Mohon tunggu...
I Ketut Merta Mupu
I Ketut Merta Mupu Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Pendamping Sosial PKH Kementerian Sosial RI

Alumni UNHI. Lelaki sederhana dan blak-blakan. Youtube : Merta Mupu Ngoceh https://youtube.com/@Merta_Mupu_Ngoceh

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Menikahi Gadis di Bawah Umur, Cinta Buta Membawa Petaka

24 Oktober 2014   05:09 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:55 3558
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14140767871991074751

[caption id="attachment_330831" align="aligncenter" width="534" caption="Kawin Lari (funpict.com)"][/caption]

Dua hari yang lalu, teman saya update status facebook tentang seorang gadis yang belum tamat SMP kawin lari dengan lelaki dewasa, atas dasar suka-sama suka. Nasib malang menimpa mereka, orang tua gadis SMP itu melaporkan pacar sang anak kepada pihak berwajib.

“Harap bahagia bertemu duka”, kira-kira seperti itulah penggambaran prahara kawin lari akibat cinta buta, karena cinta memang tak punya mata. Bahasa fiksinya; cinta buta membawa petaka.

Kasus-kasus seperti itu sering kali terjadi di masyarakat. Pada umumnya akibat ketidaktahuan masyarakat tentang hukum, terutama Undang-Undang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Perkawinan.

Masyarakat awam menganggap, bahwa jika sudah suka sama suka, saling mencintai, dianggap bisa melangsungkan perkawinan tanpa memperhitungkan apakah calon suami-istri sudah ‘cakap hukum’, dewasa menurut hukum.

Pada dasarnya, perkawinan atau pernikahan dapat terjadi karena memenuhi syarat-syarat yang ditentukan. Menurut Pasal 6 UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, bahwa perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai. Untuk melangsungkan perkawinan, seseorang yang belum mencapai 21 tahun harus mendapat izin kedua orang tua. Selain itu, Pasal 6 UU Perkawinan menyatakan bahwa usia minimal bagi wanita untuk melangsungkan perkawinan adalah 16 tahun. Dengan kata lain, ketika seseorang ingin menikahi gadis di bawah umur, yaitu berumur di atas 16 tahun dan di bawah umur 21 tahun maka tidak boleh kawin lari, apalagi kawin dengan paksaan.

Untuk dapat dilangsungkannya perkawinan, maka harus ada persetujuan dari orang tua atau walinya. Sedangkan seorang anak atau seorang gadis di bawah umur 16 tahun sama sekali tidak boleh dinikahi, karena dianggap belum cakap hukum, belum mampu melakukan perbuatan hukum yang sah. Bahasa sederhananya, dianggap belum mampu membedakan mana yang benar dan mana yang salah.

Apabila menikahi gadis di bawah umur 16 tahun, maka dapat dipidanakan, meskipun ada persetujuan dari orang tua. Demikian pula, jika menikahi seorang gadis di bawah umur 21 tahun dapat dipidanakan jika tanpa persetujuan orang tua (apabila ada pihak terkait yang keberatan dan melaporkannya kepada pihak berwajib).

Seseorang yang kawin lari dengan gadis di bawah umur dianggap melarikan anak di bawah umur meski pun atas dasar suka sama suka, dapat dijerat dengan Pasal 332 ayat 1 KUHP, yang berbunyi, “Barang siapa melarikan perempuan yang di bawah umur tanpa persetujuan orang tuanya atau walinya dengan maksud untuk memiliki perempuan itu baik dengan perkawinan maupun tanpa perkawinan, dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun.

Untuk menghindari pasal di atas, jika kawin lari dengan anak di bawah umur, sedangkan ada pihak keluarga yang merasa keberatan, maka harus dikembalikan sebelum 1x24 jam, dan melakukan perdamaian, diselesaikan secara kekeluargaan.

Kasus-kasus seperti di atas, selain melanggar Undang-Undang Perkawinan juga melanggar Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Yang dimaksud anak dalam UU ini adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih didalam kandungan.

Pasal 81 ayat (1) UU Perlindungan Anak, menyebutkan, “Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah)”.

Selanjutnya ayat (2) menyebutkan, ”Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain”.

Undang-Undang Perlindungan Anak ini juga bisa menjerat seseorang yang pacaran kebablasan. Misalnya seorang lelaki pacaran dengan gadis di bawah umur, saling mencintai, suka sama suka, lalu melakukan hubungan seksual. Jika seorang lelaki ketahuan pacaran hingga pernah bersetubuh dengan gadis di bawah umur, berusia di bawah 18 tahun, maka lelaki dapat dipidanakan oleh pihak terkait yang merasa dirugikan, terutama oleh orang tua.

Demikian juga halnya apabila seorang gadis di bawah umur merasa dirugikan oleh sang pacar (setelah berhubungan seks), maka dapat melaporkan sang pacar kepada pihak berwajib untuk diproses secara hukum. Dengan kata lain, lelaki yang telah diajak berhubungan seks dapat dipidanakan, meski berhubungan seks atas dasar suka sama suka.

Korban (dalam hal ini sang gadis) akan dijaga kerahasiaannya, terlebih bila diminta korban. Pasal 17 ayat (2) menyebutkan “Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan”. Korban juga berhak mendapat bantuan hukum dari negara (dalam hal ini lembaga perlindungan anak), pasal 18 UU Perlindungan Anak berbunyi, “Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya”.

Umumnya, anak di bawah umur merasa takut melaporkan pelecehan/kekerasan seksual yang dialaminya, karena merasa sulit mencari bukti. Sebenarnya, pembuktian dapat dilakukan dengan ‘visum’. Visum dapat dilakukan setelah ada keterangan dari pihak kepolisian, visum tidak dapat dilakukan sebelum ada keterangan dari pihak berwajib.

Demikian ulasan singkat saya atas keprihatinan pernikahan dini, pernikahan diluar ketentuan hukum. Kekurangan dan kesalahannya, mohon masukan dan kritikannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun