Menurut Made Astana dan Anomdiputro (2005), Arthasastra merupakan karya klasik tentang politik tata negara, ekonomi, budaya dan sebagainya yang dapat dipandang sebagai suatu manual atau pegangan bagi seorang pemimpin dalam mengelola negara.
Arthashastra membahas kebijakan moneter (keuangan) dan fiskal (pajak), kesejahteraan, hubungan internasional, dan strategi perang secara rinci. Kitab ini juga menguraikan tugas penguasa (Wikipedia English). Isinya bukan saja mencakup tentang politik-tata negara, inteljen, kepemimpinan, ekonomi, hukum dan filsafat, juga tentang pengobatan dan ilmu magi (Made Astana dan Anomdiputro, 2005). Kitab ini digolongkan ke dalam kitab yang keras, penuh dengan tipu-daya untuk melawan musuh negara.
Kitab ini sempat menghilang beberapa abad, hingga ditemukan kembali oleh R. Shamasastry pada tahun 1904/1905, yang dipublikasikan pada tahun 1909. Sedangkan terjemahan versi bahasa inggris dipublikasikan tahun 1915 (disarikan dari Wikipedia English). Juga diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, seperti Jerman, Rusia, Malaya, dan sebagainya. Sedangkan terjemahan versi bahasa Indonesia dipublikasikan tahun 2005.
Isi atau uraian dalam kitab Artha Sastra mirip dengan kitab Dharmasastra, hanya saja isinya tidak teratur. Dalam satu sloka terkadang terdiri dari banyak kalimat, terkadang hanya terdiri beberapa kalimat. Sedangkan Dharmasastra isinya teratur yang disusun dalam bentuk prosa. Kitab Artha Sastra terdiri dari 15 buku, kemudian terjemahannya disusun dalam satu buku.
Sloka-sloka dalam kitab Artha Sastra meski menurut kitab ini dinyatakan mudah dipahami, tidak bertele-tele, namun nyatanya beberapa ayat sulit dipahami, terutama bagi masyarakat awam. Berbeda dengan kitab Canakya Niti Sastra, isinya mudah dipahami. Kitab Canakya Niti Sastra terdiri dari 17 adyadya atau bab, 340 sloka.
Ajaran Niti Sastra populer di berbagai negara selain India, seperti Nepal, Mongol, Burma, Sri Lanka, Campa, Tibet, Kmer, bahkan sampai juga ke Indonesia. Darmayasa (1995) menyatakan, dalam bahasa jawa kuno kita mewarisi Niti Sastra Kakawin, Sarasamuccaya, Slokantara dan Niti Sara. Dalam bahasa Parsi juga dijumpai Niti Sastra, yang selanjutnya diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.
Niti Sastra banyak mengajarkan ilmu pengetahuan tentang etika dan moralias, serta budi pekerti, tata cara pergaulan setiap hari, dengan sesama makhluk, sesama umat mnanusia dan bagaimana memusatkan perhatian, memusatkan pelayanan bakti kepada Tuhan Yang Maha Esa. (Darmayasa, 1995)
Para sarjana seperti Dr. Ludwik Sternbach sudah berusaha keras untuk menyelidiki dan membandingkan semua edisi ungkapan-ungkapan Canakya yang berbeda. Ungkapan-ungkapan ini sudah menyebarkan kebesaran India dimana-mana, dengan menggunakan caranya sendiri memasuki Burma lewat buku Pali Lokaniti, dan kemudian ke Thailand, Laos, Cambodia, dan tempat-tempat lain. Kita menemukan ayat-ayat yang serupa di dalam kesusastraan Indonesia, Sri Lanka, di Tibetan Tanjur, dan bahkan di Mongolia (Agrahya dasa, vedabaseindonesia).
Demikianlah sedikit ulasan tentang tokoh Acarya Canakya dalam film Ashoka Samrat. Jika menarik, let’s share.
Â
Tulisan sebelumnya Mimpi yang Bukan Mimpi