Mohon tunggu...
I Ketut Merta Mupu
I Ketut Merta Mupu Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Pendamping Sosial PKH Kementerian Sosial RI

Alumni UNHI. Lelaki sederhana dan blak-blakan. Youtube : Merta Mupu Ngoceh https://youtube.com/@Merta_Mupu_Ngoceh

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Citra Buruk Anak Koss

14 November 2012   08:00 Diperbarui: 19 Juli 2015   11:39 1259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_209239" align="aligncenter" width="569" caption="Kumpul Bersama Kebo, eh maksudnya kumpul kebo (http://ibheibhe.wordpress.com)"][/caption]

“Selera boss harga anak koss”

Begitulah sebuah tulisan pada pelang box sebuah warung yang berada tak jauh dari tempatku indekos. Terkadang tersenyum geli membaca slogan seperti itu, terkadang menganggapnya sebagai sebuah sindiran manis yang menyakitkan.

Semua dari kita pasti tahu di dunia ini dianggap selalu memiliki dua sisi yang berbeda; baik – buruk, senang-sedih, suka-duka, dan lain sebagainya, tergantung bagaimana kita menyikapi. Sikap dualisme ini sebenarnya bertentangan dengan ajaran agama. Semua anggapan baik-buruk, cantik-jelek , senang-sedih datang dari pikiran, pikiran itulah yang membedakan.

Idealnya, pikiran diarahkan agar tidak memihak dan tanpa membeda-bedakan. Kenyataannya sulit untuk menjadikan pikiran terbebas dari dualisme; cinta dan benci, senang dan sedih. Seperti bagaimana pikiran saya menyikapi anak koss.

“Selera boss, harga anak koss”

Slogan itu pun saya sikapi dengan sikap dualisme. Saya menilai dari sudut pandang negatif bahwa anak koss identik dengan anak yang hidup pas-pasan. Tak usah munafik, hal itu adalah kenyataan, meski tidak semua anak koss hidup ala kadarnya.

Anak koss dianggap sebagai seorang yang hidup pas-pasan bukanlah masalah, karena dari sanalah kita bisa belajar bahwa anak koss memang selalu berusaha untuk menjadi orang irit, belajar mandiri, bersabar, bertanggungjawab. Namun perlu diketahui bahwa banyak juga  anak koss justru sebaliknya. Lahir menjadi orang yang gengsi dan sok kaya, tidak bersabar, tidak mandiri dengan hanya menghabiskan uang dari orang tua, bahkan berfoya-foya sehingga melahirkan karakter orang yang tidak bertanggungjawab dan premanisme.

Citra anak koss sebagai anak yang pas-pasan itu belum seberapa dibandingkan dengan citra buruk lainnya. Misalkan anak koss sebagian besar adalah orang-orang yang paling banyak melanggar ajaran agama; seks bebas, seks pranikah maupun kumpul kebo.

Anggapan yang paling menonjol di masyarakat adalah anak kos-kosan paling identik dengan seks bebas dan seks pranikah. Hal ini tentu sangat rasional disebabkan anak-anak remaja diluar control orang tua. Anak remaja dalam control keluarga saja banyak pula melakukan seks bebas, apalagi diluar kontrol keluarga.

Kadang kalau saya mendengar seorang cewek mengaku sebagai anak koss, sering saya berpikir “Wuuah… sudah kagak perawan nih cewek, pelaku seks bebas! hahaha!” Begitulah pikiran pertama yang muncul dalam benak. Adakalanya berpikir sebaliknya, semoga wanita itu tidak seperti yang saya pikirkan, masih banyak wanita yang mau mempertahankan kesuciannya.

Memang tidak bisa dipungkiri, terutama wanita apabila diluar control maka akan terjadi banyak penyimpangan terutama dalam persoalan seks. Setuju atau tidak setuju wanita memang harus selalu di bawah perlindungan orang yang diharuskan agama untuk melakukan hal itu, seperti Istri dilindungi oleh suaminya.

“Keenam berikut ini menghancurkan seorang wanita: Minum minuman keras, berteman dengan orang jahat, berpisah dengan suami, berpindah-pindah,tidur atau tinggal di rumah orang lain”. (Hitopadesha)

Petunjuk Hitopadesha itu sulit terbantahkan, terutama wanita yang tidur di rumah orang, seperti tidur di rumah koss sangat rentan dengan hilangnya kesucian seorang wanita, apalagi wanita remaja. Kesucian seorang wanita erat kaitannya dengan kemakmuran keluarga.

Saya lanjutkan kutipan sloka Hitopadesha berikutnya dan anda bisa menafsirkannya sendiri, setuju atau tidak setuju dengan sloka Hitopadesha silakan lihat buktinya dalam kehidupan.

Tidak ada tempat, tidak ada kesempatan,

Tidak ada orang yang menginginkannya,

Hanya karena alasan ini, wahai Narada

Seorang perempuan tetap suci.

Lagipula :

Wanita seperti sebotol minyak ghee

Dan laki-laki seperti arang yang membara,

Jadi orang bijak hendaknya tidak meletakkannya bersama-sama

Juga :

Ayah melindunginya dari kecil sampai remaja

Suami melindunginya setelah menikah

Anak lelaki saat ia tua,

Seorang wanita hendaknya tidak dibiarkan sendiri

(Hitopadesha)

Ketentuan di atas juga terdapat di dalam kitab suci Manawa Dharmasastra, kitab hukum terbesar agama Hindu yang membahas 18 titel hukum.

Berhenti sejenak dari pembahasaan hukum agama, kembali pada persoalan anak koss. Sudah beberapa tahun menjadi anak koss. Saya amati hampir 80% anak koss (terutama di kalangan remaja) sering melakukan hal-hal yang menyimpang dari ajaran agama. Terutama penyimpangan dalam hal seks.

Prihatin juga, sering melihat seorang gadis kumpul kebo dengan cowoknya. Pernah juga bertetangga dengan cewek café, bahkan akrab dengan mereka. Tapi bersyukur meski saya akrab dengan mereka namun sedikitpun tidak terpengaruh dengan kehidupan cewek café atau khususnya wanita pekerja seks komersial.

Kadang saya berpikir ekstream; dunia pendidikan ternyata telah merubah kehidupan seorang remaja (terlebih lagi wanita) ke dalam kehidupan seks bebas, pergaulan bebas, premnisme dan lain sebagainya.

Intinya begini: Semakin tingginya minat remaja untuk sekolah tinggi, hal ini tentu semakin tinggi pula akan hadir anak koss. Tingginya minat sekolah dikalangan remaja tidak diiringi dengan kesejahteraan keluarga atau masyarakat, apalagi ditambah karakter gengsi di kalangan remaja semakin menjadi-jadi. Disediakan sekolah di desanya malah sekolah jauh dari tempat tinggal.

Sekolah jauh dari tempat tinggal, tentu hal ini berdampak semakin tingginya itensitas pergaulan bebas di kalangn remaja karena berkurangnya control keluarga. Selain itu akan menjamurnya premanisme, bertumbuh kembangnya geng-geng dan kelompok pemuda yang brutal.

“Premanisme, seks bebas, kumpul kebo, minum-minuman keras, seks pranikah, dll” setuju atau tidak, salah satu dari beberapa sifat negative anak koss pasti akan terjadi dalam kehidupan sebagian besar anak koss.

Agar tidak dianggap munafik, sok suci! sayapun pernah melakukan sesuatu yang menyimpang dari ajaran agama. Bertahun tahun sudah tinggal indekso, pernah 2 kali berani mengajak pacar ke dalam kost. Masih belum seberapa dibandingkan dengan mereka yang kumpul kebo. Tak kuasa melawan pengaruh globalisasi yang kian membahayakan kehidupan remaja. Pelanggaran yang pernah saya alami, itupun karena saya berniat untuk menikahi dia, tapi ujung-ujung kandas di tengah jalan.

Sejak kandas ditengah jalan dalam percintaan dengan seseorang itu, hingga sekarang tak pernah mengajak cewek ke koss. Loh wong mencari pacar saja kagak, trauma untuk pacaran, karena menurut saya pacaran memberi kesempatan semakin besar untuk melakukan pelanggaran seks. Atas dasar pertibangan itu saya memutuskan kalau sudah siap menikah baru kemudian mencari pacar alias calon istri, agar kesempatan melanggar hukum yang berkaitan dengan seks itu dapat dihindari.

Berbanggalah orang yang bisa tidak pacaran di jaman modern. Menurut saya sih, pacaran itu mencari masalah dalam kehidupan, karena pacaran itu indentik dengan keindahan dan kebahagian, sedangkan kebahagian akan berakhir dengan penderitaan.

Seperti yang saya amati, sebagian besar generasi muda menghabiskan kebahagian mereka pada masa remaja dengan pacaran dan seks pranikah, padahal kebahagian itu sudah diberikan quota (jumlah yang disediakan). Apabila kebahagian itu kita habiskan pada masa remaja maka masa tua akan menderita, jika kita tidak rajin menambah quota kebahagiaan dengan berbagai sifat kebaikan. Terlebih lagi banyak generasi muda yang menikmati kebahgian dengan melanggar hukum. Sepanjang menikmati kebahagian itu tidak melanggar hukum (dharma), baik hukum agama maupun hukum negara, hal itu bukan masalah. Tetapi yang ideal tidak berbahagia dikala senang dan tidak bersedih hati dikala menderita.

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun