Mohon tunggu...
Nurlita Wijayanti
Nurlita Wijayanti Mohon Tunggu... Penulis - Menurlita

Lulusan Psikologi yang antusias pada isu kesehatan mental. Wordpress: https://sudutruangruang.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Bicara tentang Dua Puluh Tujuh Tahun

13 Januari 2023   23:03 Diperbarui: 13 Januari 2023   23:16 466
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

---

Satu hal yang kusyukuri dari diriku sendiri, aku tidak pernah menganggap kesedihan dan tangisan sebagai kelemahan. Justru itu seperti metode mengeluarkan racun dari tubuh, dan jantung, dari otak. Ya, aku tidak bicara tentang sains, pure sharing perspektif saja. 

---

Jujur, aku kadang merasa ditolak saat mengetahui orang terdekatku melarang untuk menangis, karena menurutnya itu tanda kelemahan. It's okay. Mereka juga berhak untuk mengekspresikan perspektifnya. 

Ada juga yang menerima ekspresi sedihku dengan mendiamkanku dalam pengetahuannya tentang masalah yang kuhadapi. Ada juga yang berusaha beri dukungan moril bahwa "ya, kamu boleh menangis." 

Di menjelang usia dua puluh tujuh tahun, aku semakin menyadari, bahwa orang dewasa juga memiliki kesedihan yang mungkin ga mereka sadari, "aku harus kuat, apapun yang terjadi." Itu sulit, tapi harus dilakukan. Dan apakah aku bisa melakukannya juga tanpa terluka?

Mulai dari sana, aku jadi bertanya kembali, "apakah aku jadi semakin takut untuk menikah? Apakah nantinya aku bisa kuat saat menjadi orang tua? Apakah nantinya aku bisa mengasuh anakku dengan baik? Apakah rasa tanggung jawabku sudah cukup untuk mengambil peran yang lebih tinggi? Sampai sini aku berkesimpulan, bagian paling menakutkan menjadi dewasa adalah soal "mampu bertanggung jawab," dalam hal apapun. Pertanyaanku pribadi, tapi menusuk tajam ke hatiku sendiri.

---

Di menjelang dua puluh tujuh tahun, aku mencoba memahami, "akan ada banyak sekali hal baru di hadapanku nanti." Jika aku diberi umur panjang, tidak ada kesimpulan final, melainkan hipotesa dan pembuktian yang bersiklus. Pastikan setiap siklusnya ada pembelajaran, makna, dan evaluasi yang dilandasi dengan keberanian untuk jujur.

---

Sumber gambar : https://unsplash.com/photos/HKZPcz4Jpm8?utm_source=unsplash&utm_medium=referral&utm_content=creditShareLink

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun