Di sebuah kota kecil yang damai, tersembunyi di balik gemericik sungai kecil dan burung berkicau riang, hiduplah seorang wanita yang dikenal semua orang: Bu Tutik. Ah, tapi jangan salah! Ini bukan wanita biasa yang sekadar numpang hidup di dunia.
Bu Tutik, dengan tubuhnya yang ramping, senyum sinis yang menghiasi wajahnya setiap saat, dan suara yang bisa memecahkan keheningan kota, adalah sosok yang selalu tahu segalanya.
Bayangkan, jika ada kuis "Siapa Mau Jadi Jutawan?", Bu Tutik pasti sudah jadi miliuner sejak lama.
Sayang, dia tak mau ikut acara seperti itu. "Ah, terlalu mudah," katanya suatu kali, "Kalau aku ikut, siapa yang mau nonton? Mereka bakal bingung karena nggak ada tantangannya!"
Bu Tutik tak hanya merasa serba tahu, tapi dia juga yakin kalau dirinya tak pernah salah. Dan celakanya, dia senang sekali memberi tahu orang lain betapa salahnya mereka. Dalam benaknya, semua orang di kota itu adalah makhluk-makhluk yang tersesat dan butuh bimbingan ilahi.
Siapa kalau bukan dia, Bu Tutik yang maha benar, untuk membimbing mereka? Jadi, jika kamu sedang asyik minum kopi atau sekadar duduk-duduk di depan rumah, bersiaplah menerima ceramah tanpa ujung dari sosok ini.
Pagi itu, matahari baru saja menyapa bumi ketika Bu Tutik melenggang masuk ke warung kopi Pak Udin, si pemilik warung yang malang. Pak Udin, yang baru saja selesai membuat pesanan pelanggan lain, menyambut kedatangan Bu Tutik dengan senyum paling ramah yang bisa dia kumpulkan.
"Bu Tutik! Kopi kayak biasa, ya?" serunya penuh semangat. Pak Udin sudah tahu pesanan Bu Tutik. Siapa yang tidak? Bu Tutik selalu pesan hal yang sama setiap pagi.
Namun, takdir sepertinya sedang kurang berpihak pada Pak Udin. Begitu Bu Tutik menyeruput kopi pertamanya, ekspresi wajahnya berubah seketika. Matanya membesar, dan dahinya berkerut dalam kemarahan yang tertahan.
"Ini apa?!" jerit Bu Tutik dengan suara yang bisa membangunkan orang mati.