Â
Â
Kebijakan Menteri Desa, Marwan Jafat terkait program pendampingan desa terus menuai penolakan dari kelompok masyarakat dan pemerintah daerah. Berbagai penolakan terus mengalir deras ke Israna Negara dalam bentuk aksi massa hingga surat ke presiden.
Menanggapi aspirasi tersebut, melalui Kementerian Sekretariat Negara, Jokowi bergerak dengan menerjunkan tim untuk melakukan penyerapan aspirasi publik. Tim Sekretariat Negara yang dipimpin oleh Prof. Dr. H. Dadan Wildan, M.Hum ini mendatangi Kantor Bapemas Jawa Barat, Jum'at, 12 Mei 2016 kemarin.
Dalam keterangannya, Dadan menjelaskan bahwa kegiatan Tim Setneg ini dilakukan sebagai tindak lanjut atas pengaduan masyarakat yang disampaikan kepada Presiden dan Wakil Presiden terkait dengan permasalahan Tenaga Ahli, Pendamping Desa dan Pendamping Lokal Desa. Dalam pertemuan tersebut, seluruh peserta yg hadir, baik dari unsur pendamping desa maupun dari perwakilan pemerintah daerah, mengeluhkan perlakuan Kemendes yang diskriminatif atas pendamping desa.
"Dikotomi pendamping desa oleh Kemendes telah menciptakan gap antara pendamping lama dengan pendamping baru" kata Ridwan Surbakti, perwakilan pendamping yang ikut hadir dalam pertemuan tersebut.
Peserta yang lain juga menyampaikan keluhan terhadap kinerja tenaga pendamping hasil rekrutmen 2015 terkait kehadiran, kapasitas, double job, dan pengurus/afiliasi partai. Sayangnya, istrumen evaluasi kinerja yang dirumuskan Kemendes terkesan asal-asalan karena hanya memotret tingkat kehadiran saja.
Tim Setneg juga menangkap aspirasi terkait dengan rekrutmen pendamping desa 2016. "Rekrutmen 2016 agar dilakukan hanya untuk mengisi kekurangan tenaga pendamping dan mengisi lokasi yg kosong saja" usul peserta yang lain.
Dalam kesempatan itu, Tim Setneg juga menerima berkas pernyataan kesepakatan bersama 5 satker P3MD Provinsi se-jawa yang menyatakan penolakan atas seleksi yang dilaksanakan Kemendes.
Diakhir pertemuan, Deputy bidang hubungan kelembagaan dan kemasyarakatan, Setneg RI ini berkomitmen akan mengolah informasi yang sudah diterima. "Apa yang kita peroleh ini secepatnya akan kami sampaikan langsung ke presiden" kata Sang Profesor.
Disamping itu secara kelembagaan, Mensesneg juga akan rekomendasi ke kemendes serta presiden RI dalam rapat terbatas kabinet.
Sebelumnya, berdasarkan data terakhir dari aliansi 12.000 pendamping desa yang tergabung dalam Barisan Nasional Pendamping Desa (BNPD), telah ada 16 pemerintah provinsi yang bersurat ke presiden terkait dengan kisruh pendamping desa. Ke 16 provinsi itu antara lain provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Bali, NTT, Sumatra Barat, Lampung, Jambi, Aceh, Riau, Banten, Maluku, Sumatra Selatan, Sumatra Utara, Jatim, Kalimantan Barat dan Sumatra Barat.
Selain Tim Sekretariat Negara, Ombudsman Republik Indonesia (ORI) sebelumnya juga telah memanggil Menteri Desa, PDT dan Transmigrasi, Marwan Jafar. Panggilan itu dilaksanakan sebagai tindaklanjut atas banyaknya laporan masyarakat mengenai carut marut penerimaan pendamping desa yang dilaksanakan pada tahun 2015 kemarin.
Marwan dipanggil pihak ORI setelah upaya meminta klarifikasi dan penjelasan dari Bapemas Provinsi dan perwakilan Kemendes dianggap belum membuahkan hasil. Sayangnya Kemendes tidak cukup peka dengan aspirasi yang berkembang. Melalui surat tertanggal 3 Mei 2016, Kemendes justru membuka pendaftaran pendamping desa 2016 secara terpusat tanpa melibatkan provinsi selaku satker dekonsentrasi. Bahkan pengumuman seleksi pendamping desa dimedia cetak masing-masing provinsi dilakukan oleh perusahaan yang ditunjuk oleh Kemendes. Sebagai program dekonsentrasi, Kemendes dianggap telah melampaui kewenangannya dengan merampas hak-hak Satker Provinsi sebagai pelaksana dekon.
Baca Juga:
Kemendes Anti Pendamping Desa Berpengalaman
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H