Tapi mungkin, aku bisa memahami dari perspektif "mereka" yang menyebut "pendengar" ini sebagai "tempat sampah."
***
Aku ga tau, benar atau salah, tepat atau tidak, karena ini murni dari hasil observasi dan kontemplasi diri yang cukup dangkal tentang ekspresi diri.Â
Berbicara ekspresi, kita mungkin sudah tau, jaman sekarang banyak sekali karya cipta, mulai dari musik, puisi, buku, novel, bahkan projek kerja kita adalah hasil eskpresi kita.Â
Secara definisi, ekspresi adalah ungkapan dari gagasan, perasaan, atau sesuatu yang ingin diutarakan, diungkapkan. Bentuknya banyak.Â
Karena ekspresi cenderung mengarah pada apa yang kita pikirkan, rasakan, dan rasanya ingin sekali disampaikan pada orang lain, semacam I wanna show about my discoveries! Let's come to see, please. May be you'll interest on it.Â
Baca juga : Fashion sebagai Bentuk Ekspresi Diri
Dan satu hal yang bisa kamu temukan, kalau kamu peka, dan tentu saja, kalau kamu kuat, kamu akan menemukan sisi lain yang menunjukkan kebutuhannya, semacam pesan lain dari si manusia ekspresif itu.Â
Misal, seorang yang eskpresif dalam musik, bisa saja ia ingin mengeluarkan beban negatifnya dengan membuat lirik-lirik lugas dan penyemangat untuk dirinya sendiri, syukur akan jadi manfaat bagi orang lain juga.Â
Atau penulis yang membuat tokoh dan karakter yang terinspirasi dari pengalaman hidupnya, mengkombinasikan harapannnya atas tokohnya, lalu ia membuat teman tokoh utama seperti yang ia harapkan juga. Bisa jadi, ia menyimpan harapan ... ingin menemukan teman seperti karakter pendamping yang diciptakan. Ini misalnya saja.
***
Saat kita merasa bukan creator, atau memiliki bakat berkarya seperti orang lain, secara alami kita masih mampu untuk bersuara, bercerita tentang keraguan kita, kesedihan, kesenangan, dan sebagainya, dalam bentuk obrolan biasa. Kita sering menyebutnya "curhat."
Ya, ini adalah bentuk ekspresi diri. Tapi, karena curhat cenderung mengikuti aliran perasaan, pikiran yang random, dan tanpa edit sana-sini, kadang membuat seseorang merasa tak enak hati, telah menghabiskan waktu berharga lawan bicaranya dengan ekspresi pikiran dan perasaannya sendiri.Â
Apakah benar, mulai dari sini kata "tempat sampah" diberikan untuk pendengar setia? Yang selalu memberikan waktu dan tempat untuk mendengarkan tiap detil ekspresi wicara kita? Karena merasa diri kita sendiri sebagai "pencerita" tidak memiliki hak untuk berekspresi? Dalam rangka mengungkapkan segala bentuk emosi? Apakan ini permulaan dari perasaan minder, dan merasa tidak berharga?
***
Kesimpulannya kita persingkat saja ya, karena mungkin kamu bisa mendapatkan makna ekspresi versimu sendiri.Â
Dari aku, kesimpulannya seperti ini:
Ekspresi adalah respon refleks kita terhadap tiap momen kehidupan. Ekspresi bisa menjadi perantara atau hasil dari kemampuan mental kita yang meliputi proses berpikir dan merasakan, hingga kita menciptakan karya, atau respon berwujud konkret seperti curhatan dan juga gagasan yang terselip di sela-sela kalimat proses bersosial kita. Apakah kamu sadar?Â