Setiap manusia berupaya selalu dalam keadaan prima. Baik raga maupun jiwa. Banyak hal yang dilakukan untuk menstabilkan raga dan jiwa. Aktifitas positif dan membawa manfaat bagi diri dan orang lain merupakan hal yang terbaik untuk dilakukan. Naik gunung salah satunya. Aktifitas  di alam bebas yang melibatkan gerak raga dan jiwa.Â
Keindahan alam pegunungan, eksotik, asri dan oxigen yang bersih. Hal inilah yang membuat manusia tertarik untuk ke gunung. Tiap pekan bisa dijumpai serombongan orang dengan tas carrier berarak, berboncengan bersepeda motor maupun dengan beroda empat. Mereka menjadwalkan dirinya untuk menikmati kontur demi kontur dari pegunungan yang akan mereka tempuh.
Motivasinya ternyata beragam. Ternyata bukan  hanya sekedar olahraga atau olah jiwa maupun refreshing. Ada sebahagian kecil berpetualang demi muatan yang tak biasa dan tentunya tak sama dengan lainnya. Hal ini datang dari mereka yang jam terbangnya dalam mendaki gunung terbilang lumayan tinggi. Jalur pendakian sudah sangat familiar dilaluinya. Hingga keakraban nya dengan alam kian dekat. Gunung tersebut menjadi negeri keduanya.  Berbagai cerita yang didapatkan setelah mereka mendaki gunung hingga kemudian  kelak menjadi story yang akan disebarkan kepada pendaki yang lainnnya.Â
Kisah tentang keberadaan gunung mulai dari alam, kondisi jalur dan kisah mistis dari gunung tersebut. Â Dari sinilah bermula 'masalah' Â bagi mereka yang gemar mengkonsumsi kisah -kisah mistis dan apatah lagi meyakininya dan bahkan menjadi praktisi perilaku mistis tersebut. Kisah dari seorang kawan sewaktu melakukan pendakian beberapa tahun silam, saat sebelum pendakian, persiapan dilakukan untuk melancarkan kegiatan mereka.Â
Dari hal teknis, administrasi serta perizinan. Sisi perizinan ternyata bukan hanya datang dari pihak pemerintah setempat. Akan tetapi dari "pihak lain' yang tak kasat mata. Salah satu bentuk perizinannya adalah setiap orang yang melintasi jalur tersebut wajib menggunakan kain serupa pita hitam. Ini dimaksudkan agar mereka bisa selamat pergi dan pulang setelah mendaki gunung. Semacam jimat.Â
Kisah lain dari pendakian bercampur mistis. Dikisahkan dari seorang kawan  yang saat mendaki harus mengambil jalur yang jauh dan terjal. Lantaran jalur yang bisa mudah dilalui itu. Masuk dalam kawasan 'Hutan Larangan'.  Salah satu pendaki yang dianggap senior saat itulah yang melarangnya untuk menempuh jalur itu. Hal tersebut didapatkan dari hasil 'cenayang' nya. Semua anggotanya akhirnya memilih jalur lain. Akhirnya timbulnhya kebiasaan-kebiasan yang tidak perlu. Salah satunya menjadi pendaki dan DUKUN pula. hmmm.
Dan bila dirunut lebih jauh tentu banyak lagi kisah-kisah fantastis nan mistis saat mendaki gunung. Masih teringat ketika awal Pendidikan Dasar Kepecintaalaman dikala itu. Salah satunya materi Mountaineering dan Sosiologi Pedesaan. Materi tersebut menjelaskan kepada kita untuk menghargai tradisi masyarakat sekitar alam atau gunung tersebut.Â
Semisal  mereka menyampaikan sesuatu berhubungan dengan hal yang sifatnya safety (keselamatan) dalam pendakian. Salah satunya jangan melalui tempat tersebut karena merupakan hutan kawasan adat masyarakat tertentu. Kami diharapkan menghargai dan menghormatinya bukan dalam rangka hubungannya dengan perkara mistis. Akan tetapi masalah perwilayahan dari masyarakat tersebut. Tak pernah sama sekali diajarkan masalah-masalah itu.
Keberagaman tujuan orang untuk mendaki gunung adalah hal yang lumrah adanya. Akan tetapi setiap insan yang mendaki tersebut. Selalu merasa kagum akan kebesaran ALLAH atas ciptaanNYA berupa alam yang indah. Itulah yang disebut dengan TADABBUR ALAM. bersyukur kepadaNYA, bisa sampai ke tempat indah nan eksotik itu. Dimana segala kepenatan hilang dan terobati dengan keragaman hayati gunung yang didakinya.Â
Satu hal yang mungkin saja mereka lupa untuk menjadikan salah satu tujuan mendaki gunung adalah mendaki gunung salah satu latihan menata hati dan  mempertebal keimanan kepadaNYA dengan tidak berupaya mencari sekutu bagiNYA.  Ini salah satu pengalaman saat mendaki gunung. Banyak diantara mereka abai dalam menjalankan PerintahNYA. Contohnya Shalat bagi seorang muslim. Padahal saat kita mendaki gunung, itu sama halnya mendatangi bahaya yang tak terkira bagi manusia, hal ini disebabkan kondisi gunung yang sedemikian rupa baik dari iklim, jalur serta hal lainnya.
Adapun yang berkenaan dengan Makhluk selain manusia, hewan, batu, tanah  serta tumbuhan. Ada yang bernama JIN, memang keberadaan mereka harus diyakini keberadaannya. Tapi tidak harus kita menjadikannya sebagai 'kawan' dalam beraktifitas. Karena  aktifitasnya tak sama dengan manusia dan makhluk lainnya. Maka sebaiknya sebelum kita beraktifitas, bekali diri dengan Dzikir pagi dan petang sebagai bentuk penyerahan diri kita kepadaNYA agar dihindarkan dari berbagai macam gangguan baik dari manusia ataupun Makhluk lainnya.
Seorang pendaki gunung mestilah berilmu. Pertama, belajar tentang hal yang berhubungan dengan kegiatan di alam terbuka. Mendaki gunung sebagai dasar dari kegiatan alam terbuka tersebut. Kedua, ilmu yang mempertebal keyakinan kita kepadaNYA, yaitu Aqidah. Dengan tidak terpengaruh oleh hal mistis ataupun sakralitas sebuah benda maupun tempat.
Semakin kita mendaki gunung, semakin tebal Aqidah dan keyakinan kita. Â Karena kita pendaki gunung bukanlah dukun.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H