Mohon tunggu...
I Ketut Merta Mupu
I Ketut Merta Mupu Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Pendamping Sosial PKH Kementerian Sosial RI

Alumni UNHI. Lelaki sederhana dan blak-blakan. Youtube : Merta Mupu Ngoceh https://youtube.com/@Merta_Mupu_Ngoceh

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Masturbasi Persfektif Hindu

26 Desember 2012   01:29 Diperbarui: 22 Juli 2015   18:27 9259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13564851291465434600

[caption id="attachment_216593" align="aligncenter" width="604" caption="Ilustrasi Wanita yang Sedang Menikmati Masturbasi (sumber/www.merdeka.com))"][/caption]

Om Namah Shiwa Ya

 

Onani atau masturbasi merupakan perilaku seksual yang sering dilakukan oleh hampir seluruh remaja laki-laki dan separo oleh remaja perempuan. Juga sering dilakukan oleh orang yang sudah dewasa, bahkan dilakukan oleh seseorang yang sudah menikah, terutama ketika mereka berpisah untuk sementara waktu dengan pasangannya.

Menurut penelitian, pemuda dan Pemudi yang berumur antara 13 – 20 tahun merupakan usia yang paling mendominasi melakukan onani dan yang paling banyak melakukan onani adalah orang yang belum menikah, menjanda, duda. Dibandingkan dengan wanita, pria lebih mendominasi untuk melakukan masturbasi atau onani.

Masturbasi dalam kultur Indonesia dianggap tabu dibicarakan secara terbuka. Kata kiasan sering dipakai untuk menyebutkan tindakan ini, seperti "mengocok", "main sabun", dan sebagainya. Di Bali sering disebut “ngucut”.

Konsep atau pengertian onani dan masturbasi masih campur-aduk. Onani dan masturbasi dianggap memiliki pengertian yang sama. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, onani diartikan sebagai masturbasi yaitu; “pencarian kepuasan seksual dengan mengeluarkan air mani tanpa melakukan seksual secara wajar (tidak dengan jalan bersenggama)” (Umi Chulsum,2006:489).

Menurut pandangan Prof. Dr. dr. Daldiyono dalam bukunya How to Be a Real and Successful Student, onani dan masturbasi dianggap berbeda. Ia menyatakan bahwa, “terdapat kerancuan dan pencampuradukan konsep (pengertian) onani dan masturbasi” (Daldiyono, 2009:311)

Onani berasal dari nama “Onan” yang tersebut pada kitab suci Perjanjian Lama, kitab kejadian (Genesis) 38:6-10. Yehuda, salah seorang dari 12 anak Yakub (Israel), memiliki 3 anak laki-laki. Yang pertama bernama Er. Dia memiliki istri bernama Tamar. Er ini jahat sehingga dihukum oleh Tuhan, meninggal dunia sebelum memiliki anak. Sebagaimana adat dan peraturan suku Israel (Yahudi), istri yang ditinggal mati suaminya otomatis menjadi istri saudaranya. Onan, adik Er harus mengawini Tamar dan harus memiliki anak atas nama Er dalam hak pewarisan. Onan mau memperistri Tamar, tetapi tidak mau memiliki anak dari Tamar. Setiap kali melakukan persetubuhan, air maninya tidak dikeluarkan (ditanamkan) ke dalam rahim Tamar, tetapi dibiarkan berceceran di tanah. Tuhan marah, lalu Onan terkena penyakit dan meninggal. Apa yang dilakukan Onan adalah suatu persetubuhan terputus (coitus interuptus. (Ibid, 312)

Dari uraian tersebut onani dapat diartikan sebagai persetubuhan yang terputus. Sedangkan “masturbasi” dalam Kamus Besar Bahasa Indoensia diartikan sebagai “tindakan mendapatkan kepuasan seks dengan cara di luar hubungan kelamin” (Umi Chulsum,2006:451). Sedangkan menurut Daldiyono ; Masturbasi berasal dari akar kata Yunani manus yang berarti “tangan” dan tubare yang berarti “mengganggu”. Masturbasi diartikan sebagai rangsangan seksual oleh diri sendiri sampai mencapai orgasme. (Daldiyono, 2009:312).

Dalam sudut pandang ajaran Hindu, masturbasi dianggap perbuatan dosa. Di dalam kitab suci Parasara Dharmasastra dinyatakan bahwa, “Seorang kepala rumah tangga yang gila nafsu birahi, mengeluarkan sperma (benihnya) ke tanah (melakukan masturbasi) harus mengulang mantra Gayatri seribu kali dan melaksanakan pranayama sebanyak 5 kali” (Parasara Dharmasastra XII.58). Apabila seorang laki-laki membiarkan air maninya tercecer di tanah, ia harus melakukan penebusan dosa dengan berjapa Gayatri Mantram sebanyak 1000 kali, yaitu berjapa sebuah mantram yang bersumber dari kitab suci Rg Veda III.62.10 dan melaksanakan Prāṇāyāma sebanyak lima kali sebelum berjapa.

Hal yang serupa juga ditemukan di dalam kitab suci Manawa Dharmasastra, dinyatakan “Hendaknya ia tidak sendirian, tidak pernah menyia-nyiakan kejantanannya. Karena yang dengan sengaja menyia-nyiakan kejantanannya (onani) adalah melanggar pantangan” (Manava Dharmasastra II.180).

Aturan yang hampir sama juga dinyatakan dalam Visnu Dharmasastra XXVIII.48. Pantangan yang dimaksudkan untuk peningkatan ketahanan mental dan untuk tidak mudah terpengaruh oleh apa yang dapat menggiurkan pikiran atau membangkitkan hasrat seksual.

Apabila sudah terlanjur maupun dengan tidak sengaja melakukan masturbasi, harus melakukan penebusan dosa. “seorang siswa dwijati yang dengan tidak sengaja telah menyia-nyiakan kejantanannya pada waktu tidur, harus memuja sanghyang Surya dan kemudian tiga kali mengucapkan mantra Rik yang mulai dengan ucapan ‘berikanlah kekuatanku kembali kepadaku’” (Manava Dharmasastra II.181).

Menyia-nyiakan kejantanannya pada waktu tidur misalnya mimpi yang menyebabkan maninya keluar selagi tidur. Mantra Rik yang dimaksud adalah mantram dari Rg Veda. Bandingkan dengan Visnu Dh.S. XXVIII.51.

Dari sudut pandang kedokteran Ayur Veda, ” Bersanggama atau melakukan hubungan seksual yang berlebihan. Pada laki-laki yang banyak mengeluarkan sperma atau air mani, baik akibat bersanggama maupun onani, dapat mengakibatkan pittaja atau gangguan pada unsur pitta. Jikalau terjadi penurunan unsur pitta di dalam tubuh, maka akan muncul tanda dan gejala; Suhu tubuh menurun,  Kekuatan mencerna dan metabolisme dalam tubuh menurun, Kurang bergairah dalam segala segi, termasuk gairah seksual (Nala, parisada.org).

Di sisi lain apabila dilakukan dengan tidak berlebihan dikatakan bahwa masturbasi adalah perilaku seksual yang sehat; masturbation is a healthy sexual behavior. Disarankan masturbasi dilakukan sekitar 2-3 kali seminggu.

Masalah yang sering dihadapi remaja adalah kesulitan untuk tidak melakukan masturbasi, terutama pada kalangan remaja putra. Pada umumnya masturbasi dilakukan dengan alat bantu maupun dengan tanpa alat bantu. Masturbasi cenderung dilakukan dengan berimajinasi atau berkayal bersenggama dengan orang yang diidamkan, bahkan berkayal memperkosa orang yang cantik. Tentu hal ini berdampak tidak baik dalam kehidupan.

Kayalan memperkosa seseorang dapat dianggap mengotori pikiran; berzina dalam pikiran. Apabila itu dilakukan terus menerus hal itu bisa menjadi kenyataan. Oleh karena itu ada baiknya apabila berkayal bersenggama kita seolah-olah bersenggama dengan istri pada malam pertama.

Berimajinasi atau berkayal terhadap hal-hal yang bertentangan dengan dharma dapat merusak mental dan mengotori pikiran hingga merugikan diri sendiri. Biasanya dapat menimbulkan daya ingat jangka pendek semakin berkurang, Barangkali sama halnya dengan akibat menonton video porno yang dapat mempersempit otak sehingga daya ingat jangka pendek kita semakin lemah, bahkan kecerdasan kita bisa hilang.

Akan hal tersebut ada keterkaitan dengan uraian ajaran agama. Dalam kitab suci Bhagavad Gita dinyatakan, “Selama seseorang merenungkan obyek-obyek indria-indria, ikatan terhadap obyek-obyek indria itu berkembang. Dari ikatan seperti itu berkembanglah hawa nafsu, dan dari hawa nafsu timbullah amarah. Dari amarah timbullah khayalan yang lengkap, dari khayalan menyebabkan ingatan bingung. Bila ingatan bingung, kecerdasan hilang,  bila kecerdasan hilang, seseorang jatuh lagi ke dalam lautan material” (Bhagavad Gita II.62-63 ).

Oleh karena itu perlu adanya pengendalian pikiran dengan melakukan vrata/brata atau pantangan. Berdasarkan ketentuan kitab suci Sarasamuccaya sloka 260, ada sepuluh brata yang wajib dilakukan. Sepuluh brata yang hendaknya di kerjakan (niyama): 1) sedekah; 2) sembahyang; 3) pengekangan nafsu; 4) perenungan; 5) mempelajari kitab suci; 6) pengendalian birahi; 7) keteguhan hati; 8) puasa; 9) pengendalian kata-kata; 10) penyucian diri lahir batin.

Dari sepuluh pantangan, pengekangan nafsu dengan mengendalikan pikiran merupakan yang paling utama harus dilakukan sebab pikiran merupakan sumber nafsu. Seperti dinyatakan di dalam Sarasamuccaya sloka 80; “Sebab yang disebut pikiran itu, adalah sumbernya nafsu, ialah yang menggerakkan perbuatan yang baik atau pun buruk; oleh karena itu, pikirkanlah yang segera patut diusahakan pengekangannya/ pengendaliannya”.

 

 

Om Shantih, Shantih, Shantih Om

 

 

(pranayama clik disini, tentang Gayatri mantra clik disini, tersedia dalam bahasa Inggris).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun