Mohon tunggu...
I Ketut Merta Mupu
I Ketut Merta Mupu Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Pendamping Sosial PKH Kementerian Sosial RI

Alumni UNHI. Lelaki sederhana dan blak-blakan. Youtube : Merta Mupu Ngoceh https://youtube.com/@Merta_Mupu_Ngoceh

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Seperti Bayangan: Anak Rusak Lahir dari Orang Tua Rusak

25 Januari 2015   02:59 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:26 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_347868" align="aligncenter" width="541" caption="Seperti Bayangan /Foto Nenen"][/caption]

Baru bangun, Sang Ayu meminta dibelikan mangga yang masih ranum, sifat manjanya mulai kambuh. Dimana aku harus cari mangga ranum pada musim seperti saat ini? pohon mangga saja sudah langka. Tak mau mengecewakannya, aku berangkat ke pasar Kintamani.

Keliling pasar, tak menemukannya. Aku hampir menyerah, namun masih tersisa sedikit kemauan untuk mendapatkannya. Aku menanyakan ke rumah-rumah warga. Perjuanganku berhasil, aku mendapatkan lima buah mangga harum manis masih segar di toko buah di gang sempit.

Jam sembilan baru pulang, aku pura-pura tak mendapatkannya. Istriku cemberut, sedih, tumben melihatnya bermuram durja, hanya gara-gara buah mangga. Saat dia merunduk sedih, aku mengeluarkan buah mangga itu. Ia pun tersenyum malu, bergegas mengelupasnya.

Dalam waktu singkat, mangga itu sudah habis tiga buah. Aku geleng-geleng kepala melihatnya. Baru aku sadar, begini rupanya sikap istri yang sedang ngidam. Aku bahagia bisa mempersembahkan apa yang diminta istriku. Barangkali, Sang Ayu ngidam buah mangga yang ranum, gara-gara dulu waktu pertemuan pertama setelah lama tak bertemu, aku sedang membaca kisah Narasoma bertemu dengan Endang Pujawati ketika Narasoma sedang makan buah mangga.

Memasuki masa kehamilan istriku, saling mengingatkan untuk selalu bersikap dan bertindak sesuai aturan agama dan tradisi keluarga yang baik. Aku berbagi cerita berbagi rasa tentang membentuk karakter masa depan anak yang diharapkan. Aku pernah mendapat nasehat dari ayahku, membentuk karakter anak itu pada tiga masa.

Seseorang bisa membentuk karakter anaknya dengan membentuk karakter diri sendiri selama sebagai anak, semasih bujang. Bagaimana perlakukan aku terhadap orang tua dan orang lain, seperti itu pula anakku akan bersikap terhadap aku dan orang lain.

Sebagaimana tindakanku dan sitriku, saat dia hamil, seperti itu pula karakter anakku, apakah aku pemalas, pemarah, penjudi, mabuk-mabukan, penggila wanita, ataukah penyayang, suka berderma, taat beribadah, suka menolong, ramah, sopan, rajin belajar dan lain sebagainya. Apa yang aku lakukan selama istri hamil, dia mendengarkannya dari dalam perut, dan akan diterapkan selama hidupnya.

Akan hal itu, ada sebuah kisah di dalam Mahabharata. Waktu Subadra hamil, Arjuna pernah bercerita tentang siasat perang Cakrawayu kepada istrinya. Ketika anak sang Arjuna, Sang Abimanyu sudah besar, dia mampu menghadapi musuhnya hingga kocar-kacir dan mampu menembus Cakrawayu ketika perang besar di Kuruksetra, menghadapi pihak para Kaurawa yang dipimpin rsi Drona dengan gagah berani. Rsi Drona amat kaget dengan anak muda yang sudah mampu menguasai Cakrawayu dan bertempur melawan kesatria tangguh. Saat perang besar itu, Sang Abimanyu terjebak di tengah medan perang, dia tidak tahu bagaimana cara keluar dari jebakan Rsi Drona dengan siasat perang Cakrawayu. Sang Abimanyu terbunuh, dikeroyok pasukan Kaurawa. Kesalahannya, Sang Abimanyu tidak tahu cara keluarnya, karena waktu dia masih dalam kandungan, Sang Arjuna bercerita tentang siasat perang tidak sampai tuntas, Dewi Subadra tertidur ketika Arjuna menjelaskan cara keluar dari Cakrawayu.

Yang terakhir, membentuk karakter anak sesudah dia lahir, tumbuh dan berkembang. Memberi suri tauladan maupun dengan pendidikan budi pekerti dan mengontrol pergaulannya. Sejatinya jauh lebih penting membentuk pribadi diri sendiri saat masih muda, dan saat istri hamil. Anak itu seperti sebuah bayangan dari orang tuanya. Pepatah lama mengatakan; air mengalirnya ke bawah, buah jatuh tak jauh dari pohonnya.

Kadang aku heran, kalian selalu menyalahkan generasi muda dengan kenakalannya. Seharusnya kalian sadar diri dan memberi suri tauladan, bukan menyalahkan generasi muda. Generasi kalianlah yang harus bertanggungjawab atas apa yang terjadi saat ini. Kenakalan remaja, pergaulan bebas, bermula dari kesalahan generasi tua. Bukankah anak rusak lahir dari orang tua rusak? itulah yang sebenarnya.

Benih-benih kenakalan itu telah kalian bentuk sejak dulu, tapi kalian tak sadar. Kalian menciptakan generasi rusak melalui hubungan seks pra-nikah, hamil duluan. Akibatnya lahir anak durhaka yang suka menentang orang tua, tak berbhakti kepada dewa, kepada Yang Kuasa, menjadi anak brandalan. Kalian memang harus berkaca pada diri, karena sebagaimana orang tua, demikianlah anaknya.

Aku pernah membaca episode sederhana penuh makna, betapa perlunya orang tua sadar diri. Sebuah kisah nyata, cerita masa muda Dr. Arun Gandhi, cucu dari Mahatma Gandhi.

Waktu itu Arun masih berusia 16 tahun dan tinggal bersama orang tua disebuah lembaga yang didirikan oleh kakeknya yaitu Mahatma Gandhi, di tengah-tengah kebun tebu, 18 mil di luar kota Durban, Afrika Selatan. Mereka tinggal jauh di pedalaman dan tidak memiliki tetangga.

Tidak heran bila Arun dan dua saudara perempuannya sangat senang bila ada kesempatan pergi ke kota untuk mengunjungi teman atau menonton bioskop.

Suatu hari ayah Arun meminta Arun untuk mengantarkan ayahnya ke kota untuk menghadiri konferensi sehari penuh. Dan Arun sangat gembira dengan kesempatan ini. Tahu bahwa Arun akan pergi ke kota, ibunya memberikan daftar belanjaan untuk keperluan sehari-hari. Selain itu, ayahnya juga minta untuk mengerjakan pekerjaan yang lama tertunda, seperti memperbaiki mobil di bengkel.

Pagi itu, setiba di tempat konferensi, ayah berkata, "Ayah tunggu kau disini jam 5 sore. Lalu kita akan pulang ke rumah bersama-sama.". Segera Arun menyelesaikan pekerjaan yang diberikan ayahnya.

Kemudian, Arun pergi ke bioskop, dan dia benar-benar terpikat dengan dua permainan John Wayne sehingga lupa akan waktu. Begitu melihat jam menunjukkan pukul 17:30, langsung Arun berlari menuju bengkel mobil dan terburu-buru menjemput ayahnya yang sudah menunggunya sedari tadi. Saat itu sudah hampir pukul 18:00. 

Dengan gelisah ayahnya menanyakan Arun "Kenapa kau terlambat?"

Arun sangat malu untuk mengakui bahwa dia menonton film John Wayne sehingga dia menjawab "Tadi, mobilnya belum siap sehingga saya harus menunggu". Padahal ternyata tanpa sepengetahuan Arun, ayahnya telah menelepon bengkel mobil itu. Dan kini ayahnya tahu kalau Arun berbohong.

Lalu Ayahnya berkata, "Ada sesuatu yang salah dalam membesarkan kau sehingga kau tidak memiliki keberanian untuk menceritakan kebenaran kepada ayah. Untuk menghukum kesalahan ayah ini, ayah akan pulang ke rumah dengan berjalan kaki sepanjang 18 mil dan memikirkannya baik-baik.".

Lalu, Ayahnya dengan tetap mengenakan pakaian dan sepatunya mulai berjalan kaki pulang ke rumah. Padahal hari sudah gelap, sedangkan jalanan sama sekali tidak rata. Arun tidak bisa meninggalkan ayahnya, maka selama lima setengah jam, Arun mengendarai mobil pelan-pelan dibelakang beliau, melihat penderitaan yang dialami oleh ayahnya hanya karena kebodohan yang Arun lakukan.

Sejak itu Arun tidak pernah berbohong lagi. Pernyataan Arun :

"Sering kali saya berpikir mengenai episode ini dan merasa heran. Seandainya Ayah menghukum saya sebagaimana kita menghukum anak-anak kita, maka apakah saya akan mendapatkan sebuah pelajaran mengenai tanpa kekerasan? Saya kira tidak. Saya akan menderita atas hukuman itu dan melakukan hal yang sama lagi. Tetapi, hanya dengan satu tindakan tanpa kekerasan yang sangat luar biasa, sehingga saya merasa kejadian itu baru saja terjadi kemarin. Itulah kekuatan tanpa kekerasan."

Baca juga.. Debat Islam-Hindu: Tuhan Hindu Binatang?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun