.
Awalnya mimpi agak seram. Dalam mimpi itu saya pergi ke suatu tempat, seperti kantin sekolah. Lalu saya balik mau ke rumah bawa motor. Di jalan yang agak menurun, jalan sempit, saya diseruduk cewek dari belakang hingga motor terjatuh ke bawah sengkedan: 'beten pangkedan'. Telapak kakiku terasa sakit, setelah dilihat ternyata tak berdarah, tetapi membengkak bernanah. Lalu saya tekan, nanah itu keluar berwarna seperti merah jambu. Banyak sekali, lebih dari satu liter. Merasa ngeri melihat keadaan seperti itu. Cewek yang menabrak saya dari belakang itu Jro DA (disamarkan). Lalu, dia ingin mencarikan pertolongan. Katanya akan menelpon WDA, cewek yang pernah saya sayangi. Tak lama berselang datanglah Nyoman D, adiknya WDA, dia menolongku. Saya pun terbangun. Telapak kaki masih terasa sakit saat sadar dari mimpi.
Setelah terbangun, mencoba memaknai mimpi itu dengan tenung 'Tanya Lara', memaknai mimpi berdasarkan hari mimpinya. Mimpi itu jatuh pada Wraspati Wage nuju Aryang. Aryang ngaran dewa Hyang. Urip atau neptunya yaitu 8+4+6=18. 18:4=4, sisa 2, artinya kala. Jadi bila digabung menjadi kalan dewa Hyang; kemarahan leluhur. Hal itu membuat saya bingung, apa salahku, kenapa disalahkan dewa Hyang, apa dosaku? Pertanyaan demi pertanyaan pun muncul dalam lubuk hati, tanpa menemukan jawaban.
Hari berikutnya pada dini hari saya lagi mimpi, bertepatan dengan sugian Bali dan kajeng Kliwon Nyitan. Dalam mimpi itu saya dan kakak saya merabas rerumputan meranggas di rumah kunoku yang telah dilebur. Rumah itu terlihat sudah tinggal kerangkanya saja. Tiba-tiba turun hujan lebat. Saya melihat anjing berteduh dekat tembok dan mengusir anjing itu tetapi tak mau pergi. Saya pun berteduh ke gudang bawang merah sebelahnya yang sudah reot, bertingkat, terbuat dari bambu. Tiba-tiba ada beberapa remaja datang, mereka kehujanan, bikin suasana riuh gaduh. Saya menganggap dan merasa orang itu keluargaku, tetapi wajah tak jelas. Di gudang reyot itu ada ayam, tapi ayamnya pintar. Ditaruh pada tingkatan pertama, dia tak mau. Saya pindahkan ke atas baru dia mau diam.
Tak lama berselang, di gudang itu saya menemukan buah pisang yang cukup banyak, tetapi sudah rusak. Saya mulai sadar dari mimpi, tetapi belum sadar seutuhnya: setengah sadar. Saya ingat kalau saya sedang tidur dan barusan mimpi. "Apa ya maksudnya saya mimpi seperti itu? Aneh!" Hati menggugat, padahal belum terbangun, masih dalam suasana tidur. Tiba-tiba suasana berubah menjadi gelap meski mata belum terbuka tetapi saya merasakan terjadi perubahan suasana menjadi gelap. Dalam hitungan detik, datang remaja laki-laki dan berubah jadi kecil bercahaya, lalu seperti masuk ke dalam tubuh saya. Dia pun berkata, "Sing ingetang ke tiange? Gaenang tiange banten nebusin, salaran, pejati." Apakah tidak ingat sama saya? Buatkan saya ritual banten nebusin, salaran, pejati.
Setelah mendengar kata-kata itu, saya pun sadar seutuhnya. Saya langsung ingat kalau saya memiliki saudara lagi empat dari dua ibu, satu cewek, sudah meninggal: satu keguguran, yang lainnya sudah lahir tetapi meninggal masih bayi. Dari empat itu, tiga lebih dewasa dariku, satu lagi lahir belakangan. Sepertinya yang berbicara padaku itu adalah adikku. Karena dia bilang tiang, bukan bli.
Saya merasa sedih dibuatnya, seakan mereka ada di dekatku. Saya ingat kalau mereka belum diupacarai waktu ini, padahal seharusnya bersamaan dibuatkan upacara seperti dibuatkan untukku dan keluargaku yang lainnya karena waktu ini keluargaku membuat sanggah kamulan. Dan seharusnya mereka yang sudah menjadi dewa Hyang Alit juga harus dibuatkan upacara seperti yang lainnya.
Namun keluarga kami melupakan mereka, sehingga sekarang mereka luntang-lantung di alam sana, mereka kehujanan, tidak ada tempat berteduh bagi mereka karena rumah kuno sudah dilebur secara niskala (dilebur menggunakan ritual), terutama pelanggatan, tempat stana para arwah orang yang telah tiada, yang seharusnya sudah distanakan di Kamulan baru itu.
Air mataku tumpah memikirkan hal itu. Kasihan saudara-saudaraku kesasar di alam sana. Dalam hati berjanji pada mereka akan menyampaikan permintaannya pada bapakku, "Nah, bli akan sampaikan sama Guru. Maafkan bli sudah melupakan kalian".
Jauh hari sebelum hari H pelaksanaan ritual itu juga sudah diberi petunjuk mimpi, tetapi mimpi saya dikatakan bunga tidur oleh bapak saya, sehingga saya pun mengabaikannya, tetapi anehnya saya selalu ketiban sial. Bahkan juga terjadi hal-hal aneh, seperti misalnya ibuku melihat saya berdiri di luar rumah, padahal saya ada di dalam rumah sedang nonton TV. Sampai ibuku kaget.
Itu hanya salah satu dari beberapa mimpi saya yang berupa sabda yang sangat jelas maksudnya. Mimpi berupa sabda sering terjadi ketika sebuah mimpi tak berhasil diterjemahkan padahal mimpi tersebut menyangkut hal penting. Biasanya kita tanpa sadar dalam hati bertanya akan makna mimpi kita, lalu kita mimpi lagi dan mendapat jawaban berupa sabda pada mimpi tersebut. Menariknya, mimpi berupa sabda selalu didahului mimpi dengan simbol-simbol. Dengan kata lain, sabda dalam mimpi cenderung menjelaskan makna mimpi sebelumnya.
Hal menarik dalam kehidupan bermasyarkat di Bali, banyak pula orang yang mampu berkomunikasi dengan leluhur, bahkan berkomunikasi dengan Sesuhunan (dewata), tetapi kalau tidur dan mimpi, tetap saja orang itu mimpi dengan simbol-simbol, bukan secara langsung diberi petunjuk berupa sabda dalam mimpi. Demikian pula-pula orang suci jaman dahulu juga mimpi dengan bahasa simbol.Â
Bedanya, orang suci jaman dahulu mampu menafsirkan mimpinya dengan penglihatan indra keenam. Jaman sekarang pun orang-orang yang memiliki kemampuan supranatural mampu menafsirkan mimpinya dengan penglihaan indra keenam yang dimilkinya. Hal ini mengajarkan pada kita bahwa mimpi menggunakan bahasa simbol bukan akibat keterbatasan kemampuan pikiran alam bawah sadar kita, melainkan hal itu terjadi karena memang aturan langit demikian. Barangkali antara manusia dan makluk suci diberikan batasan dalam berkomunikasi, yaitu dengan bahasa simbol dalam mimpi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H