Masih ingat sekitar tiga puluh hari yang lalu? Saat sebagian dari kita beramai-ramai buat update di media sosial dengan tema "menyambut ramadhan." Kata rindu yang terucap dalam tulisan itu semoga tidak ada unsur riya' dan dusta.Â
Semoga, mereka yang mengucapkan rindu itu benar-benar rindu dan sangat senang menyambut bulan kemuliaan. Sama halnya dengan hari ini, hari ini tepat hari ketiga puluh, malam takbiran. Tadi sempat aku melihat dan membaca status beberapa kenalan, katanya sedih karena ramadhan akan meninggalkan kita.Â
Semoga, sedihnya adalah tanda dari hati yang tulus, sungguh-sungguh mencintai ramadhan dan sedih karena akan ditinggalkan. Sebelas bulan menanti bulan ramadhan berikutnya itu tidak sebentar, kan? Atau justru sebaliknya?
Malam takbiran juga, mungkin bagi sebagian besar orang, ini adalah malam saling berkirim ucapan "Selamat Hari Raya Idul Fitri" beserta kata-kata pemanisnya yang bisa juga sarat pesan dan makna. Bagus ya? Yang semula jarang sekali mengirim kabar, saat itu lah masing-masing akan terima ucapan selamat dan mohon maaf lahir-batin.Â
Semoga, ucapan atas kemenangan di bulan mulia ini sungguhan, dan kata maafnya benar-benar dimaknai sebagai penyesalan atas kesalahan yang lalu dan berusaha untuk tak mengulang kesalahan yang sama, baik kepada Allah Swt maupun ke sesama manusia. Semoga, maafnya murni dan tak "kosong". Semoga bukan seremonial belaka.
Semoga, semua yang berkaitan dengan bulan ramadhan dan hari rayanya bukan momen menebar pencitraan, riya', maupun dusta. Semoga. Aamiin.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H