Mohon tunggu...
Nurlita Wijayanti
Nurlita Wijayanti Mohon Tunggu... Penulis - Menurlita

Lulusan Psikologi yang antusias pada isu kesehatan mental. Wordpress: https://sudutruangruang.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Masalah Cinta, Masalah Remeh? Ada Luka Batin yang Kerap Dianggap Sepele

24 November 2019   18:41 Diperbarui: 26 November 2019   11:34 3164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Nick Herasimenka on Unsplash 

Jadi, tema psikologis tentang luka sebenarnya sangat penting kita perhatikan. Analoginya, luka fisik seperti luka terbuka, kalau tidak tertangani dengan cepat dan tepat, kemungkinannya akan terjadi infeksi dan bisa fatal, seperti kematian. 

Luka yang ada di batin pun sama. Terlambat penanganan saja, ada dua kemungkinannya, sembuh lebih lama atau luka semakin "berdarah" dan membuat seseorang memilih jalan pintas untuk mengakhiri luka itu.

Hmm, kenapa pembahasannya semakin ke sini agak ngeri ya? 

Lalu, ada satu pertanyaan seorang teman padaku, "Bisa ga? Kita menumpuk masalah remeh itu dengan masalah yang lain? Biar masalah itu bisa ilang?" Pertanyaan yang sangat menarik. Dan aku akan membahas jawabannya sekilas di sini. 

***

Kita akan sedikit membawa aspek budaya di sini. Dari kata "budaya." Ada uraian kata "budi" dan "daya", yang artinya akal dan kemampuan, energi. Yang dari situ kita bisa ambil makna budaya sebagai fenomena sosial yang bisa membangun karakter akal kita dan berefek pada perilaku. 

Dan budaya ini tak melulu soal "budaya" tradisional seperti tarian atau lagu daerah, tapi bisa berarti kebiasaan kita sehari-hari.

Kebiasaan yang melekat dan sudah dianggap biasa, seperti "meremehkan luka batin" dan mengira... bahwa menimpa luka remeh itu dengan urusan-urusan lain yang dianggap lebih pantas untuk diurus adalah kebijakan yang luar biasa. Padahal, luka itu akan tetap selalu ada. 

***

Memori sepanjang hidup kita sebetulnya sudah tersimpan di dalam otak kita, baik yang kita sadar maupun yang tidak disadari. 

Misal, memori kita saat bayi atau balita, tentu kita ga bisa mengingatnya, karena kemampuan kognitif kita belum berkembang. Tapi, di saat itu lah kita sudah mulai mengobservasi dan belajar. Itu berarti, sebenarnya proses belajar itu sudah tersimpan di dalam memori, bukan? Hal ini sedikit nyambung dengan analogi "melupakan" dan berusaha "menghilangkan ingatan." 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun