“Perbanyak saja nonton tayangan humor!” “Dimana? Di TV?. Stand Up Comedy, tempat para pelawak belajar melawak?. OVJ?, bosan, sudah gak lucu lagi!”
“Wah berarti selera humor Tuan yang ketinggian! Lalu apa yang bisa membuat Tuan terhibur?”
“Jakarta Lawyers Club, sidang-sidang anggota DPR yang ditayangkan di TV, Perdebatan-perdebatan”pepesan kosong” antara pejabat dan pengamat. Kira-kira itu yang masih bisa membuatku tersenyum. Sebuah tayangan lawak yang lumayan lucu walaupun sebenarnya sudah basi.”
Akupun terus mencari dimana bisa kubeli sepiring humor untuk mengenyangkan rasa warasku. Dimana lagi bisa kubeli sepiring humor?. Di tukang loak?. Di lokalisasi?. Atau di panti pijat-panti pijat plus?.
“Tok,tok, tok!” Suara pintu kamarku diketuk. Managerku masuk tanpa permisi, “Kita sudah terima kontrak untuk 100 episode lagi.” Katanya sambil berbunga-bunga.
“Apa?. Kamu sudah gila ya?”
“Kenapa? Ini adalah puncak karir Tuan. Orang-orang masih banyak yang suka dengan humor Tuan.”
“Aku sudah tidak punya selera humor lagi. Titik!, Aku berhenti!”
“Tidak bisa, Tuan harus lanjutkan acara itu!.”
“Mengapa tidak kamu saja yang jadi bintangnya?. Melawak di depan orang banyak, hmm … lumayan besar juga bayarannya.” Kataku mengejek.
“Ingat, Tuan tidak bisa berhenti begitu saja, Tuan masih terikat kontrak dengan kami. Pembatalan kontrak secara sepihak akan dituntut sesuai hukum yang berlaku!.” Managerku marah.