Kehidupan bergerak dinamis dengan roda waktu berputar. Kisah hidup berlanjut dengan perwajahan yang lain namun terkadang serupa tapi tak sama. Kejadian yang mustahil kembali seperti sedia kala. Kejadian atau peristiwa itu, mungkin bisa disebut momen. Momen yang kelak menjelma menjadi kenangan.
Bila mengenangnya seakan masa itu hadir di masa kini. Potretnya terekam dalam angan.Potret yang bisa dirasakan oleh pelaku peristiwa di masa itu. Disinilah tugas mereka yang ingin menguatkannya agar bisa di baca,dilihat ataupun didengar oleh generasi.
Penguatan yang digunakan untuk merekonstruksinya adalah dengan menggunakan media. Media cetak, elektronik dan tradisi lisan pada masyarakat. Apalagi kaitannya dengan sejarah bangsa maupun sejarah yang sifatnya pribadi.
Istilah rekonstruksi sengaja digunakan untuk mereview atau mengenang masa-masa materi perkuliahan yang berkaitan dengan masa lampau yang ingin kembali bermain dalam memori. Tujuan rekonstruksi dalam arkeologi ada 3.
Pertama,Merekonstruksi sejarah kebudayaan masyarakat masa lampau, Kedua, merekonstruksi cara-cara hidup masayarakat masa lampau. Ketiga. proses perubahan suatu budaya dari masyarakat masa lampau (Lewis Robert Binford). Beliau adalah seorang arkeolog berkebangsaan Amerika yang karyanya menjadi rujukan atau referensi dosen, mahasiswa maupun arkeolog di dunia.
Tulisan ini bukan untuk mengajak kita untuk belajar arkeologi namun meminjam istilah untuk menguatkan kita dalam merekam peristiwa. Rekaman peristiwa itu tertoreh dalam tulisan,video,foto dan publikasi audio. Seperti apa yang ada dari awal paragraf dan seterusnya.
Prolognya cukup panjang. Dan sekilas tidak mengenai dengan judulnya. Makanya mari kita sama-sama mengulasnya. Anda membaca sedangkan saya menulisnya.
Sesuai dengan judul tulisan ini. Izinkan saya sebagai penulis untuk bersuara melalu gerak ritmik bibir anda dalam membaca tulisan ini sebagai perwakilan suara yang terkatakan melalui huruf demi huruf.
Dan bila seorang perupa menampilkan karya melalui gambar atau dimensi rupa lainnya yang bisa di tangkap dengan kasat mata. Perupa bersuara melaui pandangan anda atas karyanya. Maka menulis pun menggambar dalam bentuk lain yaitu menggambarkan kisah atau peristiwa yang ditangkap oleh rasa. Itulah bentuk dari MENYUARAKAN KATA. Lalu bagaimana dengan MENG"KATA"KAN SUARA ?.
Media ekspresi lain yang masih eksis hingga kini meski kehadirannya mengalami sedikit penurunan rating yang cukup signifikan yaitu radio. Radio yang dahulu sempat menjadi media pemersatu bangsa dilkala televisi dan internet belum ada. Diera kini kebangkitan radio mulai kembali namun dalam bentuk lain yaitu Podcast.
Beberapa bulan di masa pandemic covid  19. Rasa jenuh adalah hal yang tak terelakkan. Terkungkum dalam beraktifitas. Hingga suatu ketika ditengah kejenuhan itu, tak sengaja mengklik salah satu penyelia podcast. Dan membuka situsnya, lalu memilih salah satu channel podcast yang ada.
Amazing, seperti ada sesuatu yang membuka pikiran dan mengusir jenuh. Memang dimasa lalu,ketika dua tahun di bangku kuliah sempat di percayakan untuk mengurusi radio kampus.
Akan tetapi tidak berlangsung lama karena kegiatan yang rutin dilakukan saat itu adalah menjadi penggiat jelajah rimba dan hutan yang mengambil kekhususan di divisi caving (susur gua). Maka radio tersebut dialihkan kepada rekan yang lain.Â
Beberapa saat sempat ikut menyiar sambil belajar. Dari situlah kenangan itu muncul kembali dan ingin mewujudkannya melalui podcast. Adapun materinya berupa tulisan yang teraudio.
Ternyata ada kepuasan batin bila tulisan disuarakan lewat podcast meski harus banyak belajar public speaking untuk menyiarkannya. Â Suara, tulisan dan gambar memiliki rasa yang mewakili waktu, ruang serta curahan hati kita.
MU, Makassar, Â 10/23/2020,11:44
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H