Budi terdiam sebentar, tapi matanya berkilat. "Kulit sintetis? Ckck, Cok, itu kan biar kelihatan aja. Mobil gue walaupun joknya masih kain, tapi AC-nya dingin sampai ujung tulang! Udah kayak pendingin ruangan hotel bintang lima!"
Mereka semua tertawa terbahak-bahak, seakan cerita yang mereka tukar adalah lelucon terbaik yang pernah diciptakan manusia. Namun, di balik tawa mereka, ada semacam kebanggaan yang samar.
Bukan hanya soal mobil mereka, tapi tentang bagaimana mereka melihat diri mereka lebih "hebat" daripada sopir-sopir biasa.
"Gini, ya," Ucok mulai lagi, kali ini dengan nada yang lebih serius. "Kita nih, orang yang terpilih, paham nggak? Dari sekian banyak orang yang cuma bisa naik angkot atau ojek online, kita yang punya kendaraan pribadi. Mau bayar kredit berapa pun, kita punya kebebasan, bos!"
Yang lain mengangguk setuju, walaupun dalam hati masing-masing, mungkin ada yang menjerit kecil ketika tanggal jatuh tempo cicilan mulai mendekat. Tapi bagi mereka, itu semua tidak penting selama bisa mengibarkan bendera kebanggaan mereka: bendera yang bertuliskan "Kami Orang Hebat."
Mereka yang duduk di warung itu adalah sosok-sosok dengan keangkuhan yang menempel erat pada tiap detak napas mereka. Seperti si Sardi, misalnya. Dengan badannya yang agak gempal, dia selalu memarkir mobil LGCC-nya paling depan, seakan-akan itu adalah Ferrari yang siap memamerkan kecepatan.
"Gue itu, ya," Sardi suatu kali berkata dengan penuh percaya diri, "kalau di jalan, semua orang kasih jalan. Ngeliat mobil gue, mereka langsung minggir. Aura gue beda, bos! Karisma gue yang bikin mereka hormat."
Padahal, yang terjadi sebenarnya adalah karena Sardi sering mengendarai mobilnya dengan asal-asalan, mengambil jalur orang lain tanpa peduli aturan lalu lintas. Banyak pengendara lain yang sebenarnya kesal, tapi malas memperpanjang masalah dengan orang yang merasa dirinya raja jalanan.
Bahkan, dalam dunia kecil mereka, ada hierarki tak tertulis. Sopir yang mobilnya lebih baru atau aksesori tambahan lebih lengkap dianggap punya status lebih tinggi. Semakin "fancy" modifikasi mobilmu, semakin besar rasa hormat yang diberikan oleh teman-teman sopirmu.
Ada perasaan bahwa barang-barang kecil seperti pelapis jok, velg yang kinclong, dan aroma terapi yang mahal adalah lambang kekayaan. Sebenarnya? Semua itu dibeli dengan mencicil juga.
Suatu pagi, datanglah seseorang yang baru bergabung dengan komunitas mereka, seorang pemuda bernama Doni.