Di tengah kebijakan subsidi minyak yang ada, terdapat pertimbangan yang mendasari bahwa manfaatnya justru cenderung dinikmati oleh golongan orang kaya.
Sebuah sepeda motor, yang umumnya dimiliki oleh mereka yang berada di kelas menengah ke bawah, memiliki konsumsi minyak yang terbatas, berkisar antara 3-5 liter.
Sementara itu, kendaraan bermotor yang lebih besar seperti mobil dapat mengonsumsi hingga 40 liter.
Penting untuk mencatat bahwa individu yang berkecukupan secara finansial dan memiliki 3-5 mobil dapat menghabiskan minyak dalam jumlah yang mencapai 150-200 liter.
Namun, ironisnya, orang-orang kaya ini memiliki cara tersendiri untuk menghadapi kenaikan harga minyak.
Mereka cenderung menggunakan kebijakan tersebut sebagai alat untuk melibatkan oknum mahasiswa dalam demonstrasi, dengan dalih menyuarakan kepentingan rakyat dan menciptakan kesan bahwa pemerintah bertanggung jawab atas kesulitan ekonomi.
Dalam situasi ini, terlihat bahwa para oknum mahasiswa diarahkan untuk melakukan protes, seolah-olah mereka berjuang demi kesejahteraan rakyat.
Namun, di balik layar, agenda ini sebenarnya hanya menjadi alat untuk menekan pemerintah dan menciptakan ketidakstabilan.
Para mahasiswa yang terlibat mungkin tidak menyadari bahwa mereka dimanfaatkan sebagai alat politik oleh kelompok tertentu.
Selain itu, kebijakan subsidi minyak ini juga memunculkan ketidakpuasan di kalangan mahasiswa, beberapa di antaranya bahkan merasa dirinya pintar tanpa memberikan kontribusi nyata pada masyarakat.