Mohon tunggu...
Mering Ngo
Mering Ngo Mohon Tunggu... Konsultan - Praktisi Antropologi

Konsultan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pagebluk, Ronda Malam, dan Gegar Budaya Baru

7 Mei 2020   19:31 Diperbarui: 8 Mei 2020   10:32 1475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengojek dan penjaja ronda malam saat pagebluk. Kota Bogor di kejauhan. Desa Sukaharja, Kecamatan Cijeruk, Kab. Bogor (Mering Ngo)
Pengojek dan penjaja ronda malam saat pagebluk. Kota Bogor di kejauhan. Desa Sukaharja, Kecamatan Cijeruk, Kab. Bogor (Mering Ngo)
Ronda malam di perkampungan kaki Gunung Salak berjalan seminggu sebelum Ramadan 1441 Hijriah. Tercatat beberapa kali pencurian, termasuk sejumlah waserba. Beberapa kawan di WAG bertanya mengapa ronda malam? Bukankah ada satpam dan bisa pasang CCTV.

Sebuah pertanyaan khas warga kota metropolitan, terutama yang bermukim di apartemen dan perumahan kota dibandingkan dengan perumahan di desa kaki Gunung Salak.

Alih-alih membeli CCTV untuk rumah dan perumahan atau menggaji satpam, para pengemudi ojol, Satpam dan penjaja di tepi gunung ini telah tertatih-tatih membayar cicilan motor, iuran air, dan sampah dan cicilan rumah murah bersubsidi BTN.

Potret buram ini memperlihatkan bahwa pagebluk ini telah menguak habis kelas-kelas sosial. Kelas sosial yang dapat bertahan adalah mereka yang masih mendapatkan gaji (swasta dan ASN), mereka yang masih memiliki tabungan dan asset lekas cair.

Adapun mereka yang mencari uang dari sektor informal telah dan akan tertatih-tatih untuk beberapa saat ke depan.

Di sebuah kampung sekitar rumah, misalnya, terdapat 75 perajin sepatu dan sandal yang gulung tikar. Alhasil, pertambahan orang miskin baru (OMB) menaik pesat dengan segala imbas sosialnya.

Indef dan sejumlah lembaga riset memperkirakan akan ada sekitar 40 juta orang miskin baru plus kaum papa sekitar 25 juta jiwa yang telah ada sebelum masa pagebluk. Maka, pasca pagebluk para OMB ini dapat mengalami gegar budaya baru lantaran korporasi digital, kelompok sosial berpunya dan melek digital mulai membicarakan kehidupan normal baru (new normal life), yakni melakukan kegiatan sehari-hari dengan cara baru, cara digital.

Sementara itu, puluhan juta OMB yang minim modal untuk sekadar membeli pulsa akan senyum kecut supaya dapat hidup sesuai dengan cara baru, cara ekonomi digital ini. 

Para OMB ini bukan tak mungkin akan mengalami gegar budaya baru: disorientasi nilai dan kegalauan jiwa untuk beberapa saat. Dan ini akan berkelindan dengan peningkatan kasus kriminalitas dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Tak heran, dua hari lalu saya amat prihatin mendengar seorang tetangga, pengemudi ojol berusia 35 tahun, melakukan KDRT kepada sang isteri yang baru saja melahirkan anak mereka yang ketiga.

Dan dari kampung di Kalimantan saya mendapatkan kabar dari sanak saudara bahwa perhelatan upacara adat pasca panen padi berbagai puak Dayak -- dikenal sebagai Gawai Dayak --  ditiadakan guna mengurangi penularan Covid-19.    

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun