Mereka duduk di tepi sungai, mendengarkan aliran air yang mengalir dengan tenang, seperti dulu. Mereka mencoba untuk menerima kenyataan bahwa kampung halaman yang mereka kenal mungkin sudah hilang, tetapi kenangan tentang kampung itu akan selalu ada dalam hati mereka.
Selama di kampung, mereka juga bertemu dengan beberapa orang yang masih mengenali mereka, meskipun jumlahnya tidak banyak. Orang-orang ini menyambut mereka dengan hangat, mengajak mereka bercerita tentang masa lalu.
Mereka berbagi tawa dan tangis, mengenang keluarga yang sudah tiada dan momen-momen indah yang pernah mereka alami bersama. Dalam pertemuan-pertemuan kecil ini, mereka menemukan kembali sedikit kebahagiaan yang sempat hilang.
Namun, di balik semua itu, ada satu hal yang tak bisa mereka lupakan: pertanyaan dari saudara mereka yang tua tadi. Kata-kata itu terus terngiang-ngiang di benak mereka, mengingatkan bahwa tak semua orang bisa memahami niat tulus mereka.
Beberapa orang, terutama mereka yang telah hidup terlalu lama dalam kesulitan, mungkin melihat dunia dengan cara yang berbeda. Bagi mereka, setiap tindakan mungkin selalu dikaitkan dengan motif materi atau keuntungan.
Perjalanan pulang mereka dari kampung tidak lagi penuh dengan antusiasme seperti saat pergi. Mereka merasa bahwa meskipun mereka telah kembali ke tempat kelahiran mereka, sesuatu telah berubah selamanya. Kampung itu kini terasa asing, meskipun masih ada sisa-sisa kenangan yang mereka kenal.
Namun, mereka tahu bahwa pulang kampung ini adalah sesuatu yang penting, sesuatu yang harus mereka lakukan sebelum mereka pergi selamanya. Meski tak semuanya berjalan sesuai harapan, mereka tetap bersyukur bisa mengunjungi kampung halaman mereka sekali lagi.
Beberapa minggu kemudian, saat speed boat kembali membawa mereka menjauh dari kampung, mereka duduk bersebelahan, saling diam. Tak banyak kata yang diucapkan. Masing-masing tenggelam dalam pikirannya sendiri, mengenang perjalanan mereka, baik yang manis maupun pahit.
Mereka tahu bahwa ini mungkin terakhir kalinya mereka melihat kampung halaman itu, dan dengan demikian, perjalanan ini memiliki makna yang sangat dalam.
Di tengah kesunyian perjalanan pulang, salah satu bibi saya, yang lebih muda, berbisik pelan, "Setidaknya, kita sudah kembali. Meskipun tidak seperti yang kita bayangkan, kita telah melihat kampung kita lagi. Itu sudah cukup."
Bibi saya yang lebih tua mengangguk, matanya memandang jauh ke depan, ke arah sungai yang seolah tak berujung. "Ya," jawabnya pelan. "Sudah cukup."