Mohon tunggu...
Khairina Amalia
Khairina Amalia Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

mahasiswa universitas negeri malang s1 pendidikan sejarah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tradisi Menumbai, Menyelipkan Kearifan Lokal sebagai Langkah Menjaga Kelestarian Hutan

7 Maret 2023   21:53 Diperbarui: 7 Maret 2023   22:18 357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Adanya sebuah permasalahan yang muncul ditengah kehidupan manusia, menjadikan munculnya sebuah kearifan di tengah masyarakat yang terbentuk guna menyelesaikan permasalahan yang ada. Seperti yang terjadi pada masyarakat Petalangan. Suku Petalangan, merupakan kelompok masyarakat yang ada di kabupaten Pelalawan, provinsi Riau. Sebagian besar pemukiman pemukiman orang petalangan berada di dalam hutan, tepi hutan, dan juga di pinggiran sungai. 

Masyarakat petalangan tidaklah termasuk golongan suku terasing, yang dimana sebuah kelompok yang tinggal ataupun hidup dan terisolasi dari peradaban global. Namun orang petalangan terkadang dianggap sebagai masyarakat yang bermutu rendah, bahkan kementrian sosial mengkategorikan mereka termasuk Komunitas Adat Terpencil (KAT).

Masyarakat petalangan lebih cenderung menolak budaya luar yang masuk, dan sangat menggenggam kuat adat yang telah turun temurun diwariskan oleh orang tua. Bahkan terdapat kalimat yang mereka tuturkan " Biar mati anak asal jangan mati adat ", kalimat tersebut sudah cukup jelas menggambarkan bagaimana kekukuhan mereka dalam memegang kuat sebuah tradisi lokal yang telah diwariskan.

Kesejahteraan masyarakat lokal petalangan terwujud dari bagaimana mereka mengelola sumber daya alam. Kehidupan mereka yang cenderung banyak di daerah hutan, secara langsung memaksa mereka untuk beradaptasi terhadap lingkungan, yang dimana hal tersebut akan melahirkan kearifan-kearifan lingkungan sebagai bentuk atau hasil yang tercipta dari pengalaman mereka dalam mengelola lingkungan. Biasanya, kearifan lokal akan memiliki makna yang mendalam dan hubungan yang lekat dengan agama atau kepercayaan dan hukum adat.

Masyarakat petalangan sendiri memiliki sebuah kearifan lokal yang sering disebut dengan "tradisi menumbai" atau "upacara menumbai". Tradisi ini merupakan sebuah ritual pengambilan madu dengan menurunkan sarang lebah dari pohon sialang. Pohon ini dapat tumbuh hingga 50-100 meter dan diameter batang 10-15 meter di tengah hutan.

Tinggi dan besar nya pohon sialang tentu menjadi salah satu penghambat masyarakat petalangan untuk meraih sarang lebah yang bergantungan di cabang cabang batang pohon, hal itu lah yang membuat ritual ini memerlukan berbagai alat-alat seperti; (1) Timba atau timbo, merupakan wadah yang diberi tali dan dibawa naik ke atas pohon untuk dijadikan tempat menampung sarang lebah yang telah dipanen. 

(2) Tunam, merupakan alat yang digunakan untuk menyapu kerumunan lebah yang berada di sarang nya. Alat ini berbentuk semacam obor yang terbuat dari sabut kelapa kering yang kemudian dililit dan dimantrai (3) Ubo, yang merupakan tempat memeras sarang lebah untuk  memperoleh madu. (4)  Semangket, atau kayu-kayu yang diikat pada batang pohon sialang untuk dijadikan tangga. 

Tradisi menumbai akan dilakukan masyarakat petalangan sekitar 2-3 kali setahun,  ketika didapati pohon sialang telah memiliki sarang lebah yang banyak dan penuh madu. Ritual pengambilan madu ini dilangsungkan pada malam hari ketika bulan sedang gelap tanpa pencahayaan. Dan dilakukan secara beramai-ramai. Proses ritual menumbai ini diawali dengan pembacaan doa dan mantra mantra serta dilengkapi dengan bahan bahan ritual seperti air, daun limau, cawan dan bunga bunga yang dilakukan di hadapan pohon sialang  dengan kepercayaan agar lebah mau naik dan bersarang di sarang nya.

Pada prosesi pemanjatan pohon sialang, tidak semua orang diperbolehkan naik dan mengambil serang lebah. Hanya beberapa orang khusus yang sering dikenal dengan sebutan "juagan tuo" dan "juagan mudo". Juagan tuo biasanya merupakan orang yang dituakan di tengah masyarakat Petalangan atau yang sudahn pernah melakukan ritual ini sebelumnya. 

Ketika pembacaan doa dan mantra telah dilakukan, dan kemudian telah melakukan segala persiapan, juagan tuo akan naik dan dibantu oleh para anggota juagan mudo dengan semangket dan membawa alat alat serta bahan yang telah disiapkan. Pada proses naik, juagan tuo akan melantunkan mantra dan nyanyian untuk mengusir hewan-hewan liar dan berbisa yang bersarang disana. Salah satu bunyi mantra nya yaitu:

Mbat menghemat ake gadung

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun