Berpulangnya Prof. Dr. Ir. Duma Hasan, DEA, seorang Guru Besar Fakultas Teknik Unhas pada tanggal 31 Mei 2019 di Makassar, sangat mengejutkan banyak pihak.
Melalui tulisan ini saya menuangkan kisah hidup almarhum sebagaimana diceritakan secara langsung oleh salah seorang anak beliau yang bernama Silvani Duma atau yang biasa kami sapa dengan sebutan Vani.
Semua yang tertuang disini adalah sebagai wujud rasa hormat kepada almarhum yang semasa hidupnya merupakan figur sederhana, merakyat, ramah, rendah hati, tulus ikhlas, bertanggung jawab, menyayangi keluarga, pekerja keras, tidak membedakan siapapun dalam kehidupan sehari-hari, taat beribadah sekaligus mengamalkan ajaran agama, memiliki sikap toleransi yang tinggi, cinta damai, mendahulukan kepentingan orang lain, dan selalu siap berkorban.
Terlebih almarhum sangat mencintai profesinya sebagai seorang dosen yang bersentuhan langsung dengan dunia pendidikan. Beliau adalah pribadi yang konsisten dalam semua hal serta menjunjung tinggi kejujuran. Masih banyak lagi teladan lain yang bisa ditemukan dalam kisah hidup beliau. Termasuk keunikan-keunikan yang biasanya menjadi ciri khas orang jenius.
Begitu banyak pula yang mengantarkan jasad beliau menuju tempat peristirahatan terakhirnya. Bukti nyata bahwa beliau ada di hati semua yang mengenalnya.
Kebaikan dan kesederhanaannya hendaknya menjadi panutan bagi kita semua dari generasi ke generasi. Perbedaan akan selalu ada semasa kita hidup di dunia ini. Namun jangan biarkan perbedaan itu menjadi sumber ketidakharmonisan dan perpecahan, tetapi sebaliknya, perbedaan itulah yang menjadikan kita semakin arif, bijak, kuat bersatu di manapun kita berada.
Jangan pernah berhenti berbuat kebaikan dan biarlah hanya Tuhan saja yang mengetahui semuanya itu.
Terima kasih kepada segenap keluarga, teman-teman, serta alumnus universitas yang sudah banyak memberikan perhatian dan bantuan bagi kami sekeluarga baik selama almarhum menderita sakit sampai kepada wafat dan pemakamannya. Tuhan yang membalaskan semua kebaikannya.
MASA KECIL
Papa dilahirkan di Makale, Tana Toraja (Sulawesi Selatan) pada tanggal 14 Juli 1940. Makale merupakan kota sejuk karena berada di dataran tinggi. Jaraknya dari kota Makassar adalah sekitar 300 km.
Orang tua papa adalah petani. Beliau sering bercerita perjuangan-perjuangan hidupnya semasa kecil. Bagaimana harus ke sekolah dengan berjalan kaki sejauh 18 km pulang pergi dari rumah. Belum lagi saat hujan terpaksa melepas baju dan menggunakan daun pisang untuk membungkus baju dan buku-bukunya agar tidak basah karena seragam sekolahnya hanya satu yang apabila basah tidak bisa dipakai lagi keesokan harinya. Ini juga yang akhirnya membentuk gaya hidup papa menjadi sangat sederhana dan bersahaja.
Memang sedari kecil papa sudah bercita-cita menjadi seorang guru. Cita-cita inilah yang terus dikejar oleh papa karena sudah menjadi panggilan jiwanya. Tidak bisa ditawar-tawar lagi. Terbukti, setelah terealisasi, seumur hidup dijalankannya dengan penuh dedikasi.
Papa memeluk agama Islam dan sungguh-sungguh menjalankan ajaran agamanya.
MASA PACARAN, MENIKAH, DAN BERKELUARGA
Seorang wanita sederhana, lembut, dan kuat, mampu mengimbangi enerjiknya papa semasa hidupnya, adalah Ibu Sherly Duma yang sehari-hari kami panggil mama. Mama beragama Katolik.
Papa dan mama saling kenal setelah dijodoh-jodohkan oleh Opa Bubun dan Tante Lien Nio. Tante adalah sepupu mama. Saat itu mama masih sangat muda (belum genap 20 tahun) dan juga sudah memiliki pacar. Sementara papa jauh lebih tua dari mama dengan perbedaan usia 19 tahun.
Menurut oma (mama dari mama), mama tidak mau dikenalkan atau lebih tepatnya djodohkan dengan papa. Para mak comblang ini berusaha keras agar mama mau menerima papa bahkan seringkali oma datang ke rumah Keluarga Bubun untuk berkeluh kesah sampai menangis karena sikap mama yang tidak mau menjalin hubungan dengan papa.
Saat anak-anak Keluarga Bubun berkunjung ke rumah waktu Lebaran tahun 2018, kembali mengenang cerita masa PDKT dan pacaran itu menjadi topik pembicaraan super seru. Papa sendiri yang bercerita bahwa saat itu ada 2 orang yang menjadi “kandidat” untuk didekati. Setiap kali Opa Bubun dan papa keluar rumah, Tante Lien Nio pasti menanyakan mereka mau ke mana.
Dan jika tante mengetahui bahwa opa Bubun dan papa pergi ke rumah si kandidat yang satu yang notabene saingan mama, beliau menjadi sangat marah karena beliau ingin papa pergi kerumah mama. Saking seringnya papa berkunjung ke rumah Keluarga Bubun di daerah Karuwisi (Jalan Perintis Kemerdekaan), beberapa kali kaca spion mobil papa dicuri orang. Pada waktu itu daerah tersebut masih sepi dan rawan. Papa dan opa sangat akrab. Semasa hidupnya Opa Bubun adalah seorang guru sekolah yang juga sangat berdedikasi tinggi.
Menurut oma, hampir setiap malam papa lewat di depan rumah oma dan saat mendekati rumahpPapa sengaja membunyikan mobil dengan suara keras agar menarik perhatian. Saat mendengar itu, biasanya oma yang keluar dan melihat bahwa papa lewat di depan rumah. Lalu oma mendatangi mama dan bilang, “eh Duma tadi lewat didepan rumah”…mama cuma merespon dengan “yah biar saja dia lewat. Itu kan jalan umum”…oma kembali bertanya “kamu tidak kasihankah?”
Namun mama tetap tidak bergeming. Oma selalu menasihati mama bahwa jangan pernah menilai seseorang dari penampilan luarnya. Mungkin saja papa bukan orang yang ganteng tetapi kata oma, kebaikan hatinya yang perlu dilihat. Tentunya, seiring waktu berjalan akan nampak juga.
Sampai suatu pagi, papa datang mengantarkan sesuatu dan di saat bersamaan mama juga akan berangkat kerja. Mama bekerja sebagai karyawan di Studio Foto di Jalan Irian. Oh iya, mama terpaksa tidak meneruskan pendidikannya ke jenjang kuliah karena keterbatasan biaya.
Padahal mama termasuk murid yang berprestasi dan berperingkat 1 di kelas. Saat itu kakak lelaki mama sedang kuliah di Bandung sementara oma adalah seorang orang tua tunggal yang harus menghidupi 6 orang anak, maka mama pun memutuskan untuk tidak melanjutkan pendidikannya ke universitas dan memilih untuk bekerja.
Selama bekerja, mama tidak pernah menikmati gajinya karena setiap gajian, semuanya dikirimkan untuk biaya kuliah kakaknya di Bandung. Hal ini terus berlanjut sampai mama menikah dengan papa dimana mama berhenti bekerja untuk mengurus keluarga. Kemudian tanggung jawab membiayai kakaknya itu diteruskan oleh papa sampai kakak mama lulus dan bergelar sarjana.
Kembali ke pagi itu, saat papa datang ke rumah mama, singkat cerita papa menawarkan untuk mengantarkan mama ke tempat kerja dan tanpa disangka diterima oleh mama. Kemungkinan besar ini adalah efek dari usaha “lihat genteng rumahnya aja gue udah bahagia”. Oma saat itu sudah senang sekali. Dan yang mengejutkan, sore harinya papa kembali menjemput mama di tempat kerja dan mengantarnya pulang. Kata oma saat melihat itu, “Wahhh kalau begini bisa berlanjut”.
Masa-masa pacaran papa dan mama untuk masa itu tergolong modern atau bahasa kekiniannya “gaul”. Saat malam Minggu papa sering mengajak mama bermalam mingguan berkeliling kota dengan mobil Daihatsu Taft nya dan tidak ketinggalan mengaja adik-adik Mama ikut serta. Pernah juga mereka semua berwisata ke Malino yang saat itu adalah tempat wisata yang popular berudara dingin seperti Puncak.
Suatu waktu Papa pernah dirawat inap di RS Stella Maris, kalau nggak salah menurut cerita oma, ada masalah dengan telinga papa. Ada seorang perawat yang berusaha menarik perhatian papa. Hal ini mengakibatkan mama cemburu dan akhirnya ngambek lalu berujung dengan tidak datang ke rumah sakit untuk menjenguk papa. Papa jadi kalut alias galau lalu memutuskkan untuk datang ke rumah mama, diam-diam meloloskan diri dari rumah sakit dalam kondisi perban yang masih melekat di tubuhnya.
Pada tahun 1979, papa dan mama akhirnya menikah. Dan pada tanggal 20 Agustus 1980 lahirlah anak pertama yang diberi nama Silvani yang artinya “hutan”. Pada tanggal 14 Maret 1982 lahirlah anak kedua yang diberi nama Greisina yang asalnya dari nama kota Gresik yaitu salah satu kota yang papa kunjungi dalam rangka dinas mendekati hari kelahiran putri keduanya. Karena papa mendapat beasiswa melanjutkan pendidikan S2 di Perancis, maka mama dan kedua putrinya tinggal di Indonesia.
Nanti pada tahun 1986 mama juga menyusul papa ke Perancis dan pada tanggal 21 September lahirlah anak ke 3 yang diberi nama Francisca sesuai nama negara tempat kelahirannya. Disusul kemudian dengan kelahiran putri keempat pada tanggal 2 November 1990 yang diberi nama Grazielly yang diambil dari bahasa Spanyol “gracias” yang artinya “terima kasih”. Pada tanggal 26 Februari 1992, lahirlah putra kelima dan yang menjadi satu-satunya anak laki-laki dalam keluarga kami dan diberi nama Gerard Antoninie mengambil nama professor pembimbing papa.
Walaupun berbeda keyakinan, papa dan mama saling pengertian, menghormati, dan hidup rukun harmonis. Papa juga tak sungkan melakukan pekerjaan rumah tangga dan sangat memahami posisi mama serta memberinya kebebasan.
PENDIDIKAN DAN KARIR
Sebelum melanjutkan studi ke Perancis, papa memperoleh gelar insinyur setelah sepuluh tahun berkuliah. Dimasa itu belum ada sistem DO. Di Perancis, papa melanjutkan studinya pada jurusan teknik mesin dan memperoleh gelar DEA. Kemudian papa melanjutkan lagi hingga memperoleh gelar Doktor bidang teknik mesin pada tahun 1990.
Kembali ke Makassar (dahulu disebut sebagai Ujung Pandang), papa menjadi seorang guru besar di beberapa universitas yaitu :
1. Universitas Hasanuddin (Unhas)
2. Universitas Kristen Paulus (UKIP)
3. Universitas Atma Jaya
4. Universitas Muslim Indonesia (UMI)
5. Universitas Fajar
Semua mahasiswa yang dibimbingnya, banyak diberi kemudahan agar mereka termotivasi untuk belajar. Apalagi pada jaman itu segalanya masih serba terbatas. Papa sangat mengerti kondisi mahasiswa-mahasiswanya bahkan cukup dekat dengan mereka semua.
Selain menjadi dosen, papa juga menjadi pegawai di PT Daihatsu, PT Kanik Utama, dan Dipa Jaya. Gaji yang diterima di masing-masing perusahaan lumayan besar.
Prof. A. Amiruddin selaku rektor Unhas saat itu memanggil satu persatu dosen yang juga memiliki pekerjaan di luar, termasuk papa. Papa diberikan pilihan, tetap menjadi dosen dan meninggalkan profesi pegawai kantoran atau sebaliknya. Dengan mantap, papa akhirnya memilih untuk sepenuhnya menjadi dosen sekalipun gaji yang diterima tidak sebesar pada waktu menjadi pegawai kantoran. Papa sangat berkomitmen sekaligus konsisten dengan panggilan hidupnya.
Kami pun sangat bersyukur kepada Tuhan karena mama selalu mendukung pilihan papa. Mama adalah seorang figur yang luar biasa bagi kami semua.
Menginjak usia 70 tahun, papa pensiun dari profesi dosennya. Sebetulnya papa masih bersemangat untuk mengajar. Kadang kami pun sulit mencegahnya. Yang kami mau supaya papa menikmati hari tuanya dengan santai. Bukankah memang sudah waktunya. Namun itulah papa kami, seorang pengajar sejati. Semangatnya tidak pernah pudar. Beliau tetap mengajar di UKIP sekaligus mengajar cucu-cucunya di rumah.
Papa juga adalah seorang yang berprinsip. Apapun yang ditawarkan kepada beliau yang sekiranya dikemudian hari akan menjadi masalah, dengan tegas beliau pasti menolak. Beliau pun tidak mau dipusingkan dengan hal-hal yang bersifat birokrasi.
SELERA MAKAN
Semasa hidupnya, terutama saat masih aktif sebagai dosen, papa selalu menyempatkan diri untuk pulang makan siang di rumah dengan menu yang sangat sederhana atau yang biasa dikenal dengan menu rumahan. Papa tidak terlalu menyukai makanan yang berbumbu. Beliau lebih memilih makanan yang dimasak dengan sederhana, seperti : sayur bening dengan lauk satu macam saja yaitu ikan. Menurut mama, mengurus dan menyiapkan makanan papa itu sangat gampang karena apa yang mama masak dan sajikan pasti akan dimakan oleh papa. Selain itu, papa juga bukan penggemar makanan pedas padahal biasanya orang Toraja paling jago dan doyan dengan makanan pedas.
Papa hampir tidak mengenal yang namanya jajan apalagi untuk nongkrong di café atau restoran. Bila papa mendapat jatah makanan dari kegiatan-kegiatan yang dihadirinya, biasanya makanan itu dibawa pulang atau diberikan kepada staf/pegawai yang ditemuinya. Papa juga selalu mengingatkan mama untuk masak yang secukupnya dan jangan sampai ada makanan yang terbuang.
Papa juga seseorang yang tidak pernah membuang makanan bahkan setelah makan tidak ada satu biji nasi pun yang tersisa di piringnya. Bila ada nasi sisa dan sudah dingin, papa memilih menghabiskan dahulu nasi itu dan membiarkan anak-anak serta cucu-cucu yang menikmati nasi yang baru saja dimasak. Ini juga yang selalu beliau katakan kepada anak-anak dan cucu-cucu. Beliau bisa menegur keras jika kami menyisakan atau membuang makanan.
Selain karena gaya hidup yang sangat sederhana dan juga karena beliau adalah orang yang hemat, papa memilih makan di rumah karena alasan kesehatan. Papa sangat memperhatikan makanan dan porsi yang dikonsumsinya. Hampir tidak pernah beliau menyentuh makanan instan atau yang diawetkan. Mungkin ini juga salah satu resep papa untuk menjaga kondisinya selalu fit. Dan satu lagi, beliau sangat peduli dengan berat badannya dan sangat takut menjadi gemuk.
Saat sudah berusia lanjut dan memiliki cucu, barulah papa mulai menyukai makanan-makanan seperti ayam goreng KFC, hamburger, pizza, dan sushi. Setiap kali memesan/membeli makanan untuk cucu-cucu sesuai keinginan mereka (yang juga adalah perintah dari papa yang selalu menuruti keinginan cucu-cucu dalam hal makanan), pasti ada jatah buat papa juga. Pernah papa berebut makan sushi dengan cucu-cucunya. Ternyata pengaruh cucu-cucu sangat kuat terhadap opanya dan hal ini juga membenarkan bahwa semakin tua seseorang maka sikapnya akan kembali seperti anak-anak
HOBI OLAH RAGA
Papa adalah seorang yang sangat aktif dan menyukai olahraga sejak masih berusia muda. Olah raga yang sangat disenangi saat masih muda dan aktif sebagai dosen adalah tenis. Setiap pagi sebelum mengajar, papa akan menyempatkan diri untuk bermain tenis. Saat diberi kesempatan untuk melanjutkan sekolah di Perancis, papa pergi ke Paris untuk menyaksikan pertandingan tenis Grand Slam French Open. Saking senangnya bermain tenis, papa biasa mengikuti pertandingan tenis dan pernah meraih juara ke-3 untuk kelas ganda putra.
Saat bermain tenis papa pernah mengalami kecelakaan yang mengakibatkan pergelangan tangan kirinya patah. Selama beberapa bulan papa absen bermain tenis. Karena kecelakaan itu juga Papa untuk sementara waktu tidak bisa menyetir mobil. Saya ingat pernah diminta papa untuk ikut dengan beliau ke kampus UMI dan tugas saya adalah membantu memindahkan perseneling karena tangan kiri papa belum sembuh dan masih dibalut gips. Untungnya beliau sudah mengajarkan saya bagaimana menyetir mobil walaupun saat itu belum diijinkan untuk mengemudi sendiri. Selama beliau mengajar, saya menunggu di luar kelas dan itu menjadi pengalaman yang tidak terlupakan.
Setiap hari papa selalu menyempatkan diri untuk olahraga, kalau tidak sempat main tenis, beliau biasanya jogging di seputar kompleks perumahan. Menurut mama, dari cerita papa, saat di Perancis papa sering jogging keliling kota di mana beliau dulu melanjutkan studinya. Sering juga beliau mengajak adik-adik saya yang waktu itu masih sekolah di SD dan TK. Sambil jalan pagi, mereka disuruh berhitung dengan menggunakan bahasa Inggris dan Perancis.
Dari kelima anaknya, yang mempunyai hobi berolah raga sama dengan papa adalah saya dan Anto (adik laki-laki yang bungsu). Waktu papa tahu saya mulai bermain tenis, beliau sangat senang dan menyuruh saya memilih raket tenisnya yang dibeli dari Perancis dan raket itu yang selalu saya pakai saat bermain tenis.
Beliau bilang main tenis itu bagus dan saat saya punya masalah dengan wajah karena jerawat, beliau malah menyarankan untuk rutin dan disiplin berolahraga. Waktu itu dalam hati saya tertawa dan bilang apa hubungannya olahraga dengan muka yang jerawatan. Tetapi setelah mulai lebih disiplin berolaraga dan banyak membaca manfaat olahraga, ternyata apa yang dikatakan oleh papa itu benar. “So, it is proven that he is so full of information (LOL)!”
Seiring dengan bertambahnya usia, papa beralih dari tenis ke olah raga bersepeda. Biasanya papa bersepeda menyusuri kompleks rumah. Saat bersepeda ini juga papa mengalami kecelakaan gara-gara mau berbelok ala cirque du soleil tanpa menurunkan kaki yang menyebabkan papa terjatuh dari sepeda dan sekali lagi menderita patah di pergelangan tangan kiri di tempat yang sama saat kecelakaan tenis beberapa tahun sebelumnya. Kecelakaan itu cukup parah dan papa harus dioperasi untuk pemasangan pen dan harus melalui 3 tahap operasi untuk penyembuhannya.
Papa adalah orang yang sangat penuh perhatian dengan kesehatan dan kebugarannya. dan sangat anti jika berat badannya naik lalu beliau menjadi gemuk. Di usianya yang sudah uzur pun beliau mulai berdiet karena sudah tidak mampu lagi berolah raga dengan intensif. Walaupun setiap saat beliau tetap berusaha aktif bergerak. Yang paling ekstrim, beliau nyaris setiap hari berjemur saat matahari sedang teriknya sampai tubuhnya basah kuyup dengan keringat.
Seringkali juga, beliau berjalan mengelilingi lapangan sepak bola di depan rumah kami pada saat matahari sedang bersinar terik sambil memunguti sampah-sampah yang berserakan di lapangan tersebut. And guess what, he did the right thing karena ternyata hampir sebagian besar orang sekarang menderita defisiensi vitamin D yang efeknya sangat mengerikan dan tidak penah terpikirkan sebelumnya. Disarankan untuk berjemur pada kisaran waktu pukul 09.00 – 15.00 karena di waktu tersebut sinar matahari sangat baik untuk tubuh. Dan tulang.
PEDULI LINGKUNGAN DAN PENYAYANG ANJING
Papa adalah seorang yang sangat cinta alam dan peduli dengan lingkungan. Mungkin karena beliau dulu lahir dan besar di daerah Makale, Tana Toraja yang sangat asri dan udaranya sejuk. Ini juga yang buat papa sangat tidak tahan dengan udara yang panas.
Papa sangat tidak suka kalau ada yang membakar sampah. Biasanya beliau mengumpulkan sampah-sampah yang berupa daun bekas lalu di kumpulkan di bawah pohon agar bisa terurai dan hancur dan bisa dijadikan pupuk kompos. Salah satu wujud kecintaannya dengan alam sepertinya diwujudkan dengan memberi nama Silvani kepada anak pertamanya yang diambil dari kata “sylva” dalam bahasa latin yang artinya “hutan”.
Saking cintanya dengan tanaman, pohon pisang pun tumbuh subur di halaman depan rumah. Sementara mama sudah gemas ingin menebang pohon pisang itu karena sangat tidak rapi dan merusak estetika karena kian lama tumbuhnya tidak teratur.
Suatu waktu, papa sedang tugas ke luar kota. Oma memanggil tukang pembuat taman yg lalu menebang pohon pisang itu untuk membuat taman didepan rumah. Tetapi terlebih dahulu pohon pisangnya dipindahkan ke halaman belakang. Saat papa pulang beliau senang melihat taman yang cantik didepan rumah dan di halaman belakang masih ada pohon pisang. Hahaha….!!!
Gubernur Sulawesi Selatan sekarang ini, Prof. Nurdin Abdullah adalah teman dan juga tetangga papa. Beliau memberikan bibit pohon trembesi kepada papa. Papa lalu menanam pohon ini di sepanjang jalan di komplek perumahan.
Setiap sore papa akan mengangkut air di dalam ember dan dibawa dengan mobil yang dikemudikannya sendiri lalu pohon-pohon ini beliau sirami satu persatu. Sangat telaten. Akhirnya pohon-pohon ini tumbuh besar dan membuat lingkungan jadi teduh dan rindang. Sampai-sampai Prof.. Nurdin Abdullah mengatakan kalau papa bisa diusulkan mendapatkan penghargaan Kalpataru.
Satu hari, petugas PLN datang dan menebang pohon-pohon ini dengan alasan mengganggu kabel listrik. Papa sangat marah dan berargumen dengan petugas PLN ini walaupun pada akhirnya pohon-pohon tersebut harus ditebang, padahal papa bukan orang yang suka marah dan temperamental.
Papa memang sangat marah saat pohon ditebang karena beliau suka dengan kondisi yang teduh, rindang dan sejuk. Selain itu, pohon-pohon itu beliau sendiri yang tanam, rawat dan siram sampai tumbuh besar dan dinikmati oleh para penghuni kompleks perumahan. Beliau selalu bilang banyak orang bodoh karena tidak mau mengerti arti pentingnya pohon. Di luar negeri, pohon-pohon yang ada sangat dirawat karena mereka paham arti pentingnya pohon untuk kehidupan, dan ini juga yang beliau bilang ke petugas PLN itu untuk menyampaikan ke atasan mereka agar lain kali kabel listrik itu ditanam didalam tanah supaya tidak harus mengorbankan pohon-pohon.
Walaupun papa seorang muslim yang taat, beliau sangat suka dan sayang dengan anjing. Sebenarnya bukan hanya dengan anjing, tetapi dengan semua binatang. Pernah suatu kali ada serangga dan adik saya ingin membunuh serangga itu, papa bilang jangan dibunuh tapi dikeluarkan saja dari rumah.
Menurut saudara-saudara dan keponakan-keponakan papa, beliau memang sangat mencintai anjing dan saat masih muda sudah memelihara anjing. Beliau bahkan rela tidak makan asal anjing-anjingnya tetap mendapatkan makanan yang cukup. Menurut mereka, papa tidak mempermasalahkan hanya makan nasi dan sayur, tetapi anjingnya diberi makan nasi campur yang dibeli di warung.
Untuk anjing papa memang sangat sayang. Menurut beliau anjing adalah binatang yang paling setia. Di rumah dulu kami memelihara 3 ekor anjing untuk menjaga rumah yang pada saat itu memang masih rawan dengan pencurian. Walaupun hanya anjing jenis ras kampung, tapi anjing-anjing kami terawat dengan baik.
Papa yang sangat memperhatikan dan selalu memberi makan. Setiap kali selesai makan, papa akan menyiapkan makanan untuk anjing-anjing itu dan tidak pernah beliau memberikan makanan berupa tulang-tulang ikan atau ayam. Yang diberikan adalah dagingnya. Beliau selalu mengatakan : “Kalau kalian makan, ingat juga anjing-anjing itu, karena mereka yang jaga kita”.
Terakhir kami hanya memiliki 1 ekor anjing yang diberi nama Toby dan papalah yang selalu memberi makan Toby. Setiap kali akan memberi makan, papa akan memukul-mukulkan piring makan si Toby dan tidak lama kemudian Toby akan muncul setelah pergi bermain di sekitar rumah.
Saat pergi sholat ke masjid yang berada di dekat rumah, Toby dengan setia berjalan di samping papa dan menunggu di sekitar masjid sampai papa selesai sholat lalu kembali berjalan bersama untuk pulang.
Pernah juga Toby menderita sakit kulit dan papa yang mengobati Toby dengan rutin mengoleskan obat di kulitnya sampai kembali sembuh dan bulunya tumbuh dengan baik. Saat Toby sedang sakit, papa bersama Anto si adik bungsu kami membawa Toby ke dokter hewan yang tinggal dekat rumah. Dan saat Toby hilang karena dicuri, papa sangat sedih dan kepikiran, sampai akhirnya kami tidak lagi memelihara anjing.
Saat saya diberi seekor anak anjing oleh seorang teman dan saya bawa pulang ke rumah, papa sangat senang. Bahkan di pagi hari, papa duluan yang memberi makan dan memperhatikan anjing itu yang bernama Luna. Setiap kali menelpon saya yang ditanyakan adalah kabar Gio cucunya dan Luna.
Setiap kali bercerita tentang tingkah Luna, beliau sangat senang sampai tertawa-tawa mendengarkan cerita saya. Beliau juga berpesan untuk memberikan air masak untuk diminum Luna dan jangan memberi makan tulang. Saat pulang ke Makassar saya selalu membawa Luna dan itu membuat papa sangat senang. Setiap kali papa duduk di meja makan, beliau akan memanggil Luna dan Luna juga dengan patuhnya datang lalu duduk di dekat kaki papa.
Papa biasa mengajak ngobrol dan bila sedang makan, papa akan menyuapi Luna dengan potongan-potongan daging ayam. Pernah mama menanyakan kenapa ayam gorengnya diberikan ke Luna sementara cucu-cucu belum makan, dengan santainya papa bilang : “Tidak apa-apa karena itu jatah saya yang saya berikan ke Luna”
Waktu Luna pertama kali datang ke rumah, keesokan harinya papa berkata sambil tersenyum : ‘’Luna ditinggal saja disini”. Terlihat sekali jika beliau sangat suka dan ingin memelihara Luna. Papa juga sangat senang melihat saat cucunya Deana bermain dengan Luna dan juga sangat sayang dengan Luna.
Bahkan saat beliau dirawat di RSPTN Unhas di hari-hari terakhirnya, yang pertama kali ditanyakan saat pertama kali saya bertemu dengannya adalah : “Mana Luna?”, lalu saya jawab bahwa Luna ditinggal di rumah sendirian. Beliau kembali menanyakan : “Apa itu tidak masalah? Bagaimana dengan makanannya?”
Saat saya beritahu bahwa semua sudah disiapkan, barulah papa tenang. Di malam hari saat kami semua masih di rumah sakit, papa akan mengingatkan untuk segera pulang karena memikirkan Luna yang sendirian di rumah. Jadi buat papa, Luna sudah menjadi anggota keluarga kami, bukan hanya sekedar binatang peliharaan dan ini juga yang beliau lakukan kepada anjing-anjing yang dulu pernah kami pelihara.
MEMPERBAIKI BARANG-BARANG YANG SUDAH RUSAK
Papa adalah seorang yang menganut paham anti membuang barang. Semua barang yang rusak akan beliau perbaiki kemudian dipakai kembali. Jauh sebelum tren sandal jepit yang berbeda kiri kanannya dirumah kami papa sudah ciptakan itu hahaha…..sandal jepit yang putus akan diperbaiki dengan tali atau bahkan kawat halus untuk dipakai kembali. Sandal kiri dan kanan pun berlainan. Saat ditegur oleh Mama karena Papa mau ke masjid untuk sholat dengan memakai sandal itu dengan santainya beliau bilang : “Ahhh ini tidak apa-apa, kan masih bisa dipakai. Dan di masjid tidak akan pernah dicuri”.
Begitu juga dengan payung yang beliau ikat dengan karet gelang karena pengikatnya putus dan dengan santainya beliau pakai ke bandara. Waktu itu Sisca yang mengantar papa ke bandara dan Sisca sangat kaget melihat payung hasil karya papa itu.
Ada lagi kacamatanya yang sudah patah lalu disambung dengan pegangan pisau cukur dan terus saja beliau pakai saat sedang belajar dirumah. Mungkin kalau Mama tidak ngamuk, pastilah kacamata itu akan dipakai saat pergi mengajar.
Tapi yang paling epik itu adalah kejadian sekian tahun lalu saat saya masih kuliah. Waktu itu Papa datang ke rumah Oma dan dengan bangganya menunjukkan hp nya yang sudah babak belur. Waktu itu hp nya merk nokia versi 8000 sekian. Saat saya tanya ternyata hp itu meledak waktu sedang di charge karena baterai yang digunakan bukan yang original dan mungkin karena terlalu lama di charge. Papa lalu merangkai kembali hp yang sudah hancur karena meledak itu dan hp itu bisa berfungsi kembali.
Staf-staf papa di Central Workshop Unhas sudah menawarkan untuk membelikan hp yang baru dengan menggunakan dana operasional tapi Papa menolak dengan keras dengan alasan hp itu masih bisa dipakai. Para stafnya merasa malu saja karena hp pimpinan mereka babak belur begitu sementara mereka semua memakai hp yang jauh lebih bagus.
Tapi sekali lagi Papa adalah orang yang sangat sederhana dan tidak suka membuang barang sehingga beliau nyaman saja memakai hp yang sudah meledak dan dirangkai kembali karena buat beliau fungsinya adalah yang utama. Biasanya papa bercanda, buat apa hp bagus tapi nggak ada pulsanya hahahha…..
KERENDAHAN HATI
Papa adalah seorang yang sangat rendah hati dan hidup dalam kesederhanaan. Ini dilatarbelakangi karena beliau dibesarkan dalam kondisi ekonomi yang sulit.
Beliau tidak pernah tahu dan kenal dengan yang namanya nongkrong atau berbelanja di toko mewah apalagi mall. Untuk pakaian, beliau memilih membeli dari pusat barang bekas/second handed. Pernah sekali saat beliau berulang tahun, saya memberikan hadiah berupa sebuah kemeja karena saat itu saya sudah bekerja. Tentu saja saya memilihkan kemeja dari brand yang cukup terkenal dan harganya cukup mahal karena ini adalah sesuatu yang spesial untuk papa saya.
Saya sudah berharap reaksi beliau yang senang dan berseri-seri saat membuka dan melihat hadiah saya. Tetapi yang terjadi beliau malah menanyakan berapa harga kemeja itu. Saya bilang untuk tidak memperdulikan soal harga karena ini kan pemberian istimewa di hari ulang tahunnya. Saat beliau tahu harga dari kemeja itu, beliau berkata : “ Kalau kamu belikan papa yang bekas saja sudah bisa dapat 10 kemeja”. Saya tertawa mendengar itu.
Begitu juga saat beliau dibelikan barang seperti sepatu. Beliau lebih memilih memakai sepatu yang lama sampai benar-benar rusak dan tidak dapat dipakai lagi kemudian setelah itu memakai sepatu yang dibelikan. Papa tidak pernah memperdulikan soal materi dan gengsi jadi jangan heran jika beliau tidak tahu sama sekali soal merk terkenal yang kalah menarik dibandingkan rumus-rumus fisika dan matematika.
Papa sangat setia dengan mobil kijang tuanya. Buat beliau, yang terpenting adalah fungsi sehingga beliau tidak memperdulikan soal mobil yang mentereng, keluaran terbaru dan mewah. Saat ditanya oleh salah seorang mahasiswa kenapa setia dengan mobil tuanya sementara anaknya memakai mobil yang lebih bagus, dengan santainya papa menjawab : “Anak saya adalah anak seorang guru besar, jadi wajar saja dia memakai mobil yang bagus. Tetapi saya hanya anak seorang petani, jadi cukup mobil yang tua asal masih bisa berfungsi”.
Sifat rendah hatinya ini juga tercermin dengan tidak pernahnya beliau menuliskan namanya lengkap dengan gelarnya. Beliau selalu menulis nama tanpa gelar. Saya masih ingat jaman masih ngetrennya Yellow Pages, kalau dicari yang tercantum hanya nama tanpa ada satu pun gelar akademiknya.
Bahkan saat saya akan menikah, beliau sempat memprotes undangan yang mencantumkan namanya lengkap dengan gelarnya. Saat saya jelaskan bahwa ini dibutuhkan karena juga mengundang teman-teman papa dari kalangan akademik, beliau akhirnya menerima walaupun beliau tetap tidak menginginkan gelarnya dicantumkan.
Papa juga selalu mengingatkan kami untuk tidak pernah memandang remeh atau sebelah mata orang lain. Beliau menekankan agar selalu bersikap sopan, ramah dan hormat kepada siapapun dan dimana pun berada, bahkan kepada seorang pengemis sekalipun. Beliau selalu memperlakukan semua orang sama, dari atasannya, rekan sesama guru besar sampai dengan tukang becak dan petugas kebersihan yang sering menyapu disekitar perumahan.
Papa senang sekali membaca buku, selain berkebun. Tanaman dan pepohonan tumbuh dengan subur dan berbuah lebat karena papa merawat semuanya dengan telaten.
Jika papa sedang membaca di teras rumah, dan ada pemulung atau tukang sampah yang melintas, maka baik papa ataupun mama pasti memberikan sejumlah uang dan/ atau barang lainnya agar meringankan beban mereka. Demikian pula jika ada keluarga atau orang lain yang meminta pertolongan, tanpa menunda-nunda, papa akan segera menolong mereka dengan ikhlas. Sekali lagi, mama kami mendukung panggilan jiwa papa untuk terus beramal dengan ikhlas.
Kebanggaan kami tiada memiliki kedua orang tua yang luar biasa teladannya. Yang tidak memanjakan kami dengan fasilitas dan materi duniawi. Tetapi mendidik kami dengan kesederhanaan, kerendahan hati, cinta kasih, kepedulian, pengorbanan, perbedaan yang menyatukan, dan masih banyak hal positif lainnya.
PAPA BERPULANG UNTUK SELAMA-LAMANYA
Tanggal 31 Mei 2019 papa meninggalkan kami untuk selama-lamanya setelah menjalani perawatan secara intensif di RSPTN UNHAS selama 2 minggu. Dihari-hari terakhirnya kami baru mengetahui bahwa papa mengidap penyakit leukemia stadium 4. Perasaan kami sangat terpukul ketika menerima hasil laboratorium namun kami berusaha untuk tegar menerima kenyataan tersebut.
Beliau dikelilingi oleh semua keluarga yang dikasihinya : mama, saya, adik-adik dan ipar-ipar saya, beserta segenap cucu papa dan mama. Kami ikhlas hati melepas kepergian papa yang begitu kami sayangi.
Segalanya dimudahkan selama pengurusan jenazah almarhum papa dari rumah sakit hingga sampai di rumah untuk disemayamkan. Kami tak menyangka begitu banyak menerima ungkapan duka cita dari berbagai kalangan. Padahal semasa hidupnya. papa sangatlah sederhana.
Pada tanggal 1 Juni 2019, bersama-sama kami mengantarkan jasad papa untuk dimakamkan di Pemakaman Muslim Pate’ne, Makassar setelah sebelumnya dishalatkan di masjid dekat rumah.
Selamat jalan papa. Beristirahatlah dengan tenang di sisiNya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H