Karena sejatinya, kita tahu persis apakah kita memang benar-benar Bahagia, baik, dan jujur. Sungguh "Selamat Tinggal" kepalsuan hidup.
Selamat membaca novel ini. Dan jika kamu telah tiba di halaman terakhirnya, merasa novel ini menginspirasimu, maka kabarkan kepada teman, kerabat, keluarga lainnya. Semoga inspirasinya menyebar luas.
Pendahuluan
Saya menemukan novel di rak buku di Gramedia dengan judul yang sangat menarik "Selamat Tinggal" dengan penulisnya yang tidak asing bagi penikmat novel, Tere Liye. Anggapan saya tentang Tere Liye ini, apabila diperhatikan setiap novelnya meskipun berisi kesedihan atau keharuan, selalu ada beberapa nilai penting di dalamnya yaitu tenatang mengkritik suatu hal. Misalnya kritik sosial terhadap suatu masyarakat, bahkan kritik terhadap kebijakan pemerintah.
Sebelum saya membaca novel "Selamat Tinggal" ini saya sempat berpikir, ada kritik apa di dalam novel ini. Dan benar, novel ini di dalamnya dipenuhi dengan kritikan, terutama kritikan tentang pembajakan karya atau produk.
Novel ini pertama kali diterbitkan tahun 2020. Yang kita tahu di tahun tersebut sudah mulai merebak pandemi covid-19. Dari awal pandemi, sebagian besar orang melakukan aktivitas dari rumah, baik itu pekerja, mahasiswa, bahkan pelajar. Dan sejak itu, saya menyaksikan di twitter banyak penulis yang ramai mengunggah keluhan mereka tentang semakin maraknya novel-novel atau ebook bajakan karya-karya mereka, yang beredar bebas.
Menurut beberapa survey juga, pada awal pandemi para penikmat atau pengguna media pembajakan semakin meningkat. Novel dan ebook juga termasuk di dalamnya. Meskipun, pembajakan memang sudah ada sejak lama. Dan ketika pandemi ini mungkin penikmat karya yang tidak ingin mengeluarkan biaya (gratisan) semakin meningkat. Atau dengan kata lain, penikmat karya yang semakin meningkat tapi tidak menghargai si pembuat karya.
Mungkin dari keresahan Tere Liye inilah yang melahirkan novel "Selamat Tinggal".Â
----------------------------------------------------------------------------------------------
Novel ini sangat khas Tere Liye yang selalu menggunakan alur maju mundur. Tere Liye mengemaskan dengan menceritakan seorang Sintong Tinggal yang berasal dari Sumatera dan merupakan mahasiswa tingkat akhir, dengan skripsinya yang tidak kunjung selesai. Selain itu, Sintong adalah penjaga toko buku bajakan yang laris dikunjungi mahasiswa.
Awalnya Sintong adalah mahasiswa yang sangat bersemangat dan selalu mengisi koran nasional dengan tulisan kritis. Tapi ketika pulang ke Sumatera, pujaan hatinya yang merupakan semangatnya sejak awal lebih memilih pria lain. Dan membuatnya patah hati. Dia seperti kehilangan semangat, untuk melanjutkan hidupnya. Hingga skripsinya tidak ia selesaikan, dan tulisannya juga lama tidak dimuat di koran nasional.