Mohon tunggu...
I Ketut Merta Mupu
I Ketut Merta Mupu Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Pendamping Sosial PKH Kementerian Sosial RI

Alumni UNHI. Lelaki sederhana dan blak-blakan. Youtube : Merta Mupu Ngoceh https://youtube.com/@Merta_Mupu_Ngoceh

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Lelaki Tidak Berdosa Diperkosa Wanita?

4 Januari 2015   23:56 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:49 2470
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_344831" align="aligncenter" width="509" caption="Seorang Lelaki Diperkosa Wanita (Foto: Beritabatavia)"][/caption]

Perkembangan teknologi dan informasi kian pesat. Hal ini berpengaruh besar terhadap kehidupan masyarakat modern. Teknologi dan informasi tak hanya berdampak positif, namun juga berdampak negatif, terutama terhadap generasi muda. Seiring kemajuan teknologi dan informasi, kasus kekerasan seksual semakin marak dan semakin menjadi-jadi. Kemajuan teknologi dan informasi inilah yang dianggap biang kerok semakin meningkatnya kasus kekerasan seksual, seperti pencabulan, sodomi, dan pemerkosaan.

Apabila terjadi pemerkosaan, selalu lelaki yang disalahkan. Padahal, bila mau jujur, kaum perempuan juga memiliki andil terhadap kasus pemerkosaan. Kaum perempuan yang berpenampilan seksi, menggoda, menantang, dengan tubuh hanya dibungkus dengan sedikit pakaian, sebenarnya merupakan pemerkosaan terhadap lelaki dengan meracuni pikirannya pada hal-hal yang kotor, porno.

Menurut ajaran Hindu, bagian tubuh wanita yang sensitif, seperti paha, selangkangan, buah dada, pinggul, dapat merusak mental orang yang melihatnya. Oleh karena itu, diwajibkan untuk menutupinya. Akan hal ini terdapat sebuah kisah di dalam Mahabharata, yaitu dewi Gangga dikutuk dewa Brahma turun ke bumi akibat membiarkan kambennya terbuka ditiup angin (versi nusantara), membiarkan cadarnya terbuka (versi India), dan dewi Gangga saling berpandangan dengan Mahabhima dalam keadaan bernafsu. Sehingga keduanya dinyatakan bersalah, dan menjalani rehabilitasi di bumi sebagai penebusan dosanya.

Kekerasan seksual dan atau pemerkosaan pada umumnya dilakukan kaum lelaki, akan tetapi kaum perempuan pun bisa memperkosa lelaki. Banyak kasus terungkap kekerasan seksual terhadap lelaki yang dilakukan kaum perempuan di berbagai belahan dunia, bahkan pernah terjadi di Indonesia.

Sebenarnya, banyak kasus pemerkosaan terhadap lelaki, baik secara halus maupun terang-terangan. Biasanya, lelaki yang diperkosa tidak merasa dirugikan, lelaki yang diperkosa menikmatinya begitu saja, sehingga jarang muncul ke permukaan kasus-kasus pemerkosaan yang dilakukan perempuan.

Pemerkosaan terhadap lelaki biasanya dilakukan dengan cara halus. Misalnya, seorang perempuan memberikan rangsangan-rangsangan yang menggoda, dengan maksud agar lelaki calon korbannya tertarik untuk menggodanya dan kemudian menyetubuhinya. Dengan cara itu, kesannya tidak terjadi pemerkosaan. Godaan yang diberikan perempuan tersebut, baik berupa rangsangan maupun rayuan terhadap lelaki merupakan pemerkosaan dengan cara halus.

Kemudian muncul pertanyaan, apabila seorang lelaki dirayu untuk berhubungan seks oleh seorang perempuan, apakah lelaki itu berdosa apabila membiarkan dirinya diperkosa atau menikmati hubungan seks tersebut?

“Tidaklah berdosa bila seorang lelaki menyetubuhi seorang perempuan atas permintaannya” kira-kira seperti itu bunyi sloka di dalam kitab Mahabharata, Santi Parva. Maksudnya bahwa, seorang lelaki tidak berdosa apabila berhubungan seks dengan seorang wanita yang bukan istrinya, jika hubungan seks itu dilakukan atas permintaan dari wanita yang disetubuhinya.

Hal ini tentu membingungkan. Apakah Veda melegalkan hubungan seks antara seorang lelaki dengan seorang wanita yang bukan istri sahnya, bilamana hubungan itu atas permintaan dari seorang wanita?

Apabila dipahami secara dangkal, mengarah pada pemahaman demikian. Ketika seorang perempuan meminta kepada seorang lelaki untuk disetubuhi, maka sang lelaki dinyatakan tidak berdosa. Dengan kata lain, lelaki yang diperkosa oleh seorang perempuan, dibenarkan untuk menikmati hubungan seks dengan wanita bersangkutan.

Jika terjadi hubungan seks terlarang seperti itu, maka yang dinyatakan berdosa adalah pihak perempuan. Seperti dinyatakan didalam kitab Arthasastra, bahwaseorang perempuan yang memperkosa lelaki, dikenakan denda dua kali lipat daripada lelaki yang memperkosa seorang perempuan.

Di dalam kisah Mahabharata terdapat sebuah kisah yang agak menyimpang menurut masyarakat awam, tetapi dibenarkan Veda, yaitu kisah Rsi Vyasa berhubungan badan dengan dua permaisuri dari Vicitravirya, yaitu dewi Ambika dan Ambalika (dan satu lagi dengan seorang dayang). Hal ini dilakukan untuk meneruskan keturunan Kuru, sebab Vicitravirya wafat sebelum melahirkan keturunan. Permohonan hubungan seks tersebut atas permintaan dewi Satyawati, atas persetujuan dewi Ambika dan Ambalika. Dalam hal ini, Rsi Vyasa dinyatakan tidak berdosa. Dianggap tidak berdosa, karena ada pihak ketiga yang memberi ijin atau persetujuan.

Pemahaman lebih jauh, apabila hubungan seks seperti itu tanpa ada persetujuan pihak ketiga, terutama pihak yang dituakan, maka sang lelaki dianggap berdosa. Dengan kata lain, apabila seorang lelaki membiarkan dirinya diperkosa seorang perempuan atau menikmati hubungan seks dengan seorang perempuan seperti itu, maka lelaki itu dinyatakan juga terlibat dalam perbuatan dosa, sama seperti seorang yang berdosa akibat mencuri. Uraian tersebut dapat ditemukan dalam kisah Mahabharata, Adi Parwa.

Tersebutlah seorang raja bernama prabu Yayati, anak dari raja Nahusha (leluhur Pandawa-Kaurawa, garis keturunan Chandra Vamsa). Pada suatu ketika, sang raja bertemu dengan Devayani, putri Rsi Sukra yang agung (juga dikenal sebagai Bargawa, Kawya, Usana). Devayani jatuh cinta pada sang raja, dan dipilihnya sebagai belahan jiwanya. Devayani memiliki pelayan penunggu bernama Sarmishtha, putri raja Asura Vrishaparvan.

Raja Yayati diajak menemui Rsi Sukra oleh Devayani, memohon restu untuk dinikahkan. Rsi Sukra memberi restu, dan mereka dinikahkan. Akan tetapi raja Yayati dilarang Rsi Sukra untuk menjalin hubungan dengan Sarmishtha, pelayannya. “Sarmishtha harus selalu paduka hargai. Tetapi paduka jangan memanggilnya ke tempat tidur paduka” sabda Rsi Sukra.

Setelah pernikahan itu, raja Yayati kembali ke ibu kota kerajaannya bersama permaisurinya, Devayani, dan pelayannya, Sarmishtha. Sarmishtha menempati sebuah rumah besar yang dibangun dekat hutan buatan Asoka di tamannya dengan 1.000 orang pelayannya. Raja Yayati hidup bergembira dan bahagia bertahun-tahun lamanya.

Kisah di atas hanya ringkasan sebagai latar belakang cerita, di bawah ini kelanjutan kisahnya sesuai Mahabharata terjemahan aslinya.

[Rsi Vaisampayana bercerita kepada raja Janamejaya]

Ketika musimnya tiba, Devayani yang cantik mengandung. Dia melahirkan seorang anak laki-laki yang menyenangkan sebagai putra pertama. Ketika 1.000 tahun telah berlalu, putri Vrishaparvan Sarmishtha telah mencapai masa remajanya/pubertas dimana musimnya telah tiba. Ia menjadi cemas dan berkata kepada dirinya sendiri, ‘Musimku telah tiba. Tetapi aku belum memilih seorang suami. O, apa yang telah terjadi, apa yang harus kuperbuat? Bagaimana aku harus mendapatkan buah dari keinginanku? Devayani sudah menjadi seorang ibu. Masa mudaku ditakdirkan akan berlalu dengan sia-sia. Akankah aku memilih Baginda juga sebagai suamiku yang Devayani juga pilih? Inilah, sungguh ketetapan hatiku: Baginda itu harus memberikan aku seorang anak laki-laki. Akankah Baginda yang baik sekali tidak memberikan kesempatan untuk berbicara sendirian denganku?

Sementara Sarmishtha demikian sibuk dengan pikirannya, Baginda datang berkeliling dengan perasaan segan di dekat hutan Asoka, dan melihat Sarmishtha di hadapannya, berdiri disana berdiam diri. Kemudian Sarmishtha dengan senyum manisnya melihat baginda di hadapannya tanpa seorang pun menyaksikan apa yang mungkin terjadi, mendekati Baginda dan berkata dengan mencakupkan tangan. “O putra Nahusha, tak seorang pun dapat melihat seorang wanita yang tinggal di rumah dalam milik Soma, Indra, Vishnu, Yama, Varuna dan milik Paduka!

Paduka ketahuilah, O Baginda, bahwa hamba ini baik, cantik dan dari keluarga baik-baik. Hamba mohon Paduka, O Baginda! Musim hamba telah tiba. Lihatlah bahwa hal itu jangan berlalu dengan sia-sia.”

Yayati menjawab, “Aku tahu betul tentang kelahiranmu yang terhormat, lahir dari keluarga para Danava yang dibanggakan. Engkau juga dikaruniai dengan kecantikan. Aku tidak melihat bahkan setitik noda kesalahan dalam dirimu.

Tetapi Usana memberikan perintah, sementara menjadi satu dengan Devayani, bahwa tidak pernah akan memanggil putri Vrishaparvan Sarmishtha ke tempat tidurku.”

Sarmishtha kemudian berkata, “Telah dikatakan, O Baginda, bahwa tidaklah berdosa untuk berbohong dalam kelakar, untuk menghargai seorang wanita yang minta dibuat senang, dalam peristiwa perkawinan, dalam bahaya terjadinya kematian segera dan dalam seseorang yang kehilangan seluruh nasib baiknya. Berbohong dapat dimaafkan dalam 5 kejadian tersebut. O Baginda, tidaklah betul bahwa dia yang terjatuh yang mengatakan ketidakbenaran ketika ditanya. Baik Devayanai dan hamba sendiri telah dipanggil ke sini sebagai teman untuk menjalankan maksud yang sama. Ketika, karena itu, Paduka telah berkata bahwa Paduka akan membatasi Paduka sendiri kepada hanya satu di antara kami, itulah kebohongan yang Paduka telah ucapkan.”

Yayati menjawab, “ Seorang raja harus selalu menjadi contoh di mata rakyatnya. Raja itu pasti akan mengalami kehancuran bila berbicara tidak benar. Seperti diriku sendiri, aku tidak berani bicara tidak benar bahkan kehancuran yang dahsyat akan menimpaku!”

Sarmishtha menjawab, “O Baginda, seorang boleh menganggap suami temannya sebagai milikknya. Perkawinan seorang teman seseorang adalah sama seperti milikknya sendiri. Paduka telah dipilih oleh teman hamba sebagai suaminya. Paduka menurut dugaanku sama seperti suami hamba sendiri, karenanya.”

Yayati kemudian berkata, “Itu sungguh, merupakan sumpahku untuk selalu memberikan apa yang seseorang minta. Seperti yang engkau minta kepadaku, katakan kemudian apa yang harus kulakukan.”

Sarmishtha kemudian berkata, “Bebaskan hamba, O Baginda, dari dosa. Lindungilah kebaikan hamba. Dijadikan seorang ibu oleh Paduka, biarlah hamba melaksanakan kebajikan yang tertinggi di dunia ini. Dikatakan, O Baginda, bahwa seorang istri, seorang budak, dan seorang anak laki-laki tidak akan pernah mendapatkan kekayaan buat mereka sendiri. Apa yang mereka dapatkan selalu merupakan kepuanyaan dia yang memiliki mereka. Hamba, sungguh, adalah budak dari Devayani. Paduka adalah tuan dan penguasanya Devayani. Paduka adalah, karena itu, tuan dan penguasa besar kepunyaan Devayani. Hamba mohon kepada Paduka! O, penuhilah keinginanku!”

Dikatakan demikian oleh Sarmishtha, Baginda terbujuk ke dalam kebenaran seperti semua yang ia katakan. Baginda menghargai Sarmishtha dengan melindungi kebajikannya.

Baginda melewatkan beberapa saat bersamanya. Setelah mengucapkan selamat jalan dengan kasih sayang satu sama lain, mereka kemudian berpisah, masing-masing kembali ke tempat dari mana mereka telah datang.

Telah datang waktunya bahwa Sarmishtha yang manis senyummnya dan alis matanya yang indah mengandung sebagai akibat dari hubungannya dengan raja yang terbaik itu. Dan, O Baginda, wanita yang bermata seperti bunga lotus itu pada waktu yang wajar melahirkan seorang anak laki-laki yang kemegahannya seperti anak Surgawi dan bermata seperti kelopak bunga lotus. Ketika Devayani yang manis senyumnya mendengar kelahiran dari anak ini, dia menjadi cemburu, dan O Bharata, Sarmishtha menjadi objek dari pemikirannya yang tidak menyenangkan. Devayani pergi menemuinya, berkata kepadanya, “O engkau yang beralis mata indah, dosa apa ini, engkau telah melibatkan diri untuk menghasilkan sesuatu yang dipengaruhi oleh nafsu?”

Sarmishtha menjawab, “Seorang Rishi tertentu yang berjiwa luhur dan paham secara penuh dengan Veda datang kepada hamba. Dengan kemampuan memberikan hadiah hamba minta kepada beliau untuk meberikan keinginan hamba yang didasari oleh pertimbangan kebajikan. O Paduka yang bersenyum manis, hamba tidak mencari jalan dengan cara-cara penuh dosa untuk memenuhi keinginan hamba. Hamba mengatakan sungguh-sungguh kepada Paduka bahwa anak hamba ini dari sang Rishi tersebut!”

Devayani menjawab, “ Itu tiak apa-apa jika persoalannya demikian, O orang yang malu-malu! Tetapi jika garis keturunan, nama dan keluarga Brahmana itu engkau ketahui, aku ingin mendengarnya.” Sarmishtha menjawab, ” O Paduka yang manis senyumnya, dalam hal kepertapaan dan energi, Rishi itu semegah seperti Matahari sendiri. Melihat beliau, hamba tidak perlu untuk menanyakan pertanyaan-pertanyaan itu.” Devayanikemudian berkata, “ Apabila itu betul, apabila itu sungguh-sungguhh, engkau mendapatkan anakmu dari Brahmana yang tinggi ilmunya, kemudian, O Sarmishtha, aku tidak punya alasan untuk marah.” Setelah berbicara dan tertawa-tawabegitu satu sama lain, mereka berpisah, Devayani kembali ke istana dengan pengetahuan yang ditanamkan kepadanya oleh Sarmishtha.

O Baginda, Yayati juga menurunkan dua anak laki-laki dari Devayani yang diberi nama Yadu dan Turvasa, dimana mereka seperti Indra dan Vishnu. Dan Sarmishtha, putri Vrishaparvan, menjadi ibu tiga orang anak laki-laki semuanya yang bernama Drahyu, Anu dan Puru, dari raja yang bijaksana itu.

“Dan, O Baginda, pada suatu hari Devayani yang bersenyum manis ditemani oleh Yayati, pergi ke tempat sunyi di hutan itu, (di taman baginda yang luas). Di sana dia melihat tiga orang anak laki-laki dengan ketampanan surgawi bermain-main dengan kepercayaan diri yang sempurna. Devayani bertanya dengan herannya, “Anak-anak siapa mereka, O Baginda, yang demikian tampan dan begitu persis seperti anak-anak surgawi? Dalam kemegahan dan ketampanan mereka seperti Paduka, hamba pikir.” Dan Devayani tanpa menunggu jawaban dari Baginda, menanyai anak-anak itu sendiri, “Kalian anak-anak, apa garis keturunanmu? Siapa ayahmu? Jawablah sungguh-sungguh, aku ingin mengetahui semuanya.” Anak-anak itu kemudian menunjuk ke arah Baginda (dengan jari telunjuk mereka) dan mengatakan bahwa Sarmishtha adalah ibu mereka. Setelah mengatakan demikian, anak-anak itu mendekati Baginda mendekap lututnya. Tetapi Baginda tidak berani mengelus-elus mereka di hadapan Devayani. Kemudian anak-anak itu meninggalkan tempat itu, dan langsung menuju ibunya, menangis dengan sedihnya. Baginda, karena kelakuan anak-anak ini, menjadi sangat malu.

Tetapi Devayani, menandai kasih anak-anak itu kepada baginda, jadi mengetahui rahasia tersebut dan berkata kepada Sarmishtha, “ Bagaimana engkau telah berani melukai aku, sementara engkau tergantung padaku? Apakah engkau tidak takut untuk mendapatkan perlindungan sekali lagi dari adat-isti adat Asuramu itu?

Sarmishtha berkata, “O Paduka yang enyumnya manis, semua yang hamba ceritakan tentang Rishi tersebut sepenuhnya benar adanya. Hamba telah melakukan dengan baik dan menurut kebajikan yang dapat dimengerti, dan karena itu, hamba tidak takut kepada Paduka. Ketika Paduka memilih Baginda sebagai suami Paduka, hamba juga, seorang teman adalah, menurut pemakaiannya, merupakan suami sendiri juga.

Paduka adalah putri seorang Barhmana dan, karena itu, pantas mendapat sembah dan penghormatan hamba. Tetapi apakah Paduka tidak mengetahui bahwa Baginda yang bijaksana ini tetap memperlakukan hamba dengan penghargaan yang lebih tinggi”

Devayani kemudian, setelah mendengar kata-katanya itu, berseru, O Baginda, demikian, “Paduka telah menyalahkan hamba, O Baginda! Hamba tidak akan tinggal di sini lebih lama lagi.” Setelah berkata ini, ia segera bangkit, dengan mata penuh air mata, pergi menemui ayahandanya. Baginda sangat sedih melihat istrinya demikian, sangat gelisah, mengikuti jejaknya, berusaha keras untuk menenangkan kemarahannya. Tetapi Devayani, dengan mata memerah karena marah, tidak mau berhenti. Tidak berkata sepatah pun kepada Baginda, dengan mata bermandikan air mata, ia segera sampai di tempat tinggal ayahandanya Usana, Putra Kavi. Begitu melihat ayahandanya, ia berdiri di hadapannya, setelah menghormat sepatutnya. Yayati juga, segera sesudahnya, menghormat dan menyembah Bhargawa.

Devayani berkata, “O ayahanda, kebajikan telah dikalahkan oleh sifat buruk. Yang rendah telah bangkit, dan yang tinggi telah jatuh. Hamba telah disakiti lagi oleh Sarmishtha, putri Vrishaparvan itu. Tiga anak laki-laki telah diturunkan dari Baginda Yayati ini. Tetapi, O ayahanda, karena ketidakberuntungan, hamba hanya mendapat dua anak laki-laki! O Putra Bhrigu, Baginda ini terkenal karena pengetahuannya tentang makna dari ajaran agama. Tetapi, O Kavya, hamba memberi tahu kepada Paduka bahwa Baginda telah menyimpang dari jalan kecil kejujuran.”

Sukra, setelah mendengar semua ini, berkata, “O Baginda, karena Paduka telah berlaku tidak baik kepada yang mengejar Paduka yang tercinta, walaupun sangat mengetahui makna dari ajaran agama, ke-tuaan yang tidak terkalahkan akan melumpuhkan Paduka!” Yayati menjawab, “O Paduka yang patut disembah, hamba diminta oleh putri Danawa itu untuk membuahi musimnya. Hamba melakukannya atas dasar kebajikan dan tidak ada alasan lain. Seorang lelaki, yang diminta oleh seorang perempuan di dalam musimnya jika tidak mengabulkan keinginannya, disebut, O Brahmana, oleh orang yang paham akan Veda, sebagai pembantai embrio/benih.

Dia yang, diminta secara diam-diam oleh seorang wanita yang penuh dengan keinginan dan dalam musimnya, jika tidak pergi menemuinya, akan kehilangan kebajikan dan disebut oleh orang terpelajar pembunuh embrio, O Putra Bhrigu, untuk alasan-alasan inilah, dan ingin untuk menghindari dosa, hamba pergi menemui Sarmishtha.”

Sukra kemudian menjawab, “Paduka tergantung kepada hamba, Paduka seharusnya menunggu perintahku. Setelah melaksanakan hal yang tidak baik yang menyangkut kewajiban Paduka, O Putra Nahusha, Paduka dipersalahkan dengan menanggung dosa seorang pencuri.”

Prabu Yayati, Putra Nahusha, demikian dikutuk oleh Usana yang sedang marah, kemudian kehilangan kemudaannya dan segera berubah menjadi jompo.

Pada jaman Satya Yuga umur manusia ribuan tahun

Disebut Panca Nrta, lima kebohongan yang dibenarkan.

Kekayaan yang didapatkan seorang istri menjadi milik suami. Kekayaan anak laki-laki menjadi milik orang tuanya (Kekayaan anak perempuan menjadi miliknya sendiri dan akan dibawa ketika pernikahannya). Kekayaan yang didapat pelayan/budak menjadi milik tuannya.


Tulisan sebelumnya: PemerkosaanLelaki di Indonesia

Baca juga tulisan lainnya: Seks Terlarang Dengan Adik Angkat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun