Mohon tunggu...
Yovinus
Yovinus Mohon Tunggu... Penulis - laki-laki

Hidup itu begitu indah, jadi jangan disia-siakan. Karena kehidupan adalah anugerah Tuhan yang paling sempurna bagi ciptaanNya

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Indonesia Darurat Diabetes pada Anak-Anak

13 Agustus 2024   09:06 Diperbarui: 13 Agustus 2024   09:19 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://labcito.co.id/

Beberapa hari yang lalu, sebuah berita mengejutkan muncul di berbagai media nasional. Anak-anak, yang seharusnya berada pada masa-masa paling bahagia dalam hidup mereka, kini banyak yang harus menjalani perawatan cuci darah di rumah sakit.

Mereka didiagnosis menderita diabetes tipe 2, sebuah penyakit yang sebelumnya lebih umum menyerang orang dewasa berusia 40 tahun ke atas. Fenomena ini sungguh mengejutkan dan mengundang perhatian luas dari berbagai kalangan, mulai dari orang tua, masyarakat, pihak sekolah, hingga pemerintah.

Ada keprihatinan mendalam bahwa ini bukan hanya soal kesehatan anak-anak tersebut, tetapi juga mencerminkan masalah yang lebih besar yang perlu segera ditangani.

Di era modern ini, gaya hidup dan kebiasaan sehari-hari masyarakat telah berubah drastis. Hal ini sangat mempengaruhi pola makan dan aktivitas anak-anak. Ketika penulis merenungkan masalah ini, sangat jelas bahwa ada sejumlah faktor yang berkontribusi terhadap meningkatnya kasus diabetes tipe 2 pada anak-anak.

Pertama, keterlibatan orang tua dalam mengawasi dan mendidik anak-anak mereka terkait pola makan dan aktivitas fisik sangatlah penting. Sayangnya, di zaman yang serba cepat ini, banyak orang tua yang terlalu sibuk dengan pekerjaan dan urusan mereka sendiri, sehingga abai terhadap apa yang dikonsumsi anak-anak mereka.

Kebanyakan orang tua cenderung memilih solusi yang paling mudah dan cepat untuk memenuhi kebutuhan makanan anak, tanpa mempertimbangkan kandungan gizi di dalamnya.

Mereka seringkali tidak peduli dengan komposisi makanan, asal anak kenyang dan senang. Selain itu, akses anak-anak ke perangkat teknologi, seperti ponsel pintar, telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.

Banyak anak yang menghabiskan waktu berjam-jam bermain game atau menonton video di ponsel mereka, tanpa ada pengawasan ketat dari orang tua.

Masalahnya, kebiasaan ini tidak hanya membuat anak-anak menjadi kurang aktif secara fisik, tetapi juga memperbesar risiko obesitas yang merupakan salah satu faktor utama pemicu diabetes tipe 2.

Ironisnya, meski mengetahui bahaya ini, sebagian orang tua justru membiarkan anak-anak mereka bebas menggunakan ponsel pintar tanpa batasan waktu. Mereka tidak menyadari bahwa kurangnya aktivitas fisik, ditambah dengan konsumsi makanan yang tidak sehat, dapat membawa dampak serius pada kesehatan anak.

Kedua, masyarakat dan produsen makanan juga memainkan peran yang tidak kalah penting dalam menciptakan lingkungan yang tidak sehat bagi anak-anak. Semakin banyak produk makanan dan minuman kemasan yang diproduksi dengan kadar gula yang sangat tinggi.

Produsen seringkali berlomba-lomba mempromosikan produk mereka sebagai aman untuk dikonsumsi oleh anak-anak, bahkan menggunakan iklan yang menargetkan anak-anak secara langsung.

Mereka mengemas produk tersebut dengan warna-warna cerah dan karakter kartun yang menarik, yang membuat anak-anak tergoda untuk membelinya. Tanpa sadar, para orang tua pun terkadang terjebak dalam strategi pemasaran ini, berpikir bahwa produk tersebut aman dan sehat untuk anak-anak mereka.

Namun kenyataannya, konsumsi makanan dan minuman yang tinggi gula dan rendah nutrisi telah menjadi bom waktu bagi kesehatan anak-anak. Risiko terkena diabetes tipe 2 semakin meningkat, terutama ketika makanan tidak sehat ini dikombinasikan dengan gaya hidup yang kurang aktif.

Ini adalah kenyataan yang menyedihkan, di mana keuntungan menjadi prioritas utama produsen, sementara kesehatan generasi muda menjadi taruhannya.

Ketiga, peran sekolah dalam mendidik dan melindungi siswa juga perlu ditinjau ulang. Pada dasarnya, sekolah adalah tempat di mana anak-anak menghabiskan sebagian besar waktu mereka setiap hari.

Seharusnya, sekolah menjadi tempat yang aman dan sehat, di mana anak-anak dapat belajar dan berkembang dengan baik. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, teknologi telah merambah ke dalam ruang kelas.

Penggunaan ponsel pintar di sekolah, baik untuk belajar maupun sekadar hiburan, telah menjadi hal yang umum. Sayangnya, kebiasaan ini justru mengurangi interaksi sosial dan aktivitas fisik siswa.

Lebih parah lagi, ada kasus di mana guru juga terlibat dalam penggunaan ponsel pintar selama jam pelajaran. Tugas-tugas diberikan melalui aplikasi di ponsel, dan siswa dituntut untuk menyelesaikannya secara online.

Alih-alih mendorong siswa untuk aktif secara fisik dan berpikir kreatif, teknologi malah membuat mereka semakin pasif. Padahal, peran guru tidak hanya sekedar mengajar mata pelajaran, tetapi juga mendidik siswa agar menjadi individu yang sehat, cerdas, dan berguna bagi masyarakat.

Jika sekolah tidak tegas dalam mengatur penggunaan ponsel di lingkungan sekolah, maka kesehatan fisik dan mental siswa akan terus terancam.

Akhirnya, tanggung jawab juga jatuh pada pemerintah. Sebagai pihak yang memiliki wewenang untuk mengatur dan mengawasi, pemerintah harus mengambil tindakan nyata untuk melindungi anak-anak dari ancaman diabetes tipe 2.

Setidaknya ada dua hal penting yang perlu dilakukan pemerintah. Pertama, pemerintah harus memastikan bahwa orang-orang yang berkompeten dilibatkan dalam pengawasan dan pemeriksaan makanan yang beredar di pasaran, terutama yang dikonsumsi oleh anak-anak. Ini adalah tugas yang harus dilakukan secara rutin, bukan sekadar formalitas belaka.

Petugas yang terlibat harus benar-benar memastikan bahwa produk makanan dan minuman yang beredar aman dan sehat untuk dikonsumsi oleh anak-anak. Hal ini tidak hanya untuk menjaga kesehatan anak-anak, tetapi juga untuk memastikan bahwa para pegawai tersebut menjalankan tugasnya dengan benar, bukan hanya sekedar menerima gaji tanpa bekerja.

Kedua, pemerintah perlu membuat regulasi yang jelas dan tegas terkait pola makan dan istirahat anak-anak, serta penggunaan ponsel di kalangan anak-anak. Regulasi ini harus mencakup aturan tentang kandungan gizi minimum dalam makanan yang boleh beredar di pasaran, serta sanksi yang tegas bagi produsen yang melanggarnya.

Selain itu, pemerintah juga harus memberikan panduan dan batasan yang jelas terkait penggunaan ponsel oleh anak-anak, baik di rumah maupun di sekolah. Dengan adanya regulasi yang tegas, diharapkan dapat menciptakan lingkungan yang lebih sehat bagi anak-anak, sehingga mereka dapat tumbuh dan berkembang dengan baik tanpa ancaman penyakit serius seperti diabetes tipe 2.

Dalam kesimpulan, peningkatan kasus diabetes tipe 2 pada anak-anak harus menjadi perhatian serius bagi kita semua. Ini bukan hanya soal kesehatan anak-anak kita, tetapi juga masa depan bangsa.

Orang tua, masyarakat, pihak sekolah, dan pemerintah harus bekerja sama untuk menciptakan lingkungan yang lebih sehat dan aman bagi anak-anak. Dengan pola makan yang sehat, aktivitas fisik yang cukup, serta pengawasan yang baik dari semua pihak, kita dapat mencegah meningkatnya kasus diabetes tipe 2 pada anak-anak.

Kita tidak boleh abai, karena kesehatan anak-anak kita adalah investasi terbesar untuk masa depan yang lebih baik.

Di masa mendatang, semoga kita bisa melihat generasi muda yang lebih sehat, cerdas, dan siap menghadapi tantangan hidup tanpa dibebani oleh penyakit yang sebenarnya dapat dicegah. Kuncinya adalah perhatian, kerjasama, dan tindakan nyata dari kita semua.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun