Mohon tunggu...
I Ketut Merta Mupu
I Ketut Merta Mupu Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Pendamping Sosial PKH Kementerian Sosial RI

Alumni UNHI. Lelaki sederhana dan blak-blakan. Youtube : Merta Mupu Ngoceh https://youtube.com/@Merta_Mupu_Ngoceh

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Penebusan Dosa Melawan Orang Tua

8 Juni 2014   01:15 Diperbarui: 20 Juni 2015   04:46 4054
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_310087" align="aligncenter" width="559" caption="Aku Melawan Ibu (wolipop.detik.com)"][/caption]

Kehidupan seorang anak pada era sekarang cenderung dimanjakan, disayang berlebihan. Meski sebenarnya seorang anak sudah hidup sesuai keinginan orang tuanya, namun tetap saja seorang anak merasa belum berkecukupan, mau minta ini, minta itu, mau begini, mau begitu. Barangkali selalu membanding-bandingkan diri dengan kehidupan seorang anak dari keluarga lain, yang terlihat serba ‘wuahh’ meski sejatinya keadaan keluarganya jauh dari yang terlihat. Jika seorang anak membanding-bandingkan keadaan dirinya dengan orang lain hanya dengan melihat kulit luarnya, ujung-ujungnya anak akan merasa serba kekurangan dan cenderung akan melawan orang tuanya.

Bahkan lucunya, ingin bersenang-senang mengahabiskan waktu seperti teman-teman mereka. Padahal kalau kita jeli, orang yang bersenang-senang menghabiskan waktunya , sebenarnya sudah menanti penderitaan. Sedangkan seseorang yang sedang bergelut dengan tugas dan kewajibannya, yang seakan-akan sedang menderita, sebenarnya sedang menanti kebahagian. Dengan kata lain, orang yang sibuk dengan tugas dan kewajibannya sedang menabung amal kebaikannya, dan sebaliknya seseorang yang bersenang-senang sedang menghabiskan tabungan kebaikannya. Jadi, jangan sedih jika melihat orang lain sedang happy, apalagi kebahagian itu berakhir dengan penderitan, penderitaan berakhir dengan kebahagiaan [ini renungan untuk anak yang sudah dewasa].

Pada jaman sekarang, melawan orang tua, apalagi sampai menyakiti hatinya, dianggap sebagai perbuatan sepele, meski sejatinya sudah termasuk perbuatan dosa besar, yang tak ada penebusan dosanya atau tidak ada pengampunan [termaktub didalamkitab Siwa Purana]. Akibat melawan orang tua sebenarnya langsung dapat kita rasakan, bahkan hanya berbohong pada orang tua saja sudah berakibat buruk, misalnya banyak rencana yang tidak sesuai dengan harapan.

Saya pernah merasakan hal ini dan mencoba membanding-bandingkan jalan hidup antara saat melawan orang tua dengan menuruti kehendak orang tua. Dan juga mencoba mengamati nasib orang-orang yang pernah melawan orang tua, dan ternyata kehidupannya sering mengalami kesulitan. Hal ini membuktikan bahwa restu Tuhan bisa didapat dari restu orang tua. Dengan berbhakti kepada orang tua, ada empat pahala dijanjikan Tuhan. “Jika seorang anak bakti tulus kepada orang tuannya, mereka akan memperoleh empat macam pahala berupa: 1) pujian; 2) hidup bahagia dan panjang umur; 3) teman yang setia dan kekuasaan; 4) jasa dan pertolongan” [Sarasamuccaya 250].

Meski kita tahu, menghormati orang tua itu mendatangkan keberuntungan, namun susah sekali bisa berbhakti kepada mereka. Memang sudah kodratnya manusia sulit melakukan kebajikan, namun mudah melakukn kejahatan. Dalam keadaan kecewa, prustasi, apalagi sedang marah, seringkali seorang anak akan melawan orang tuanya, menyesal kemudian. Memang penyesalan itu selalu di belakang. Lalu bagaimana penebusan dosa melawan orang tua? hal utama yang harus dimiliki adalah rasa penyesalan. Penebusan dosa melawan orang tua, kita bisa menafsirkan dari kisah Sati pada film Mahadewa. [Kisah pada film Mahadewa ini bukan kisah sembarangan karena kisahnya diambil dari isi kitab purana].

Pada film Mahadewa, dikisahkan Prajapati Daksa [putra Brahma] menghukum putri kesayangannya; Sati [putri Prasuti], atas kesalahannya menentang ayahnya. Daksa menyatakan ‘Tidak ada penebusan dosa bagi seorang anak yang melawan orang tuanya’, namun dengan berbagai pertimbangan, kemudian Prajapati Daksa memberikan toleransi bahwa Sati bisa melakukan pertaubatan dengan puasa selama 7 atau 9 hari [hanya boleh makan buah], menuliskan nama suci Wisnu pada daun bunga teratai sebanyak 100.000, pertaubatannya harus dijalankan sendiri.

Dari kisah tersebut, saya menginterpretasi bahwa penebusan dosa melawan orang tua dapat dilakukan dengan penyesalan yang mendalam, puasa selama 7 hari sambil memuja Tuhan dengan melantunkan nama suci-Nya berulang-ulang sebanyak seratus ribu kali [dilakukan dengan berjapa]. Meski hal seperti itu tidak bisa untuk menebus dosa, paling tidak nama suci Tuhan dapat mengurangi dosa melawan orang tua.

Baca juga.. Film Mahadewa, Tuhan “Pacaran”?


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun